spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Warga Geruduk Kantor Pemkab dan Kantor ATR/BPN PPU, Tuntut Kejelasan Status dan Ganti Rugi Lahan yang Masuk Wilayah IKN

PENAJAM PASER UTARA  – Sekumpulan warga yang menamai diri mereka sebagai Solidaritas Masyarakat Penajam Paser Utara (PPU) beramai-ramai geruduk Kantor Pemerintah Kabupaten PPU (Pemkab) PPU dan Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) PPU.

Kelompok masyarakat ini menuntut haknya atas tanah yang hingga kini masih belum jelas legalitasnya.

Aksi yang dimulai Rabu (22/5/2024) 10.00 Wita di Kantor Pemkab PPU,  berakhir di Kantor ATR/BPN PPU pukul 15.00 Wita.

Aksi ini turut diwarnai dengan orasi warga yang menuntut kejelasan atas surat-surat tanah yang dimilikinya, khususnya yang masuk  wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN).

Koordinator Lapangan (Korlap) Solidaritas Masyarakat PPU, Ibrahim menjelaskan tuntutan warga salah satunya adalah dicabutnya Hak Guna Usaha (HGU) yang berada di lahan warga. Mengingat, perusahaan yang diberi status legalitas HGU hanya datang tanpa sosialisasi dan tidak ada pembayaran ganti rugi untuk warga.

“Selain itu, Sertifikat Hak Pakai (SHP) harusnya dicabut, dikarenakan warga tidak dapat menjadikan tanah tersebut sebagai agunan jika dibutuhkan,” tegasnya.

BACA JUGA :  Butuh Gedung Mabes, Satpol PP PPU Usul Anggaran ke Kemendagri

Selain itu, Ibrahim juga mengatakan bahwa warga meminta administrasi lebih transparan agar menghindari pungutan liar. Termasuk dalam proses pergantian harus jelas harga yang telah ditentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per meternya, bahkan harganya harus ditentukan di setiap kelurahan.

“Kami juga pertanyakan fungsi Bank Tanah. Jangan semena-mena, buat apa? Siapa yang menabung di sana?” tegasnya.

Adapun Ibrahim juga membeberkan terdapat SHP yang diubah menjadi HGU oleh Kepala ATR/BPN PPU, Ade Chandra Wijaya. Hal tersebut terjadi sekitar tahun 2022.

Selanjutnya saat disinggung soal Reforma Agraria yang sedang berjalan, Ibrahim juga mempertanyakan hal tersebut. Karena pergantian yang dibayarkan hanya tanam tumbuh, sedangkan untuk lahan masih belum memiliki kejelasan.

“Kita selalu mengatakan kemerdekaan, tapi tanah di tempat kita langsung diambil secara paksa,” sesalnya.

Menurutnya, SHP dapat diubah dan diserahkan ke orang lain, terlebih kewenangannya penuh kepada pihak ATR/BPN PPU.

Saat ini warga juga memakai Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk menyelesaikan konflik, namun keputusan untuk mendapatkan Hak Milik atau Hak Pakai semuanya tergantung dari kewenangan Kantor ATR/BPN.

BACA JUGA :  Pemkab PPU Gandeng Astra Graphia Gelar Workshop Digital

“Ada ribuan orang dan ribuan hektare yang terdampak, di antaranya, Kelurahan Pemaluan, Jenebora, Pantai Lango, Pemaluan, hingga Waru. Kami Selasa (28/5/2024) akan datang lagi dengan masa yang lebih banyak,” tutupnya.

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img