spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Samarinda Tertinggi, Wali Kota: Kami Akan Terus Edukasi

DARI total angka kasus kekerasan di Kaltim, Samarinda menempati posisi teratas. Kasus kekerasan paling banyak terjadi di Samarinda, yaitu 173 kasus. Menurut Fachmi Rozano, sebenarnya ini sudah mengalami penurunan. Menurut data DKP3A Kaltim, pada tahun 2019 di Samarinda tercatat 305 kasus dan pada 2020 ada 286 kasus. “Meski mengalami penurunan, namun Samarinda tetap yang tertinggi di Kaltim,” ujar Fachmi.

Dari total kasus di Samarinda, korban anak laki-laki sebanyak 26 orang, anak perempuan 77 orang, dan perempuan dewasa sebanyak 87 orang. Jadi total korban kekerasan di Samarinda sebanyak 190 orang. Perlu diketahui dalam setiap kasus, bisa menimbulkan lebih dari satu korban, sehingga angka kasus dan korban tidak sama.  “Di Samarinda yang paling banyak juga kasus kekerasan seksual terhadap anak,” tegasnya.

Sementara DP3A Kota Samarinda mempunyai data berbeda. Kepala Seksi Perlindungan khusus Anak DP3A Kota Samarinda, Sahidin Ahmad mengatakan, sampai November 2021, kasus yang tercatat di instansi sebanyak 127 kasus. Sedangkan sebelumnya, tahun 2020 tercatat 129 kasus kekerasan. Dari jumlah itu, 83 kasus di antaranya dialami anak-anak. Jenis kekerasan yang banyak yaitu kekerasan psikis (32 kasus) dan kekerasan seksual (16 kasus).

“Dalam periode ini kekerasan psikis, fisik, dan seksual yang terbanyak. Tapi itu terjadi tidak cuma di sini (Samarinda, Red.), kita lihat belakangan ini banyak terjadi di daerah lain, khususnya kasus kekerasan seksual pada anak dibawah umur,” terang Sahidin kepada Media Kaltim, Sabtu (11/12/2021).

Ia menjelaskan, instansinya terus melakukan upaya untuk menekan kasus kekerasan. Salah satunya dengan mensosialisasikan undang-undang dan produk hukum daerah tentang perlindungan anak. Selain itu, DP3A juga memberikan Pelatihan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Tujuannya, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat  terhadap perlindungan perempuan dan anak terhadap kekerasan.

“Dulu sangat minim sosialisasi tentang perlindungan anak. Sekarang masyarakat banyak yang sudah bisa melapor dan paham alur melakukan laporan,” terangnya kepada Media Kaltim. Kepedulian masyarakat terhadap kasus kekerasan tambahnya, memang harus terus ditingkatkan. Bila melihat dugaan kekerasan, masyarakat diharapkan responsif untuk melapor, baik kepada ketua RT setempat maupun kepada aparat penegak hukum.

“Kita harus ubah mindset masyarakat dari tidak peduli menjadi peduli. Apabila ada anak dipukuli orang tuanya, tidak bisa lagi tak ikut campur. Kita bisa turut andil dan peduli terhadap anak yang mengalami kekerasan. Contoh pada tahun 2018, ada anak umur 9 bulan meninggal, ternyata tetangganya hampir setiap hari melihat kekerasan yang dilakukan ibunya. Karena masyarakat tidak peduli akhirnya fatal,” jelasnya.

Sementara Wali Kota Samarinda Andi Harun menyatakan, akan melakukan penanganan kekerasan di sektor hulu. Pemkot Samarinda katanya, akan terus berupaya melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. “Kami terus melakukan upaya edukasi ke masyarakat bahwa apapun jenis kekerasan, apalagi kekerasan seksual terhadap anak itu, selain sebagai tindakan pidana, juga sebagai perbuatan yang sangat tercela,” tegasnya.

Dengan intensitas pembinaan katanya, akan menghasilkan masyarakat yang peduli dan mau melaporkan kasus kekerasan yang saksikan atau dialaminya. Dia juga berharap, pelaku kekerasan bisa dihukum berat sehingga menimbulkan efek jera dan angka kasus kekerasan bisa diminimalisasi. “Kami akan tingkatkan intensitas pembinaan agar jumlah kasus bisa terminimalisasi,” ujarnya kepada awak media, Sabtu (11/12/2021).  (vic/eky/mrs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti