spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

UMK NAIK TIPIS, BURUH MENJERIT

Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim tahun 2022 sudah ditetap 17 November lalu. Kenaikannya tipis, Rp 33.118. Dari Rp 2,98 juta menjadi Rp 3,01 juta. Begitu pun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) rata-rata naik tipis. Buruh pun ramai-ramai protes.

Tim Peliput: Andy Desky, Ramlah Effendy, Bambang

Indekos di tepi Sungai Mahakam itu berukuran 2 x 4 meter. Di tengah ruangan ada sekat plywood tak berpintu untuk melindungi ruang tidur. Tak ada dipan di ruang tidur itu. Hanya kasur yang sudah menipis. Dari ruang tidur sampai di belakang pintu depan berderet pakaian perempuan. Dua di antaranya baju berwarna biru dengan tulisan dan lambang perusahaan kayu olahan pada bagian dada.

“Sewa kos ini Rp 400 ribu sebulan. Sengaja sewa di sini karena tak jauh dari pabrik (pengolahan kayu, Red.),” ujar penghuni indekos, perempuan berusia 24 tahun bernama Marni. Dia buruh kontrak yang sudah bekerja 8 bulan di sebuah perusahaan pengolahan kayu, di Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda. Jarak indekosnya dan pabrik plywood itu sekitar 500 meter.

Sebelum di perusahaan kayu itu, Marni bekerja sebagai staf administrasi di perusahaan cleaning service yang jadi rekanan Balikpapan Super Block (BSB) Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan. Pandemi Covid-19 datang dan mengusik pekerjaannya. Perusahaannya tak lagi bekerja sama dengan BSB. Marni yang hanya tenaga kontrak pun tersingkir. Jadi pengangguran.

Awal 2021, dia mendapat kabar ada lowongan jadi buruh pabrik plywood. Daripada nganggur, dia kirim lamaran dan diterima. “Perusahaan ini ternyata selalu mencari tenaga borongan (kontrak, Red.). Sampai sekarang mencari terus. Banyak buruh yang keluar karena merasa kerjaan terlalu berat sementara upah kecil,” ujarnya. Tapi Marni tetap bertahan karena tak ada lagi pekerjaan.

Dia mengatakan, upah buruh kontrak seperti dirinya dihitung berdasarkan hasil produksi. Semakin besar produktivitas, maka makin besar penghasilan. “Saya paling banyak dapat Rp 100 ribu sehari, rata-rata Rp 80 ribu. Itu sudah kerja 12 jam, dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam, bila shift siang. Bila dapat shift malam sebaliknya, dari jam 7 malam sampai jam 7 pagi,” ujar gadis bertubuh kurus itu.

Marni mengakui, upahnya sebagai buruh kontrak tak besar dan belum bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. “Saya kadang sampai harus minta orangtua bila kehabisan uang,” ujar warga Jalan Soekarno-Hatta Km 9, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara ini. Padahal orangtua Marni hanya petani yang mempunyai 9 anak. Marni anak ke-4.

Bila Marni baru 8 bulan bekerja, Sungkono sudah bekerja 34 tahun di perusahaan yang sama. Sungkono sudah menjadi karyawan tetap. Dia mengaku menikmati pekerjaannya di bagian pembersihan limbah kayu. “Saya sudah bekerja tahun 1987, ketika pabrik perusahaan ini juga ada di Palaran. Sekarang sudah tutup,” ujar lelaki bujangan ini.

Pria berusia 52 tahun ini menyebut gaji termasuk tunjangan di perusahaan plywood itu sekitar Rp 4 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Gaji beserta berbagai tunjangan yang diperoleh setiap bulan katanya, sudah mencukupi kebutuhan dirinya sebagai lelaki tak beristri. Warga Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran Samarinda ini, ingin tetap bekerja sampai memasuki masa pensiun di perusahaan itu.

BEDA PENDAPAT

Pekan lalu, Gubernur Kaltim Isran Noor sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 naik dari Rp 2,98 juta menjadi Rp 3,01 juta. Mengalami kenaikan Rp 33.118. Asosiasi pengusaha menyambut baik dan menyetujui keputusan itu. Namun sebagian serikat buruh belum mau menerima keputusan itu.

Asosiasi pengusaha menyebut besaran UMP mempertimbangkan kondisi dunia usaha yang masih tertekan oleh pandemi Covid-19.  Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, M Slamet Brotosiswoyo mengatakan, perekonomian Indonesia sedang tidak sehat akibat pandemi Covid-19 dan akan cukup berat bila ditambah dengan beban kenaikan upah.

Kenaikan UMP katanya, belum diperlukan karena pengusaha masih berupaya bangkit dari dampak pandemi Covid-19. Karena untuk membangkitkan usaha katanya, juga tidak mudah. “Angka Rp 3,01 juta itu sudah ideal untuk diterapkan pada pekerja dengan masa kerja dibawah satu tahun. Bila dinaikkan pengusaha pasti keberatan,” jelasnya, Sabtu (27/11/2020).

Pria yang sudah memimpin Apindo sejak 2009 ini mengatakan, upah minimum merupakan jaring pengaman untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Untuk masa kerja di atas 1 tahun katanya, ditentukan oleh struktur dan skala upah di perusahaan masing-masing. Angka upah ini berdasar kesepakatan serikat pekerja dan manajamen perusahaan.

“Misal, pekerja yang baru lulus sekolah dan masuk kerja sudah digaji sekitar Rp 3 juta, padahal belum ada pengalaman. Kalau dia minta gaji naik tinggi pengusaha ya keberatan,” ujar pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini. Apalagi tambahnya,  untuk usaha menengah dan kecil. Mereka tak akan mampu  membayar upah minimum yang tinggi dan terancam disanksi.

Sementara kaum buruh punya pendapat sendiri. Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kaltim, Sulaeman Hattase berpandangan penghitungan upah minimum harusnya juga mempertimbangkan indikator Kebutuhan Hidup Layak (KHL), seperti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

KHL adalah standar kebutuhan seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik selama satu bulan. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2012 disebutkan ada 60 jenis KHL. Komponen standar KHL yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi serta tabungan.

Survei untuk menentukan nilai KHL dilakukan tiap bulan oleh tim yang terdiri dari pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan akademisi. Nilai KHL ini menjadi salah satu pertimbangan menentukan upah minimum.  Selain KHL, pertimbangan lain adalah angka produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja, dan lain-lain.

“Saya heran pada pemerintah, bikin aturan tidak jelas. Kalau setahun naik cuma Rp 30 ribuan sama aja kenaikan pakle jualan bakso. Ini kehancuran buat buruh,” ungkap Sulaeman Hattase. Dia bahkan menegaskan, Peraturan Pemerintah 36 tahun 2021 tentang pengupahan, harus dicabut atau direvisi karena tidak berpihak pada buruh.

Dia juga mengatakan, serikat buruh memahami kesulitan perusahaan pada masa pandemi Covid-19. Karena itu UMP tahun 2021 tetap disamakan dengan UMP 2020.  Dia menilai keputusan pemerintah menaikkan UMP sangat tipis tidak memerhatikan kelangsungan hidup masyarakat. Pemerintah tambahnya, cenderung mendukung upah murah.

Karena beda pandangan soal besaran upah minimum, KSBSI Kaltim yang menjadi wakil serikat buruh dalam rapat Dewan Pengupahan menolak menandatangani keputusan penetapan UMP Kaltim tahun 2022. Bila Apindo Kaltim menyetuju kenaikan 1,11 persen, KSBSI Kaltim tetap bersikeras meminta kenaikan 7 persen atau menjadi sekitar Rp 3,3 juta.

Pemerintah provinsi yang menjadi “penengah” akhirnya memutuskan mengikuti usulan asosiasi pengusaha, dengan kenaikan 1,11 persen. Tanggal 17 November 2021, Gubernur Isran Noor sudah menandatangani Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 561/K.568/2021 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi Kalimantan Timur tahun 2022.

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi meminta para buruh tetap bersyukur dengan kenaikan UMP, meski nilainya kecil. Menurutnya, tidak mudah menaikkan UMP saat pandemi Covid-19. “Saat pandemi Covid-19 pertumbuhan keuangan perusahaan juga terdampak menurun. Karena itu, kenaikan upah sebagai bukti perhatian pemprov,” kata Wagub, Sabtu (20/11/2021).

Sebelum pandemi, tiap tahun UMP Kaltim rata-rata naik di atas 8 persen. Pada 2018 naik sebesar 8,7 persen (Rp 203.775) dari tahun 2017. Pada 2019, UMP mengalami kenaikan Rp 204.229, yaitu dari Rp 2.747.561  (tahun 2018) menjadi Rp 2.543.332.  Kemudian UMP 2020 mengalami kenaikan lagi sebesar Rp 438.047, yaitu menjadi Rp 2.981.379. Sementara UMP 2021 tak mengalami perubahan atau sama dengan UMP 2020, karena masa pandemi Covid-19.

UMP 2022 yang naik tipis bukan hanya di Kaltim, melainkan di Indonesia. Sekalipun pemerintah daerah di Indonesia sudah menetapkan UMP masing-masing, sebagian serikat buruh tampaknya belum bisa menerima. Penolakan penetapan upah minimum nyaring disuarakan beberapa serikat pekerja. Bahkan, muncul rencana aksi mogok kerja secara nasional pada 6-8 Desember 2021.

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, mogok nasional akan diikuti 2 juta buruh di ratusan ribu pabrik di 30 lebih provinsi dan ratusan kabupaten/kota. “Kami memutuskan mogok nasional, setop produksi yang rencananya akan diikuti oleh 2 juta buruh lebih dari ratusan ribu pabrik akan berhenti atau setop produksi,” kata Said Iqbal kepada media, Selasa (16/11/2021).

Aksi mogok yang direncanakan para buruh itu sebagai respons atas pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang menyebut upah minimum tahun 2022 hanya naik 1,09 persen secara rata-rata nasional. “Simulasi ini dari data BPS, rata-rata kenaikan upah minimum itu 1,09 persen, ini rata-rata nasional,” kata Ida saat konferensi pers Selasa (16/11/2021).  (eky/mrs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img