spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Populasi Orangutan Terancam Akibat Alih Fungsi Lahan

Perayaan hari orangutan sedunia kali ini justru membuka tabir permasalahan yang kerap terjadi Kaltim. Hewan dengan nama latin Pongo Pygmaeus Morio yang hidup di provinsi ini mengalami ancaman serius. Mulai populasi yang terancam akibat alih fungsi lahan, juga kerap berkonflik di pemukiman warga. Pemerintah diharapkan merealisasikan kawasan pelestarian baru.

Manajer Perlindungan Habitat Orangutan dari COP, Arif Hadiwijaya, menjelaskan kebutuhan ruang untuk pembangunan wilayah perkebunan skala besar, pertambangan, hutan industri serta infrastruktur menyebabkan adanya alih fungsi lahan. Walhasil, berdampak pada tekanan populasi orangutan. “Ini sebagai akibat dari habitat orangutan yang hilang,” terang dia melalui keterangan tertulis, Kamis 19 Agustus 2021.

Selain itu, kata dia, orangutan di provinsi ini kerap berada di luar kawasan lindung. Berdasarkan catatan Center Orangutan Protection (COP), sebanyak 36 kasus orangutan yang muncul ke wilayah kegiatan manusia periode 2020-2021. Mulai dari daerah pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, pemukiman masyarakat serta pinggir jalan di provinsi ini.

Arif berpendapat, tingginya konflik di wilayah Kalimantan Timur sudah sepatutnya menjadi perhatian oleh berbagai pihak. Utamanya yang memiliki berkepentingan dalam konservasi orangutan. COP, kata dia, berupaya keras untuk memberikan kesempatan kedua bagi keberlangsungan hidup orangutan.

Kurun waktu setahun, Centre for Orangutan Protection tengah berupaya memetakan dan mengusulkan wilayah baru yang masih memiliki tutupan hutan yang cukup baik. Hal ini sebagai salah satu upaya menjaga populasi seturut menyempitnya habitat Orangutan Kalimantan.

“COP membutuhkan dukungan dari berbagai pihak khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dapat segera merealisasikan rencana kawasan pelepasliaran yang baru,” kata dia.

“Agar konflik-konflik orangutan yang terjadi dapat diminimalisir serta pembangunan dapat selaras dengan upaya konservasi orangutan dan habitatnya.”

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Ivan Yusfi Noor, membenarkan hal tersebut. Menurutnya, konflik dengan manusia serta berkurangnya habitat orangutan yang terjadi di Kalimantan. Termasuk yang terjadi di Bumi Mulawarman ini.

KONFLIK DENGAN WARGA KIAN BERTAMBAH
Ivan menjelaskan, akhir-akhir ini konflik orangutan dengan manusia memang bertambah. Meski tidak menyebutkan secara pasti angka penambahan itu, menurutnya, hal ini terjadi alih fungsi lahan.

“Kalau konflik cenderung bertambah, makin banyak perkebunan makin meluas sawit, pertambangan juga dari arela semacam ini karena berada di daerah habitat orangutan otomatis orangutan terganggu dan konflik dengan manusia,” kata dia. “Otomatis orangutan terganggu dan konflik dengan manusia,” sambung Ivan.

Ivan mengatakan, konflik ini beragam, meski tidak secara langsung, orangutan kerap masuk ke pemukiman warga kawasan perkebunan serta areal pertambangan. Sebenarnya, kata Ivan, beberapa areal itu menyediakan tempat konservasi khusus untuk orangutan. Kendati demikian, banyaknya orangutan yang tidak sebanding dengan luasan menyebabkan konflik.”Karena tidak cukup tadi muncul konflik, masuk ke kebun Perkampungan, hingga disebut hama, dan sebagainya itu,” sebutnya.

Ia pun menyadari, sejauh ini Kaltim hanya memiliki satu kawasan konservasi orangutan. Yakni berada di daerah Taman Nasional Kutai. “Sehingga, praktis kita sebut orangutan relatif terjaga di Taman Nasional Kutai.”

Sisanya, kata dia, ada hutan dengan fungsi lain. Di antaranya hutan produksi dan lindung. Di daerah ini menurutnya kerap muncul konflik, termasuk dengan manusia. “Hutan secara status ya, walaupun secara fisik ada. Di kedua macam tipe ini orang utan ada dan muncul konflik,” pungkasnya.

UPAYA PENANGANAN
Munculnya konflik tersebut, upaya pertama yang dilakukan BKSDA adalah melakukan rescue. Maksudnya, dengan cara mengambil lalu memindahkan tempat yang layak, termasuk Taman Nasional Kutai. Modusnya pun beragam, jika orangutan dipelihara, makan akan diminta ke masyarakat. Selain itu, jika diperdagangkan, maka akan melakukan mekanisme hukum.”Setelah itu nanti direhabilitasi dulu untuk di cek,” jelas Ivan.

“Ada banyak tempat rehabilitasi, di Berau dan Kukar ada dua. Hasil rescue yang ditemukan cedera, itu kita masukan rehabilitasi untuk di lepas siaran langsung dibagikan di hutan.”

Ivan menjelaskan beberapa permasalahan hutan yang ada di Kaltim. Menurutnya, masih banyak hutan di provinsi ini yang tidak terlindungi dalam konteks konservasi. Sehingga dilakukan beberapa upaya secara bertahap.

Salah satu yang di contohnya Ivan ialah yang ada di Taman Nasional Hutan Wehea. Daerah itu sebenarnya bukan daerah konservasi. Namun, terdapat kerjasama dengan pemerintah ditetapkan sebagai daerah pelepasliaran baru. Selain itu juga ada di daerah Sungai Kalen yang dimiliki oleh Borneo Orangutan Survival (BOS).

Ivan juga mengatakan, ada beberapa daerah yang mengusulkan beberapa daerah pelepasliaran baru untuk menjaga habitat orangutan. Upaya itu tengah dilakukan secara bersama, baik pemerintah serta organisasi nonprofit.

“Ada upaya-upaya itu, Izin Pemanfaatan Hutan Produksi tapi khusus untuk restorasi ekosistem yang tujuannya untuk pelepasliaran orangutan.

“Jadi kita punya kawasan khusus orangutan kayak di Taman Nasional Kutai. Kawasan esensial yang kayak Wehea yang sudah jadi. Kita juga punya izin konsesi untuk restorasi satu yang sudah jadi di sekitar Sungai Kelen,” tandasnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img