spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Reza Janji Carikan Solusi, Petani Kukar Terbelit Masalah Tengkulak dan Batu Bara

SAMARINDA – Anggota DPRD Kaltim dari daerah pemilihan Kutai Kartanegara, Achmed Reza Fachlevi, meninjau langsung kondisi sawah petani di Dusun Sidorejo, Minggu (25/7). Dari hasil kunjungan, Reza mengaku prihatin dengan nasib petani yang menurutnya kini diabaikan.

Keprihatinan Reza berawal dari penggilingan padi atau Rice Processing Unit/RPU  milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) di Tenggarong Seberang, yang mulanya disiapkan untuk menampung gabah kering hasil panen petani.

Belakangan muncul pengakuan, gabah kering dari petani sulit diterima RPU, karena dinilai tidak memenuhi standar gabah yang ditetapkan RPU di yang ada Desa Karang Tunggal itu.

RPU yang diresmikan sejak 2002 silam itu, dirancang mampu memproduksi beras yang dipasok dari sejumlah kecamatan di Kukar, seperti Tenggarong Seberang, Sebulu, dan Muara Kaman. Sayangnya, sejak 2007, petani di Kukar belum menikmati fasilitas RPU tersebut.

Pengakuan itu dilontarkan 4 kelompok tani di Dusun Sidorejo Kecamatan Sebulu. “Gabah kami tidak diterima di RPU karena dianggap belum kering atau belum sesuai. Padahal kalau kami jemur selama dua sampai tiga hari, gabah sudah kering dan bisa dijual,” ungkap Sumarmo, salah seorang anggota Kelompok Tani Mekar Sari.

Sumarmo mengaku heran dengan standar gabah kering yang ditetapkan RPU. Pasalnya, tingkat kekeringan gabah yang diminta pengelola RPU sulit diukur petani. Dengan situasi demikian, Sumarmo dan anggota kelompok tani  terpaksa menjual gabah ke tengkulak yang harganya sangat murah.

Dari informasi petani, lanjut Reza, diketahui gabah kering dijual dengan harga Rp 4.000 hinga Rp 6.000 per kilo gramnya. Padahal biaya tanam per hektarenya sekitar enam juta rupiah.

Disebutkan pula, di Dusun Sidorejo  terdapat 4 kelompok tani yang masing-masing beranggotakan 38 orang. Mereka menggarap sawah seluas 297 hektare yang ditanami empat jenis padi. Areal sawah tadah hujan itu ditanami jenis padi 64, Mikongga, Padi Wangi dan Inpari.

Sumarmo menyebut, setiap kali panen, sawah mereka menghasilkan gabah kering 3,5 sampai 4 ton per hektarenya. Tidak cukup hanya saat musim panen, Sumarmo dan rekan-rekannya juga menghadapi masalah manakala saat musim tanam tiba.

“Karena sawah tadah hujan, kalau tidak ada air ya repot nanamnya. Caranya pakai pompa tapi kalau air di sungai tidak kering. Karena di sini tidak ada bendungan untuk mengairi sawah,” beber Sumarmo.

Masalah lain, lanjut Sumarmo, mereka sering diminta untuk melepas sawah garapannya dengan iming-iming uang tunai dari para pengusaha batu bara. Ketimbang bertani yang tidak jelas kelangsungannya, sejumlah warga memilih melepaskan sawahnya untuk ditambang.

Saat berkunjung ke Desa Manunggal Daya, Kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Sejumlah warga meminta Reza untuk memperjuangkan bantuan  traktor, rotary dan pembangunan dam untuk mengairi sawah.

Reza memastikan akan menyampaikan semua permasalahan ini ke Dinas Pertanian. Yang pasti, tegas dia, sawah petani harus dilindungi dan dipertahankan, karena merupakan program pemerintah yang terus dikawal DPRD.

Politisi Gerindra ini memastikan akan mencarikan solusi segala permasalahan yang dialami para petani di dapilnya tersebut. “Masalah ini segera diselesaikan, pertanian ini masalah mendesak,” pungkas Reza (adv)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img