spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Stok Solar Subsidi Ditambah Truk Tetap Mengular, Diduga untuk Angkut Batu Bara Ilegal

Wajah laki-laki berinisial DS ini mulai kusut ketika truk-truk di depannya bergerak lambat. Mengenakan topi cokelat dan kaus merah, ia duduk dengan bosan di kabin depan dump truck putihnya. Pintu stasiun pengisian bahan bakar di Jalan Wolter Monginsidi, Tenggarong, Kutai Kartanegara, masih berbilang puluhan meter. Padahal, DS telah menginap di tepi jalan demi mendapatkan solar bersubsidi.

“Saya mengantre mulai tadi malam, jam satu subuh,” kata DS, seorang sopir truk, kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Jumat (15/10/2021) pagi. Lelaki yang tinggal di Tenggarong ini sudah 10 jam menunggu giliran mengisi bahan bakar. Jika tidak datang malam-malam, sambungnya, kemungkinan besar tidak akan kebagian solar.

“Saya pernah datang jam lima pagi. Tidak kebagian solar. Sudah ada puluhan truk yang mengantre. Mau tidak mau, harus bermalam,” keluhnya. Alhasil, DS mengaku banyak waktu yang terbuang. Belum lagi biaya untuk konsumsi seperti membeli kopi dan kudapan demi beberapa ratus liter solar bersubsidi. Sementara untuk pilihan membeli solar eceran yang lebih mahal, DS mengaku, hanya akan mempertipis penghasilannya.

Keterangan penting berikutnya disampaikan DS. Ia mengaku pernah mengangkut batu bara koridor alias tambang ilegal. Pekerjaan itu DS terima pada Agustus 2021. Seseorang memintanya mengantar batu bara dari Tenggarong menuju Sebulu.

“Sebenarnya jarang ikut koridoran. Enggak setiap hari dan kerjanya cuma malam hari. Saya untung tiga ratus ribu semalam,” tuturnya. DS juga mengaku pernah membeli solar di lokasi tambang ilegal tersebut. Harganya miring dibanding solar industri yaitu kurang dari Rp. 10.000 per liter. “Tidak tahu dari mana asal solar tersebut,” tutur DS yang kini melayani angkutan material untuk pembangunan jalan di Kukar.

IW, 43 tahun, adalah sopir truk yang juga mengantre di SPBU di Tenggarong. Ditemui setelah menginap semalam, IW turut mengakui pernah mengangkut batu bara koridor. “Tapi, saya kebanyakan membawa pasir dan tanah,” jelasnya.

Kami menelusuri informasi dari seorang petugas SPBU di Samarinda. Bahwasanya sejak dua bulan terakhir, seturut harga emas hitam yang membara, seringkali muncul rombongan truk Mitsubishi Colt atau truk PS mengantre solar bersubsidi. Kendaraan-kendaraan tersebut ditengarai melayani tambang ilegal di sekitar Samarinda.

Media ini mendatangi sebuah SPBU di Samarinda Utara, tepat di tepi jalan penghubung antarkota. Rombongan yang dimaksud tengah menunggu giliran mengisi bahan bakar. Di bak beberapa kendaraan, ada bercak hitam. Aroma belerang khas batu bara sedikit tercium.

Pengawas lapangan SPBU di Jalan PM Noor, Samarinda, Agus Wahyudi, memberikan keterangan. Ia mengatakan, kendaraan diesel yang paling banyak mengisi solar subsidi di SPBU tersebut adalah Mitsubishi Fuso dan truk PS. Dia tidak mengetahui persis mengenai muatan truk-truk tersebut. Akan tetapi, Agus membenarkan bahwa ada belasan truk PS dengan bekas emas hitam di bak. Truk tersebut berjalan dalam satu barisan.

“Terakhir itu, Selasa lalu (12 Agustus 2021). Sekitar 10-15 truk dalam satu barisan. Memang hanya bekas atau bercak (hitam), ya. Karena kalau membawa muatan (batu bara), pasti tidak kami layani sesuai regulasi SPBU,” terang Agus.

Di sisi lain, Agus mengatakan, stok solar bersubsidi sedang dibatasi. SPBU di Jalan PM Noor mendapatkan jatah sekitar 8 ribu liter per hari. Jumlah ini berkurang setengah dari sekitar 16 ribu liter sebelumnya. Akibatnya, pengisian solar beberapa jenis kendaraan dibatasi.

“Untuk truk Fuso, maksimal 150 liter. Kalau PS dan (Mitsubishi) L-300 boleh full,” imbuhnya. SPBU juga mengeluarkan kebijakan, pelayanan pengisian dimulai pukul 17.00 Wita. Aturan ini sehubungan panjangnya antrean kendaraan.

Situasi di Balikpapan

Antrean kendaraan bermesin diesel juga menjadi pemandangan umum di Balikpapan. Pada Jumat, 15 Oktober 2021, pukul 10.00-12.00 Wita, kaltimkece.id mendatangi empat SPBU di Kilometer 15 dan Kilometer 9 (Balikpapan Utara), SPBU Gunung Malang, dan SPBU Kebun Sayur. Semuanya punya antrean solar bersubsidi.

Di Jalan Soekarno Hatta, Kilometer 15, antrean solar dua arah sepanjang 1 kilometer. Sedangkan di Kilometer 9, antrean sekitar 300 meter. Sejumlah warung milik warga tertutup kendaraan berbadan besar. Pemandangan di tengah kota juga seragam. Di SPBU di Gunung Malang maupun di Kebun Sayur, antrean truk mencapai ratusan meter.

Camat Balikpapan Barat, Muhammad Arif Fadhilah mengaku, antrean tersebut mengganggu aktivitas warga. Jika tidak segera diatasi, ia khawatir, terjadi konflik horizontal. Camat Arif tidak mengetahui persis sejak kapan antrean ini. Yang pasti, sudah bertahun-tahun. Sebenarnya, kata dia, sudah ada solusi jitu yaitu jam khusus membeli bahan bakar minyak di SPBU. Khusus solar bersubsidi, hanya boleh malam hari. Entah apa sebabnya, ketentuan tersebut hilang.

“Kami masih berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi,” jelasnya.

Bayu Santoso, 36 tahun, adalah sopir truk yang mengantre di SPBU Kebun Sayur. Dia menyebutkan, satu dari antara penyebab antrean ini karena sistem pembayaran solar. Membeli solar di beberapa SPBU tidak lagi menggunakan uang tunai melainkan kartu nontunai. Masalahnya, kata dia, mesin transaksi sering rusak.

“Saya pernah bermalam cuma menunggu mesin itu baik,” kata Bayu yang tinggal di Kilometer 11, Karang Joang, Balikpapan Utara.

Penyaluran Lebihi Kuota

Unit Manager Communication dan CSR Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) Kalimantan, Susanto August Satria, mengatakan, Pertamina menyalurkan solar bersubsidi yaitu solar jenis bahan bakar tertentu (JBT) sesuai kuota yang ditetapkan regulator.

Pada September 2021, penyaluran solar JBT sebanyak 18.082 kiloliter dari kuota 17.3037 kiloliter di Kaltim. Sedangkan realisasi produk solar JBT untuk rentang Januari-September 2021 sebanyak 158.342 kiloliter dari kuota 157.489 kiloliter.

“Penyaluran melebihi kuota sebesar 1-2 persen,” kata Susanto seraya melanjutkan, “Jika ada SPBU yang tidak menyalurkan solar pada hari tertentu, lebih dikarenakan untuk menyesuaikan dengan kuota bulanan per SPBU.”

Solar JBT adalah BBM bersubsidi yang penggunaannya harus tepat sasaran untuk sektor-sektor tertentu. Susanto menambahkan, perlu pengawasan dari berbagai pihak.

Disinggung dugaan solar bersubsidi mengalir ke tambang ilegal, Susanto mengatakan, dalam aturan jelas tidak boleh. Bahkan tambang legal saja tidak boleh memakai solar JBT. “Apalagi yang ilegal, tambah-tambah tidak boleh,” kata dia. Sektor pertambangan harus menggunakan solar industri sebagaimana aturannya.

Susanto mengimbau, masyarakat segera melapor apabila menemukan adanya penyelewengan solar bersubsidi ke tambang ilegal. “Bisa didetailkan informasinya supaya bisa ditidaklanjuti. Atau, masyarakat bisa melapor ke call center Pertamina 135,” jelasnya.

Polda Akan Selidiki

Menjawab dugaan solar bersubsidi mengalir ke pertambangan ilegal, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Kepolisian Daerah Kaltim, Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo mengaku, belum mendapatkan informasi tersebut. Akan tetapi, dia menyatakan, Korps Bhayangkara akan menyelidiki dugaan tersebut.

“Mulai dari Pertamina sampai diperuntukkan kepada siapa, akan kami periksa melalui proses penyelidikan,” jelas Kombespol Yusuf, Kamis (14/10/2021).

Jika benar solar subsidi didistribusikan ke tambang liar, Yusuf memastikan, polisi menindak semua pihak yang terlibat. Termasuk apabila ada oknum yang bermain di situ. “Karena kalau itu terjadi, sudah menyalahi ketentuan Undang-Undang Minerba,” jelasnya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan bahwa kelangkaan solar yang diduga karena mengalir ke tambang ilegal adalah buah dari tidak berjalannya penegakan hukum. Masalahnya, operasi pertambangan tanpa izin sudah menjamur di seluruh Kaltim.

Menurutnya, kelangkaan solar bersubsidi adalah hal yang aneh. Saat ini, tidak banyak proyek skala besar yang sedang berjalan di Kaltim. Sementara untuk distribusi bahan pokok, tidak ada kenaikan signifikan dari tahun lalu yang bisa menyebabkan bertambahnya konsumsi solar bersubsidi.

“Sangat memprihatinkan jika benar solar bersubsidi jatah publik justru mengalir untuk mendukung operasi-operasi kejahatan seperti tambang ilegal,” tutur Rupang.

Jatam Kaltim juga menilai, Pemprov Kaltim telah gagal karena tidak mengadakan inspeksi mendadak secara rutin. Pemerintah harusnya turun tangan menelusuri aliran solar bersubsidi, demikian halnya kepolisian. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img