spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Uji Publik IKN Tak Libatkan Masyarakat, FH Unmul Sebut Pencaplokan Wilayah

SAMARINDA – Uji publik Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada Selasa, 11 Januari 2022, di Universitas Mulawarman, disebut kurang memadai. Berjalan dalam waktu yang sempit, hanya satu jam, banyak substansi penting yang belum diatur dalam RUU. Satu di antaranya kewenangan dan hubungan Badan Otorita IKN dengan pemerintah daerah di Kaltim. Tujuan pemindahan IKN pun dikhawatirkan bergeser dari pemerataan pembangunan menjadi pencaplokan wilayah.

Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, adalah peserta yang menghadiri uji publik dan memutuskan menolak pembahasan RUU IKN. Dosen sekaligus juru bicara Fakultas Hukum, Warkhatun Najidah, membeberkan sejumlah hal yang melatarbelakangi penolakan tersebut.

Pertama, konsultasi publik RUU dianggap tidak berjalan seperti seharusnya. Para hadirin yang diundang di Gedung Unmul HUB, Universitas Mulawarman, tidak menerima naskah draf RUU IKN. Fakultas Hukum, contohnya, mendapatkan naskah tersebut dengan mengunduh dari sumber-sumber tak resmi sehingga diragukan keasliannya.

“Seharusnya, minimal sebulan sebelum uji publik, kami diberi akses draf RUU secara resmi,” terang Najidah kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Rabu, 12 Januari 2022. Di samping itu, banyak substansi yang tidak sempat dibahas karena uji publik hanya sejam. “Yang sering terlontar (dari anggota Panitia Khusus RUU IKN DPR RI) justru ‘ikan sepat ikan gabus. Lebih cepat lebih bagus’,” kritik akademikus hukum tersebut.

Pola uji publik yang jauh dari kualitas formil ini bisa memengaruhi inventarisasi materiil dan legal substance yang dibahas. Padahal, konsultasi publik punya standar yang ditentukan undang-undang. Najidah mengingatkan, Unmul adalah kampus yang mengkaji, bukan tempat legalisasi produk hukum yang cacat prosedur.

BACA JUGA :  Usai Dicecoki Miras, Gadis ini Diperkosa di Kamar Kos

Kedua, Fakultas Hukum menilai RUU IKN belum mampu menjamin posisi Kaltim terhadap IKN. Hal ini nampak jelas justru dari ketidakjelasan wewenang dan hubungan Badan Otorita IKN dengan pemprov dan pemkab/pemkot di Kaltim. Pada pasal 11 RUU IKN, struktur organisasi, tugas, wewenang dan tata pemerintahan khusus IKN diatur dalam peraturan presiden. UU tidak mengatur secara rigid dan spesifik badan otorita yang dimaksud.

“Badan otorita ini makhluk apa? Pemerintah provinsi, kota, kabupaten, atau kementerian? Kalau seperti kementerian, bagaimana hubungannya dengan gubernur Kaltim dan bupati PPU?”

Najidah mengingatkan, ketidakjelasan ini mengundang pelbagai kekhawatiran. Sebagai contoh, apabila suatu waktu Badan Otorita memutuskan pembangunan pipa gas di IKN. Instalasi gas ternyata melintasi Teluk Balikpapan yang merupakan wilayah Balikpapan dan PPU. Ketika kepala daerah Balikpapan dan PPU tidak berkenan wilayahnya dilintasi, akan menjadi masalah baru. Dari sini dapat terlihat RUU IKN masih memiliki celah kekosongan.

“Contoh lain, semisal Badan Otorita memutuskan wilayah IKN diperluas karena suatu keperluan. Tanpa kewenangan yang jelas, gubernur Kaltim dan bupati PPU bisa apa? Padahal, itu wilayah mereka,” terang Najidah.

Kejelasan wewenang dan hubungan ini sangat penting bagi Kaltim. Pemprov dalam hal ini gubernur adalah corong masyarakat Kaltim. Apabila gubernur tidak punya kewenangan yang jelas, Najidah menyimpulkan, sama saja seluruh penduduk Kaltim hanya penonton dalam pembangunan IKN. Dasarnya jelas, masyarakat Kaltim hanya bisa “berteriak” lewat gubernur mereka.

“Pada akhirnya, tanpa koordinasi dengan pemerintah di daerah, IKN bukan lagi pemerataan pembangunan melainkan okupansi atau mencaplok wilayah Kaltim. IKN seperti membangun pagar yang tidak boleh dimasuki orang Kaltim. Padahal, area IKN itu bukan lahan kosong. Ada banyak penduduk Kaltim yang bermukim di dalamnya,” lanjutnya.

BACA JUGA :  Tabrak Kios BBM Eceran yang Jadi Pemicu Kebakaran, Sopir Strada Diamankan Polisi saat Ingin Kabur

Najidah lebih khawatir lagi karena RUU IKN mengamanatkan kewenangan Badan Otorita kepada produk hukum yang hanya setingkat Peraturan Presiden. Bagaimana mungkin, kata dia, wewenang sedemikian besar dari sebuah otoritas IKN diatur dengan legitimasi sedemikian. Jika itu terjadi, Fakultas Hukum Unmul menilai, ada dominasi eksekutif yang luar biasa tanpa check and balance antara eksekutif dan legislatif.

Ketiga, ketidakjelasan daerah penyangga dalam pembangunan IKN. Hampir seluruh kabupaten/kota di Kaltim adalah daerah penyangga IKN. Najidah memaparkan, Pasal 17 RUU IKN yang mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih sangat abstrak untuk disebut sebuah kebijakan. Tidak ada jaminan bahwa ketika IKN dipindahkan, Kaltim tidak lagi menjadi daerah yang hanya dieksploitasi sumber daya alamnya.

“Tidak ada rumusan dalam RUU, misalnya, kabupaten A adalah kawasan pangan, kabupaten B adalah daerah industri dan seterusnya,” jelas Najidah. Tanpa jaminan ini, Kaltim dikhawatirkan hanya menjadi daerah yang SDA-nya hanya diperah sebagaimana kebijakan republik sepanjang puluhan tahun lamanya.

“Pada intinya, kami berpendapat bahwa RUU IKN masih jauh dari kata layak untuk disahkan sebagai sebuah UU. Padahal, UU ini akan berpengaruh besar terhadap hajat hidup masyarakat Kaltim,” tegasnya.

Penolakan Masyarakat Sipil

Di mata organisasi masyarakat sipil di Kaltim, uji publik RUU IKN dianggap tertutup dan dipaksakan. Dalam demonstrasi yang bersamaan dengan uji publik di kampus Unmul, Pradarma Rupang dari Jaringan Advokasi Tambang Kaltim menilai, Pansus RUU IKN tidak partisipatif. Masyarakat yang tinggal di kawasan megaproyek IKN tidak dilibatkan dalam uji publik. Mahasiswa juga tidak diperbolehkan masuk untuk mendengarkan penjelasan pansus. Bahkan, tuding Rupang, penyelenggara tidak mengumumkan uji publik kepada masyarakat.

BACA JUGA :  Jumlah Dukungan Bukan Modal Pimpin Demokrat Kaltim

“Seharusnya, beberapa hari sebelumnya ada pemberitahuan. Ini diam-diam seperti petak umpet,” kritiknya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kaltim, Yohanna Tiko, menyebut, banyak masalah yang terkuak dari pengumuman pemindahan IKN.  Mulai perampasan ruang hidup masyarakat, polusi udara, hingga krisis air bersih dan ancaman banjir di daerah penyangga IKN. Menurut Tiko, semua persoalan ini seharusnya dipertimbangkan sebelum memindahkan IKN.

“Sangat nampak dipaksakan. Padahal, pemindahan IKN tidak boleh tergesa-gesa,” kritiknya.

kaltimkece.id berupaya meminta tanggapan dari dua anggota Pansus RUU IKN DPR RI yaitu Safarudin dan Budisatrio Wadjono yang hadir dalam uji publik. Akan tetapi, sepanjang Rabu, 12 Januari 2022, pesan yang telah terkirim belum dijawab keduanya sampai artikel ini ditayangkan (Rabu malam).

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat, Unmul, Bohari Yusuf, menjelaskan bahwa Unmul hanya memfasilitasi agenda uji publik. Penyelenggara adalah DPR RI dan Bappenas. Target audiens uji publik adalah akademikus se-Kaltim.

“Sebagai fasilitator, informasi penyelenggaraan kami terima pada Minggu malam. Mungkin ada konsultasi publik di segmen lain selain kampus. Kami tidak tahu,” jelas Bohari.

Ia memaparkan, uji publik terlaksana dengan baik dan kondusif. Para akademikus dan perwakilan dari sembilan perguruan tinggi swasta dan negeri di Kaltim memberikan masukan secara lisan dan tertulis mengenai RUU IKN. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img