spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rompi Oranye (Masih) Diminati Pejabat Kaltim

Dengan kondisi tangan terborgol dan mengenakan rompi oranye, Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) keluar dari gedung KPK, Jumat (14/1/2022) dini hari. Mengenakan “asesoris” serupa, rompi oranye dan terborgol, di belakang AGM membuntuti Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis, yang kecantikannya tertutup masker dan keangkeran rompi oranye KPK.

Keduanya lantas digiring ke rumah tahanan KPK yang berlokasi di belakang gedung, yang konon ditakuti para pengemplang uang negara itu. Takut? Belum tentu. Faktanya, sejak aturan outfit berupa rompi oranye bertuliskan “TAHANAN KPK” dan pemborgolan tahanan diberlakukan pada awal Januari 2019, sudah 3 bupati asal Kalimantan Timur diperkarakan  karena menerima suap dan gratifikasi.

Namun jika ditotal sejak tahun 2006, sudah 6 kepala daerah dari Benua Etam yang diperkarakan. Mereka adalah Gubernur Kaltim Suwarna Abdul Fattah, Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Syaukani Hasan Rais, Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar, putri kedua Syaukani sekaligus Bupati Kukar (2010-2015 dan 2016-2017) Rita Widyasari, Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar, dan terbaru, Abdul Gafur Mas’ud.

Karena proses penyidikan hingga persidangan terhadap Suwarna, Syaukani, dan Samsuri Aspar berlangsung dari tahun 2006 hingga 2010,  ketiganya tak pernah merasakan bagaimana malunya diborgol dan berpakaian tak seperti orang kebanyakan. Rita, Ismunandar, dan AGM-lah yang kemungkinan mengalami perasaan seperti itu.

Outfit khusus bagi tahanan muncul sekitar 8 tahun, setelah KPK mulai rajin melakukan penindakan terhadap penilep uang negara di tahun 2004. Aturan bertujuan sebagai penanda sekaligus memberikan efek jera bagi tersangka. Saat mulai diberlakukan pada 2012, penanda tersebut hanya berupa jaket putih lengan panjang berlogo KPK di dada kanan.

Setahun berselang, atau 24 Mei 2013, KPK merilis outfit edisi terbaru yang disebut lebih membuat malu mereka yang memakainya. Bentuknya tak lain dari rompi oranye, yang hingga kini sangat melekat sebagai penanda tahanan KPK. “Biar mencolok, agar tahu kalau ini  tahanannya KPK. Biar malu nanti,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto kala itu.

Kira-kira malu nggak ya mereka???

Sudah 6 Kepala Daerah Jadi Koleksi KPK

Dulu Lewat Kebijakan, Kini Minta Fee Langsung

Semenjak 2006, sudah puluhan warga Kaltim diperkarakan ke meja hijau oleh KPK. Latar belakangnya mulai dari yang tertinggi, gubernur, bupati, pimpinan-anggota DPRD, kepala dinas, pimpinan proyek, pengusaha, hingga warga biasa.

Sebelum terkuaknya kasus penyuapan yang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM), paling tidak ada 5 kepala atau wakil kepala daerah yang lebih dulu didakwa korupsi karena menerima suap atau menyelewengkan jabatan.

Menariknya, ada pergeseran modus korupsi yang dilakukan. Modus korupsi yang dilakukan Rita, Ismunandar, dan AGM nyaris sama. Ketiganya memerintahkan orang kepercayaan/bawahannya untuk mengutip sejumlah uang atau fee, dari rekanan/kontraktor yang mengerjakan proyek di daerah mereka.

Modus berbeda dilakukan pendahulu: Suwarna, Syaukani, dan Samsuri Aspar. Ketiganya terjerat korupsi karena menerbitkan kebijakan yang menguntungkan diri sendiri atau orang terdekatnya.  Berikut perjalanan kasus ke-6 kepala daerah tersebut:

SUWARNA AF

Kasus pertama di Kaltim yang dikuak KPK adalah, korupsi penerbitan izin pembukaan lahan kelapa sawit di Berau dan PPU untuk 11 perusahaan Surya Dumai Grup, yang melibatkan Gubernur Kaltim (1998-2006) Suwarna Abdul Fattah.

Gubernur purnawirawan mayor jenderal TNI ini, didakwa telah melanggar aturan Menteri Kehutanan bahwa luas hak pengelolaan perkebunan di satu provinsi yang didapat satu perusahaan, tak boleh lebih dari 20 ribu meter persegi.

Luas hak pengelolaan yang dikeluarkan izinnya oleh Suwarna malah mencapai 200 ribu meter persegi untuk satu perusahaan. Suwarna yang dinonaktifkan dari jabatan gubernur pada 8 Desember 2006 itu, akhirnya dinyatakan bersalah telah memperkaya orang lain dan dihukum selama 4 tahun penjara, berikut denda Rp 250 juta di tingkat kasasi.

SYAUKANI HR

Kasus korupsi kedua terjadi di daerah terkaya di Kaltim, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), dengan terdakwa Bupati Syaukani Hasan Rais, yang merupakan rival utama Suwarna di kancah politik Kaltim di era awal 2000. Pengungkapan kasus terhadap kepala daerah hasil pemilihan pilkada langsung pertama di Indonesia ini, penuh drama.

Menjelang ditetapkan sebagai tersangka 3 kasus korupsi yang merugikan negara Rp 15,36 miliar pada 18 Desember 2006, Syaukani tiba-tiba masuk rumah sakit di Kelapa Gading, Jakarta, dengan alasan menjalani perawatan syaraf terjepit. Alasan sakit ini terus diajukan hingga penyidik KPK menjemput paksa Kaning, panggilan Syaukani, untuk ditahan pada 16 Maret 2007.

Dakwaan korupsi studi kelayakan pembangunan bandara Kutai-Samarinda di Loa Kulu, pungutan dana taktis bupati dari bantuan sosial (bansos) dan penyimpangan dana bagi hasil minyak dan gas bumi dari pemerintah pusat, dinyatakan terbukti oleh Mahkamah Agung (MA), hingga membuat Kaning harus dipenjara selama 6 tahun. Upaya Peninjauan Kembali (PK) sempat ditempuh tapi tetap tak bisa mengubah isi putusan alias ditolak MA.

Di tengah menunggu putusan kasasi pada awal 2009, mantan Ketua DPD Golkar Kaltim itu terserang strok saat tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Akibatnya, fisik serta fungsi otak Syaukani tak lagi berfungsi normal, hingga segala aktivitasnya sangat tergantung orang lain.

Pertimbangan kesehatan ini lantas jadi dasar pihak keluarga untuk mengajukan grasi atau pengampunan ke Presiden Susilo Bambang Yuhoyono. Sebelum akhirnya grasi dikabulkan, untuk memastikan kondisi fisiknya bermasalah, beberapa menteri dan pejabat negara sempat membesuk Syaukani di rumah sakit.

SAMSURI ASPAR

Kasus ketiga membelit Samsuri Aspar, Wakil Bupati Kukar (2005-2006) yang sempat menjadi Plt Bupati Kukar periode 2006-2008, menggantikan Kaning yang terbelit kasus di KPK. Samsuri didakwa telah merugikan keuangan negara dengan modus mengeluarkan izin penggunaan bansos untuk dana operasional perjalanan dinas 37 anggota DPRD Kukar senilai Rp 24,7 miliar, atau masing-masing Rp 375 juta.

Modus lain, Samsuri mengeluarkan disposisi bagi pengadaan alat band yang diajukan tokoh pemuda Kukar, Boyke Andre Noriza. Dua anggota DPRD Kukar Setia Budi dan Khairudin ikut terseret kasus ini. Setia Budi yang disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta akhirnya dijatuhi hukuman 6 tahun penjara.

Sementara, Khairudin yang jadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Samarinda, sempat dihukum 4 tahun, namun kemudian dibebaskan setelah kasasi jaksa ditolak Mahkamah Agung.

RITA WIDYASARI

Hampir 9 tahun berselang dari kasus Samsuri Aspar, giliran Bupati Kukar Rita Widyasari yang kena jerat KPK. Rita yang tak lain dari putri kedua Syaukani ini, divonis 10 tahun penjara setelah terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 110,7 miliar. Dia juga didakwa menerima suap Rp 6 miliar, dari penerbitan izin lokasi perkebunan sawit yang diajukan pengusaha terkenal Samarinda, Hery Susanto Gun alias Abun.

Dalam kasus ini, Khairudin ikut menjadi terdakwa bersama Rita. Khairudin yang akhirnya divonis 9 tahun penjara, bersama 10 orang lainnya (tim 11) terbukti mengutip fee dari proyek fisik yang dikerjakan di beberapa dinas di lingkungan Pemkab Kukar.

Rita sempat mengajukan peninjauan kembali tapi ditolak. Untuk mengembalikan ratusan miliar rupiah uang yang diterima Rita tersebut, KPK saat ini terus menyidik kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

ISMUNANDAR

Karier politik Bupati Kutim periode 2016-2021 ini berakhir setelah kena OTT pada 2 Juli  2020 di sebuah restoran di Senayan Jakarta bersama istrinya, Encek UR Firgasih yang merupakan Ketua DPRD Kutim. OTT yang dilakukan KPK kala itu berlangsung di 3 kota, Jakarta, Samarinda, dan Sangatta.

Sebanyak 11 orang sempat dibawa ke Jakarta untuk diinterogasi, tapi setelah diperiksa mendalam akhirnya diputuskan 7 orang layak diminta pertanggungjawaban secara hukum. Selain Ismunandar dan Encek, tersangka lain adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Kutim, Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Aswandini. Dua lain rekanan proyek bernama Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

Mereka dijerat pasal korupsi karena menerima suap dan gratifikasi puluhan miliar dari proyek infrastruktur yang dikerjakan di lingkungan Pemkab Kutim periode 2019-2020. Karena masih kondisi pandemi, persidangan akhirnya digelar secara virtual di Tipikor Samarinda, sedangkan para terdakwa berada di Jakarta.

Atas kesalahannya, Ismunandar diganjar hukuman 7 tahun penjara serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 27,4 miliar berikut denda Rp 500 juta. Sedangkan sang istri, Encek divonis 6 tahun berikut membayar uang pengganti Rp 629 juta ditambah denda Rp 300 juta.

ABDUL GAFUR MAS’UD

Seperti dilakukan Rita dan Ismunandar, AGM juga memerintahkan orang terdekatnya untuk mengutip fee dari proyek atau perizinan yang dilaksanakan di wilayahnya. Dari OTT yang digelar di sebuah mal di Jakarta Selatan itu, uang diduga hasil suap senilai Rp 1,447 miliar disita penyidik.

Selain Abdul Gafur dan Nur Afifah, KPK juga menjerat Plt Sekda PPU Muliadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Jusman, dan pihak swasta selaku pemberi suap, Achmad Zuhdi alias Yudi. (red)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img