spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Melorot Lagi 15 Peringkat, Unmul Tempati Urutan 103, Rektor Perintahkan Bedah Kelemahan

SAMARINDA – Universitas Mulawarman turun peringkat lagi. Posisi lembaga pendidikan yang genap berusia 58 tahun pada 27 September 2020 tersebut anjlok dalam klasterisasi perguruan tinggi nonvokasi. Posisi Perguruan Tinggi Terbesar di Kaltim ini terpental menempati urutan ke-103. Melorot 15 baris dari tahun sebelumnya di posisi 88.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan pemeringkatan terhadap 2.136 perguruan tinggi di Indonesia, Selasa, 17 Agustus 2020. Dengan duduk di posisi 103, Unmul mengalami tren negatif penurunan peringkat empat tahun berturut-turut.

Pada 2016, universitas yang berkedudukan di Samarinda ini masih bercokol di posisi 48. Pada 2017 melorot ke urutan 52. Turun lagi ke peringkat 65 tahun 2018. Anjlok ke posisi 88 di tahun 2019 dan terpental ke peringkat 103 pada 2020 ini dan tetap berada di klaster ketiga.

Sementara, tiga dari 15 perguruan tinggi terbaik yang menghuni klaster 1 masih didominasi kampus ternama Indonesia. Posisi pertama yakni Institut Pertanian Bogor. Di urutan kedua, Universitas Indonesia dan ketiga Universitas Gadjah Mada.

Pengumuman anjloknya peringkat ini mengejutkan Rektorat Unmul. Terlebih, mereka memasang target naik tipis beberapa baris tahun ini. Mereka cukup percaya diri dengan lampiran sejumlah data kemajuan universitas yang diunggah sebagai bahan penilaian. Mulai pengukuhan 10 guru besar baru tahun lalu, peringkat penerbitan jurnal sampai beberapa program studi yang naik kelas berakreditasi A.

Wakil Rektor II Bidang Akademik Prof Mustofa Agung Sardjono menjelaskan bahwa Rektor Unmul Prof Masjaya memerintahkan rapat evaluasi membedah satu per satu kelemahan selama dua hari ke depan. Tujuannya mengetahui duduk perkara memetakan kelemahan dan kekurangan Unmul dalam penilaian tahunan ini.

Rektorat mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan berpedoman pada empat aspek utama penilaian klasterisasi tahun 2020 ini. Pertama mutu sumberdaya manusia dan mahasiswa (input). Pengelolaan kelembagaan perguruan tinggi (proses). Capaian kinerja jangka pendek yang dicapai oleh perguruan tinggi (output). Terakhir, capaian kinerja jangka panjang perguruan tinggi (outcame).

Penilaian pada aspek input antara lain ; presentase dosen berpendidikan S3, prosentase dosen dalam jabatan lektor kepala dan guru besar, rasio jumlah dosen terhadap mahasiswa, jumlah mahasiswa asing. Termasuk jumlah dosen bekerja sebagai praktisi di industri selama 6 bulan.

Sementara, pada aspek proses terdapat 9 indikator penilaian. Di antaranya ; akreditasi institusi dan program studi, pembelajaran daring, kerjasama perguruan tinggi, kelengkapan laporan PDDIKTI, jumlah program studi bekerjasama dengan DUDI, NGO, QS Top 100 WCU by subject, jumlah program studi melaksanakan program merdeka belajar, jumlah mahasiswa yang mengikuti program merdeka belajar.

Pada aspek output, ada empat indikator penilaian. Yakni, jumlah artikel ilmiah terindeks dosen, kinerja penelitian, kinerja mahasiswa, jumlah program studi memperoleh sertifikasi internasional. Sementara, aspek outcame ada lima indikator. Di antaranya, jumlah sitasi per dosen, jumlah patent per dosen, kinerja pengabdian pada masyarakat dan prosentase lulusan perguruan tinggi yang bekerja dalam 6 bulan.

Beberapa kelemahan Unmul dalam bidang akademik telah diidentifikasi. Pertama, masih banyaknya penelitian dosen yang belum terindeks nasional maupun internasional di jurnal science and technology index (SINTA). Dari banyaknya hasil penelitian tadi, akan dilihat sejauh mana bisa direalisasikan dalam produk inovatif dan tepat guna. Catatannya, dari 1.100 dosen di Unmul, baru 600 orang saja yang penelitiannya terdaftar di jurnal itu.

“Banyak mereka punya tulisan, tapi belum terunggah. Itu juga harus kita lihat,” kata Prof Mustofa, Rabu, (18/8) kepada kontributor MediaKaltim. “Apakah data tak tersedia atau data tak dapat diakases. Apakah kita tak punya prestasi atau data itu tak diungah. Itu juga harus kita lihat,” sambungnya.

Selanjutnya, belum adanya program studi berstandar internasional. Termasuk minimnya mahasiswa asing yang memiliki terdaftar di Unmul. Minimal ditunjukkan oleh kartu tanda mahasiswa. Meskipun telah memaparkan sederet indikasi kelemahan itu, Prof Mustofa tetap menegaskan butuh penilaian bersama semua pihak dari berbagai unit kerja di Unmul. Dia mengakui, ada faktor lain penyebab melorotnya hasil pemeringkatan Unmul. Yakni, bertambahnya kriteria penilaian tiap tahunnya.

“Ini akan kita evaluasi bersama. Supaya tidak saling menyalahkan sehingga jadi perbaikan dan upaya keseriusan ke depan,” ucapnya.

Selain faktor internal, ada juga persoalan ekternal pemicu turunnya peringkat Unmul. Diakuinya, sejak adanya pemeringkatan ini, universitas lain berlomba-lomba mengejar dan membenahi berbagai aspek utama dan penunjang perkuliahan.

“Universitas lain lebih kencang larinya. Kita belum bisa bicara banyak karena belum evaluasi. Dari sisi kemajuan internal ketimbang universitas lain, kita kalah cepat,” kata Mustofa.

Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam menjelaskan klasterisasi ini merupakan upaya Ditjen Dikti memetakan kinerja perguruan tinggi akademik di bawah binaanya. Pemberian skor klasterisasi berdasarkan capaian perguran tinggi terhadap indikator masing-masing aspek. Setiap indikator memiliki bobot nilai kinerja keseluruhan.

Sumber data klasterisasi menggunakan data-data sahih dan siap guna. Ada empat karakteristik data yang digunakan. Dari hasil analisis data-data dari 2.136 perguruan tinggi yang tersedia ini didapatkan klasterisasi perguruan tinggi 2020. Ada lima komposisi klaster. Klaster 1 berjumlah 15 perguruan tinggi, klaster 2, berjumlah 34 perguruan tinggi, klaster 3 berjumlah 97 perguruan tinggi, klaster 4 sebanyak 400 perguruan tinggi dan klaster 5 sebanyak 1.590 perguruan tinggi.

Nizam menegaskan tidak ada dikotomi dan perbedaan penilaian perguruan tinggi maupun swasta dalam klasterisasi ini. Ia menegaskan, kunci penilaian tetap pada kepemimpinan dan sinergi. “Selama rektor perguruan tinggi bisa membangun sinergi, maka hal itu merupakan kekuatan perguruan tinggi mewujudkan visi dan misinya membawa seluruh civitas akademika meningkatkan kualitasnya,” ujar Nizam dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (kk/red)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img