spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harimudin: Kesadaran dan Tanggung Jawab Pembangunan di PPU Harus Libatkan Suara Masyarakat

PENAJAM PASER UTARA – Reforma agraria yang terus dikebut membawa berbagai respon di kalangan masyarakat. Lembaga Adat Paser (LAP) telah mengeluarkan surat yang berisikan 7 poin sanggahan untuk tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) mempertimbangkan hasil daripada verifikasi lahan.

Tokoh Masyarakat Penajam Paser Utara yang juga merupakan Ketua Pemekaran Kabupaten PPU pertama kali, Harimudin Rasyid memaparkan pandangannya terhadap kebijakan ini. Ia mengingatkan bahwa Kabupaten PPU pada dasarnya terbentuk dari berbagai suku dan bukan hanya satu suku saja.

“Banyak sekali, ada orang Paser, Manado, Toraja, Bugis, Jawa dan lainnya. Kalau mau ya ajak semua petinggi suku-suku itu, bahkan ada Suku Balik,” terangnya (29/03/2024).

Harimudin juga menekankan bagaimana pendekatan yang humanis harus diutamakan, baik dari Pemkab PPU dan juga lembaga adat. Ia menyarankan sebaiknya tidak mengutamakan kekerasan dalam prosesnya. Menurutnya, tidak ada yang menyukai suatu suku jika harus menggunakan kekerasan.

“Kalau datang bawa mandau ya tidak ada yang suka, sebaiknya ya harus sama-sama lapang dada dan terbuka,” jelasnya.

BACA JUGA :  Hari Pahlawan 2023, Ketua DPRD PPU; Generasi Muda Daerah Harus Berjuang Hadapi Kemajuan IKN

Ia menekankan bagaimana seharusnya kedua lembaga baik adat dan juga Pemkab PPU harus mulai membuka komunikasi yang baik. Paling penting menurutnya untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab membangun bersama untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga tidak ada yang merasa terkucilkan.

Selain itu, Ia juga membenarkan bahwa sejak awal kebijakan reforma agraria dicetuskan pihaknya tidak pernah diajak berkomunikasi. Begitu pun, dengan para tokoh adat lainnya yang bersamanya dahulu memekarkan Kabupaten PPU ini.

“Pemkab PPU juga harus menyadari bahwa segala operasionalnya menggunakan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), maka ya harus transparan,” jelasnya.

Disinggung terkait dengan situs sejarah yang menjadi perhatian LAP dari surat sanggahan tersebut, Ia jelaskan bahwa jika memang ada sebaiknya segera didaftarkan ke situs sejarah. Ia membenarkan bahwa memang sempat ada seperti air putar di Pulau Balang, namun perlu penelusuran lebih lanjut.

“Situs sejarah itu ada yang berurusan khusus, kan ada Arkeolog. Kita sebaiknya berprasangka baik, jangan susah lihat orang senang dan jangan senang melihat orang susah,” tambahnya.

BACA JUGA :  Penderita HIV/AIDS di PPU Capai 37 Orang 

Selain itu, Ia juga menekankan pentingnya mengajak para Tokoh Adat agar dapat menjembatani kebutuhan seluruh warga. Sejak awal tim pemekaran kabupaten tidak pernah diundang dan diajak komunikasi. Ia sangat menyadari bahwa pentingnya melibatkan masyarakat langsung dalam penentuan kebijakan pembangunan.

“Ini kan tanggung jawab bersama, Saya dulu tidak akan bisa memekarkan Kabupaten PPU jika tidak merangkul seluruh pihak, bukan saya akhirnya yang hebat, tapi seluruh yang terlibat saat itu,” pungkasnya.

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img