spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tolak Kenaikan Biaya Haji Jadi Rp 69 Juta, Fadli Zon : Sangat Tak Wajar!

JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengatakan usulan biaya kenaikan haji oleh Kemenag tak bijaksana. Ia menyoroti biaya yang ditanggung oleh jemaah senilai Rp 69,19 juta, lebih besar dari tahun lalu, yang sebesar Rp 39,8 juta per orang.

“Usulan Kementerian Agama (Kemenag) untuk menaikkan porsi pembiayaan yang ditanggung jamaah haji dalam besaran lebih dari 73 persen dibandingkan biaya tahun lalu sangatlah tak bijaksana dan menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji sebagaimana yang diamanatkan undang-undang,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Jumat (27/1/2023).

Fadli menjelaskan mengapa usulan kenaikan biaya haji dianggap tak wajar. Salah satunya terkait harga minyak dunia dan avtur yang cenderung turun dan stabil. Menurutnya, hal itu bisa berdampak ke biaya penerbangan.

“Secara umum, dalam catatan saya, ada beberapa alasan kenapa usulan itu sangat tidak wajar dan perlu ditolak,” tutur Fadli Zon.

“Selain itu, pemerintah Arab Saudi juga telah menyampaikan bahwa secara umum harga akomodasi haji tahun ini akan 30 persen lebih murah dibanding tahun lalu, saat masih berada di tengah pandemi sehingga, di tengah semua penurunan tersebut, jelas ada masalah tata kelola yang serius jika pemerintah justru menaikkan porsi biaya yang harus dibayarkan oleh jamaah haji Indonesia,” lanjutnya.

Fadli mengingatkan, dari kajian Direktorat Monitoring KPK terkait tiga titik rawan korupsi dana penyelenggaraan haji, yakni akomodasi, biaya konsumsi, dan juga biaya pengawasan. Dari temuan KPK, menurut dia, tiga celah dana tadi menimbulkan kerugian cukup besar bagi negara.

“Kerugian negara yang timbul dari tiga celah tadi cukup besar, mencapai Rp 160 miliar. Selain itu, ini yang paling serius, KPK juga menengarai penempatan dan investasi dana haji kita tidak optimal, sehingga perolehan nilai manfaat dana haji kita jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat,” ungkap politisi Partai Gerindra ini.

Menurutnya, seluruh jalur investasi dan penempatan dana haji diaudit khusus terlebih dahulu, termasuk audit khusus kepada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). Hal ini guna mengetahui posisi sustainabilitas pengelolaan dana haji Indonesia ke depan.

“Jangan sampai para jemaah kita, yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil, dengan dalih prinsip istitha’ah (kemampuan) berhaji, harus menanggung kesalahan tata kelola keuangan haji ini,” terangnya.

Fadli juga menyoroti biaya haji Indonesia yang lebih tinggi dari Malaysia. Padahal, katanya, jumlah jamaah haji Indonesia terbesar di dunia, jemaah reguler mencapai 203.320 orang.

“Biaya total ongkos naik haji di Malaysia dan Indonesia relatif sama, berada di limit Rp 100 juta. Namun biaya yang harus dibayarkan jemaah B40 (pendapatan 40 persen ke bawah) di Malaysia hanya Rp 38,59 juta. Sedangkan jemaah yang tergolong Bukan B40 juga hanya membayar Rp 45,62 juta. Sisanya ditanggung oleh lembaga Tabung Haji,” imbuhnya.

PENJELASAN KEMENAG

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan terkait usulan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M Rp 69 juta. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kemenag, Hilman Latief mengatakan usulan pemerintah tersebut telah dihitung secara proporsional.

Ia mengatakan komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) terdiri atas yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat (NM). Komposisi biaya tersebut menurut Kemenag telah dihitung secara lebih proporsional.

“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis,” kata Hilman Latief dikutip dari website Kemenag, Minggu (22/1).

Hilman menjelaskan, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai 2022 terus mengalami peningkatan.

Berikut ini perkembangan BPIH 2010-2022: (sumber data: Paparan BPKH pada Media Briefing, 19 Januari 2023)

  1. Tahun 2010: Nilai Manfaat 4,45 juta (13%): Bipih 30,05 juta (87%) = 34,50 juta
  2. Tahun 2011: Nilai Manfaat 7,31 juta (19%): Bipih 32,04 juta (81%) = 39,34 juta
  3. Tahun 2012: Nilai Manfaat 8,77 juta (19%): Bipih 37,16 juta (81%)= 45,93 juta
  4. Tahun 2013: Nilai Manfaat 14,11 juta (25%): Bipih 43 juta (75%)= 57,11 juta
  5. Tahun 2014: Nilai Manfaat 19,24 juta (32%): Bipih 40,03 juta (68%) = 59,27 juta
  6. Tahun 2015: Nilai Manfaat 24,07 juta (39%): Bipih 37,49 juta (61%) = 61,56 juta
  7. Tahun 2016: Nilai Manfaat 25,40 juta (42%): Bipih 34,60 juta (58%) = 60 juta
  8. Tahun 2017: Nilai Manfaat 26,90 juta (44%): Bipih 34,89 juta (56%) = 61,79 juta
  9. Tahun 2018: Nilai Manfaat 33,72 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 68,96 juta
  10. Tahun 2019: Nilai Manfaat 33,92 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 69,16 juta
  11. Tahun 2022: Nilai Manfaat 57,91 juta (59%): Bipih 39,89 juta (41%) = 97,79 juta
  12. Tahun 2023: Nilai Manfaat 29,70 juta (30%): Bipih 69,19 juta (70%) = 98,89 juta (usulan)

Hilman menjelaskan, dari data tersebut diketahui, pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat tersebut hanya 13%, sementara Bipih 87%.

Selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% pada 2011 dan 2012, sedangkan pada 2013 menjadi 25%, 32% pada 2014, pada 2015 nilai manfaat membesar menjadi 39%, pada 2016 membesar menjadi 42%, pada 2017 naik menjadi 44%, kemudian pada 2018 dan 2019 naik menjadi 49%.

Data tersebut terus berkembang karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan, dan nilai manfaat naik hingga 59%. “Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” jelasnya.

Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karena itu, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat. (dtc)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img