spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

UNTAG Samarinda Gelar Diskusi Transformasi Pelayanan Publik dan Pemerintahan Daerah Kaltim Pasca Kehadiran IKN

SAMARINDA – Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Samarinda, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Transformasi Pelayanan Publik dan Pemerintahan Daerah Kaltim Pasca Kehadiran IKN” pada Rabu (22/5/2024).

Acara yang digelar di Ruang Serbaguna  Kampus  Untag di  Jalan Ir H Juanda Samarinda, menghadirkan narasumber Wakil Ketua II DPD RI Kalimantan Timur, Mahyudin.

Dia bercerita tentang perjalanan sistem Pemerintahan Indonesia terkhusus tentang  Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sejak berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era baru yang ditandai dengan perubahan signifikan dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Dari yang sebelumnya bersifat sentralistik, pola hubungan ini beralih ke desentralistik yang lebih menghargai hak daerah untuk mengelola urusannya sendiri melalui pelaksanaan otonomi daerah.

DPD didirikan di era reformasi untuk lebih menghormati hak-hak daerah yang selama ini kurang diperhatikan. Selain itu, lanjut Mahyudin, DPD sebagai perwakilan wilayah, bertugas memperjuangkan hak-hak daerah dan menghindari kesenjangan antar daerah di seluruh Indonesia.

“Walaupun kewenangan DPD sebagai perwakilan wilayah masih belum maksimal hingga sekarang. Namun kami terus berjuang mengawal pelaksanaan dan pencapaian otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari seperempat abad sejak reformasi,” ungkap Mahyudin  narasumber dalam wawancara di UNTAG, Rabu (22/5/2024).

BACA JUGA :  Di Depan Presiden, Isran Perjuangkan Tenaga Honorer

Diakui bahwa selama ini tidak sedikit kepala daerah yang tersandung kasus korupsi akibat lemahnya pengawasan terhadap otonomi daerah. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebanyak 188 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2023, termasuk 25 gubernur dan 163 wali kota/bupati dan wakil.

“Maraknya kasus korupsi di beberapa daerah telah merusak dan merobohkan sendi-sendi bangunan desentralisasi yang susah payah sedang kita bangun. Kasus-kasus ini mencoreng harapan masyarakat bahwa otonomi daerah akan meningkatkan pelayanan publik yang baik,” lanjutnya.

Kasus korupsi atas anggaran daerah secara telanjang menunjukkan bahwa anggaran tersebut seringkali hanya dijadikan instrumen untuk memperkaya para penyelenggaranya, jauh dari komitmen untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

“Maraknya korupsi di daerah juga menjadi potret tata kelola yang buruk dari penyelenggara pemerintah daerah,” tambahnya.

Oleh karena itu, komitmen terhadap pelaksanaan tata kelola pemerintah daerah yang baik (good governance) perlu diteguhkan.

Parameter paling sederhana untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah dengan melihat sejauh mana kualitas pelayanan sektor publik dari pemerintah lokal mengalami perbaikan.

BACA JUGA :  Batu Bara Ilegal Bebas Melenggang, Berkas Lengkap Polisi Sebut Sulit Menindak

Pewarta : Hanafi
Editor : Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img