spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tujuh Desa di Kukar Terpaksa Tertinggal, Tak Pernah Nikmati Infrastruktur dan Penerangan Listrik

Indeks Desa Membangun (IDM) di Kutai Kartanegara memang dianggap bagus. Dari 193 desa, 24 di antaranya berstatus mandiri, 64 maju, 98 berkembang, tujuh tertinggal, dan tidak ada desa berstatus sangat tertinggal. Adapun tiga dari tujuh desa tertinggal berada di Kecamatan Muara Kaman.

Pada Selasa (12/10/2021), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, berkunjung ke Desa Bangun Rejo di Tenggarong Seberang. Menteri menjelaskan bahwa IDM diukur dari tingkat ekonomi masyarakat, infrastruktur, dan potensi badan usaha miliki desa (bumdes). Abdul Halim pun berpesan agar desa tertinggal memaksimalkan potensi bumdes untuk menaikkan statusnya.

Ketujuh desa yang berstatus tertinggal di Kukar adalah Desa Liang Buaya, Menamang Kiri, serta Tunjungan di Muara Kaman, kemudian Desa Santan Tengah di Muara Badak, Kampung Baru di Tabang, Benua Baru di Kota Bangun, serta Muara Kembang di Muara Jawa. Sekretaris Dinas Pengembangan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, M Zulkipli, mengatakan, Pemkab Kukar terus berupaya meningkatkan status desa yang tertinggal.

Zulkipli menilai, ada kendala mendasar dan umum di lingkup desa tertinggal. Satu di antaranya adalah belum maksimalnya peran bumdes yang diharapkan mampu mendorong ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ia kerap menemukan bumdes yang tak bisa menemukan potensi usaha yang tepat. Ditambah lagi, kurangnya pemahaman manajemen pelaksana. “Ada juga bumdes yang tidak aktif. Solusinya melatih manajemennya,” terang Zulkipli.

DPMD Kukar juga disebut telah sering memberikan pelatihan dan koordinasi bersama perangkat desa. Evaluasi berkala dengan panduan database IDM rutin diadakan. Zulkipli memaparkan, ada banyak solusi bumdes bisa berkembang. Desa bisa memaksimalkan bumdes di sektor pertanian, perkebunan, potensi wisata, dan bekerja sama dengan pihak ketiga.

Desa di Kukar yang masih berstatus tertinggal dan berkembang juga didorong berkolaborasi dengan program yang segera digulirkan bernama Bumdes Berbasis Kawasan.

Kepala Desa Tunjungan, Syamsudin, angkat bicara mengenai status tertinggal di desa yang ia pimpin. Menurutnya, banyak faktor yang memengaruhi, yang terutama adalah infrastruktur. Di desa tersebut tidak ada akses jalan sehingga terisolasi. Satu-satunya jalur keluar-masuk hanya aliran sungai. Tak ada pula aliran listrik 24 jam dari PLN.

Desa berpenduduk 1.030 jiwa ini bisa dicapai dari ibu kota kecamatan di Muara Kaman selama 40 menit melalui jalur sungai. Sementara bila dari ibu kota kabupaten, Tenggarong, kurang lebih tiga jam perjalanan. “Sekali jalan, warga mengeluarkan Rp 350 ribu hanya untuk ke ibu kota kecamatan,” jelas Syamsudin kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Rabu (13/10/2021).

Pada akhirnya, bumdes yang diharapkan berkembang untuk meningkatkan IDM tak berjalan optimal. Syamsudin mencontohkan, satu unit usaha bumdes menjual tabung gas elpiji 3 kilogram kepada warga. Usaha itu malah menjadi beban Bumdes. Biaya distribusi tabung gas dari Samarinda melebihi harga jual rata-rata karena masalah infrastruktur.

Kepala desa berharap, pemerintah dapat memerhatikan agar desa tersebut bisa keluar dari status tertinggal. Hanya dua hal yang ia minta untuk desa yang dihuni para nelayan ini; akses jalan dan aliran listrik 24 jam.

Camat Muara Kaman, Surya Agus, turut menguraikan persoalan kompleks yang menyebabkan tiga desa di wilayahnya masih tertinggal. Pertama, pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik. Kedua, beban ekonomi yang ditanggung warga masih di bawah standar pendapatan nasional. Ketiga, beberapa bumdes belum mampu memanfaatkan potensi desa ditambah manajemen yang terkesan belum bekerja maksimal. “Rata-rata bumdes di Muara Kaman belum maksimal pengelolaannya. Ini yang terus kami kawal,” jelasnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img