spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tolak Tambang Batu Bara, Warga di Kukar Pilih Garap Lahan untuk Pertanian

TENGGARONG – Pemerintah Desa Bhuana Jaya di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, menyusun strategi mencegah tambang ilegal. Mereka berencana memanfaatkan sebagian lahan desa untuk pertanian. Rencanan ini disebut telah mendapat restu dari pemerintah pusat.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Desa Bhuana Jaya, Suwondo. Dijelaskan bahwa sebagian lahan Desa Bhuana Jaya masuk wilayah konsesi pertambangan batu bara. Akan tetapi, kehadiran perusahaan dinilai tidak banyak memberikan keuntungan kepada warga.

“Warga yang masuk hutan malah dituduh akan merusak hutan,” kata Suwondo saat ditemui kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, di Tenggarong, Rabu, 22 Desember 2021.

Oleh karena itulah, pemerintah Desa Bhuana Jaya bakal menjadikan lahan seluas 1.000 hektare dari luas desa 4.531 hektare, menjadi lahan pertanian. Lahan tersebut masih berupa hutan. Letaknya di bagian timur desa. Suwondo menyebut, proposal memanfaatkan hutan menjadi pertanian telah diajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018. Dan tahun ini, proposal tersebut disetujui. Rencana ini disebut selaras dengan program KLHK tentang hutan tanaman rakyat.

BACA JUGA :  Luncurkan Qris Idaman dan Virtual Account, Edi Ingin Pembayaran Pajak Daerah Dipermudah

“Ini salah satu cara kami untuk merintangi pertambangan ilegal dan pembalakan ilegal masuk desa kami,” jelas Suwondo. Ia menyebut, tidak boleh ada tambang dan pembalakan ilegal merupakan keinginan warga Desa Bhuana Jaya. Oleh karena itu, sampai saat ini, desa tersebut masih bebas dari aktivitas ilegal.

Rencananya, lahan 1.000 hektare itu ditanami tumbuhan endemik khas Kalimantan seperti aren, keledang, cempedak, durian, dan ulin. Seluruh tanaman dipastikan tidak mengganggu fungsi utama hutan. Selain mencegah tambang ilegal, kata Suwondo, upaya ini juga untuk melestarikan tumbuhan yang mulai langka dan meningkatkan ekonomi kerakyatan. Mengingat, warga desa akan diberdayakan dalam kegiatan pertanian ini.

“Masyarakat juga terlibat sebagai pengawas hutan untuk mencegah kebakaran dan perusakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,” terangnya.

Ketua Kelompok Tani Tua Himba dari Desa Bhuana Jaya, Casuri, menambahkan, program pemanfaatan hutan sebagai pertanian tersebut merupakan usulan dari total 23 kelompok tani. Kelompok Tani Tua Himba menjadi yang pertama memanfaatkan hutan di Desa Bhuana Jaya sebagai pertanian. Di mulai dari menanam aren di lahan seluas 15 hektare.

BACA JUGA :  Dalih Ekonomi, 2 Residivis Ini Mencuri 17 Motor

Casuri membenarkan, pemanfaatan hutan ini sebagai upaya mencegah tambang ilegal masuk. Tambang ilegal disebut hanya akan merugikan banyak warga. Casuri menyebut, desa tetangganya sudah merasakan dampak negatif tambang ilegal. Tak sedikit warga di sana pindah karena desanya telah ditambang.

“Kalau desa kami ditambang, anak cucu kami mau pindah kemana,” tanya Casuri yang tinggal di Desa Bhuana Jaya sejak 1981. Saat ini, sebagian besar warga desa berprofesi sebagai petani padi dan sayuran.

Ia  menegaskan, warga Desa Bhuana Jaya tidak butuh tambang. Mereka hanya ingin terus bertani. Meskipun, penghasilan dari tambang cukup besar. Warga menyadari, uang tidak menjamin kesejahteraan. Tapi bertani, bagi warga, adalah masa depan. “Karena bisa diwarisankan ke anak cucu kami,” tutup Casuri. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img