spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Hukum Adat Menanti Edy Mulyadi, Juga Dilaporkan ke Bareskrim Polri

SAMARINDA – Pernyataan Edy Mulyadi yang banyak tersebar di media sosial telah memancing kemarahan warga Kaltim. Termasuk Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (LPADKT-KU). Kemarahan dan tersinggungnya ormas yang mayoritas diisi masyarakat Adat Dayak ini dilakukan dengan memotong hewan ayam dan babi, di simpang Mal Lembuswana Samarinda, Senin (14/1).

Ketua LPADKT-KU Fendi Meru, mengatakan suku Dayak ini sangat sakral dan paling banyak. Suku Dayak ada 288 etnis, dan sub-sukunya ada 400 tersebar di seluruh tanah Kalimantan. Setiap suku Dayak atau etnis Dayak punya adat budaya yang berbeda-beda.

Ada pun simbol dari pemotongan ayam dan babi dalam aksi LPADKT-KU ialah adat suku Dayak Lundayeh. “Saya hanya bicara bagaimana suku Dayak lundayeh, bahwa apabila kita melakukan pemotongan babi atau ayam dan mengeluarkan darah, ini membuktikan masyarakat Dayak itu marah, tersinggung. Leluhur kita marah dan tersinggung atas tindakan orang-orang yang melecehkan suku itu sendiri,” ungkap Fendi Meru.

Poster-poster penolakan dan kecaman bertebaran saat aksi demo ini. Sekitar ratusan orang berkumpul dibawah terik matahari, meneriakkan nama Edy Mulyadi dengan rasa penuh kekesalan dan kegeraman.

Sementara itu, di lokasi berbeda, Ketua Umum Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT), Syaharie Jaang juga ikut turun ke jalan. Menggunakan peci hitam, kemeja putih, jas hitam, celana bahan berwarna senada, Jaang menyampaikan orasinya di depan Polresta Samarinda. Mantan Wali Kota Samarinda itu sangat amat mengecam pernyataan Edy Mulyadi.

“Kami serius untuk menyikapi ini. Tadi malam, saya rapat dengan pengurus inti PDKT dan dewan adat. Mulai dari malam sampai hari ini konsolidasi untuk siapkan laporan ke Polri dan Polda Kaltim untuk memproses dan menahan Edy Mulyadi. Termasuk diproses secara hukum adat,” tegas Jaang di hadapan awak media.

Jaang juga menegaskan akan memimpin gerakan ini karena menurutnya, hal tersebut menyangkut harga diri. Jaang mengakui, pernyataan Edy juga sudah memancing amarahnya. “Ini tidak main-main. Karena yang ngomong ini orang pintar. Bukan orang bodoh. Ini dia memancing masalah. Saya tidak biarkan ini, percaya itu. Ini tidak main-main,” tegas Jaang.

Soal sanksi hukum adat apa yang bisa didapatkan Edy, Jaang menyebut jika perlu, Edy bisa dirajam. Sekali lagi dia tegaskan, pihaknya tak akan berdiam diri saja. “Kelakuannya itu tidak bisa dimaafkan. Nanti ada lagi orang yang menghina Kalimantan. Sambil senyam-senyum, meminta maaf. Orang Kalimantan ini tidak hanya orang Dayak, tapi seluruhnya ada di sini,” lanjutnya.

Jaang juga awalnya tak menyangka terkait tersebarnya video tersebut. Dirinya mengira, video itu hoaks belaka dan dibuat-buat. Namun, Edy justru telah mempersiapkan itu dan terkesan sengaja. Menurutnya, kebijakan pemindahan IKN haruslah disambut dengan baik. Namun jika tak setuju, tidak perlu sampai menghina orang Kaltim.

DILAPORKAN KE BARESKRIM POLRI

Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) melaporkan Edy Mulyadi ke Bareskrim Polri kemarin. Laporan tersebut terkait ucapan Edy yang menyebut Kalimantan Timur sebagai ‘Tempat Jin Buang Anak’.

Laporan PB SEMMI ini teregister dalam LP/B/0031/I/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 24 Januari 2022. PB SEMMI membawa barang bukti berupa flashdisk berisi video pernyataan Edy yang viral di berbagai media.

“Kami mendampingi Ketum PB SEMMI Bintang Wahyu Saputra telah laporkan Edy Mulyadi di Bareskrim Polri terkait pernyataannya di YouTube menyinggung Kalimantan Timur,” ujar Direktur LBH PB SEMMI, Gurun Arisastra dalam keterangannya, Selasa (25/01/2022).

Gurun mengatakan pihaknya mengetahui Edy Mulyadi telah dilaporkan di beberapa wilayah. Namun, PB SEMMI, sebut Gurun, tetap melapor karena menilai ucapan Edy berpotensi merusak persatuan.

“Kami tetap melaporkan walaupun sudah ada yang melaporkan, karena menurut kami pernyataannya sangat berpotensi merusak persatuan dan memecah belah bangsa,” tuturnya.

Gurun menyebut ucapan Edy termasuk dalam penyebaran hoax hingga ujaran kebencian. Dia menilai hal tersebut dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat.

“Pernyataan Edy ini dapat mengarah ke ujaran kebencian, penghinaan karena merendahkan suatu wilayah dan berita hoax. Maka pertimbangan kita secara sosiologis, perbuatan Edy Mulyadi berpotensi dapat merusak persatuan atau memecah belah bangsa. Ini berbahaya,” ujarnya.

Selain itu, Gurun menyayangkan ucapan tersebut dapat terlontar dari Edy Mulyadi yang seorang tokoh publik. Dia mengatakan ucapan-ucapan Edy dapat menganggu psikologis masyarakat.

“Seharusnya sebagai tokoh publik beliau membangun narasi yang cerdas, membangun kecerdasan bangsa bukan kebencian,” kata Gurun.

“Itu sampai bilang tempat jin buang anak, terus menyebut-nyebut China, lalu disana penghuninya kuntilanak dan genderuwo, lalu juga Azam Khan mengatakan monyet. Ini sekali lagi kami sampaikan luar biasa berbahaya dampak psikologisnya bagi masyarakat,” tulisnya.

Gurun mengatakan pihaknya menilai ucapan Edy bukan sebagai hal biasa yang sederhana. Kewajiban moral sebut Gurun turut menjadi alasan pihaknya melaporkan Edy ke Bareskrim Polri.

“Kami melihat ini kasus tidak sederhana, harus menjadi perhatian serius bagi kita semua dan kewajiban moral kami pula ikut melaporkan ini, karena keilmuannya walaupun sudah dilaporkan tetapi tidak menutup pihak lain untuk melaporkannya pula,” ujarnya.

Gurun mengungkap sejumlah pasal yang dilaporkan PB SEMMI dalam tuntutannya terhadap Edy Mulyadi. Di antaranya pasal penyebaran berita bohong, tindak pidana penghinaan, hingga pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Atas tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP, Tindak Pidana Penghinaan/Ujaran Kebencian/Hatespeech (melalui media elektronik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang ITE,” tulisnya.

“Tindak Pidana Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP,” sambungnya. (mk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img