spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Polisi Belum Punya Data, Gubernur Takut Fitnah, Penindakan Pelaku Illegal Mining Belum Jelas

Kaltim disebut tengah diserbu ‘pandemi’ tambang batu bara ilegal atau tambang koridor. Aktivitas tanpa izin baik di luar maupun di dalam konsesi pertambangan ini ditengarai berlangsung di Samarinda, Kutai Kartanegara, hingga Berau. Penegakan hukum terhadap pencuri sumber daya alam Kaltim ini pun dinanti-nanti.

Kewenangan penegakan hukum dari aktivitas pidana ini ada di kepolisian. Untuk itu, kaltimkece.id secara khusus menemui Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Kepolisian Daerah Kaltim, Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo, di Balikpapan pada Kamis, 14 Oktober 2021.

Polda memastikan bahwa pertambangan ilegal merupakan delik umum. Dengan demikian, penegak hukum bisa bergerak tanpa harus ada laporan. Walaupun demikian, Polda Kaltim berharap masyarakat turut berperan mengungkap praktik tambang liar. Laporan dari masyarakat diyakini dapat membantu kinerja polisi. Dengan begitu, masalah tambang ilegal bisa cepat diatasi.

“Kami juga perlu berkomunikasi lebih lanjut mengenai pertambangan ilegal ini. Kami harus menyelidiki dan memeriksa terlebih dahulu,” jelas Kombes Pol Yusuf Sutejo. “Sejauh ini, saya belum mendapatkan data yang akurat. Jadi, tolong bersabar, ya,” sambungnya.

Polda Kaltim, tambah Kombes Pol Yusuf Sutejo, sejauh ini berupaya mengumpulkan data-data mengenai tambang ilegal di Kaltim. Disinggung mengenai jumlah tambang batu bara ilegal yang tengah diselidiki maupun yang sudah ditangani, perwira melati tiga ini mengatakan, masih berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim.

“Kalaupun ada (pertambangan ilegal), statusnya masih dalam penyelidikan,” jelasnya.

kaltimkece.id juga menginformasikan dugaan adanya “biaya koordinasi” dari operasi tambang ilegal. Informasi ini disampaikan sumber kaltimkece.id yang pernah terjun di bisnis tersebut. Biaya koordinasi disebut bervariasi antara Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu per ton batu bara yang diproduksi. Sumber tersebut mengaku, terlalu riskan jika peruntukan biaya ini dibeberkan seluruhnya.

Menanggapi informasi tersebut, Kombes Pol Yusuf Sutejo meminta, dugaan tersebut dibuktikan. Apabila ada oknum yang menerimanya, harus dijelaskan dan diungkap secara gamblang berikut alat bukti. Jika benar demikian, Korps Bhayangkara tentu menindaklanjuti.

“Kami tidak pandang bulu. Semua akan ditindak sesuai hukum jika melanggar peraturan,” tegasnya.

Pernyataan Gubernur

Selasa, 12 Oktober 2021, kaltimkece.id kembali mewawancarai Gubernur Kaltim Isran Noor. Pertanyaan ini adalah kali kesekian yang diajukan kepada Isran. Dan untuk kali kesekian pula, Isran menyatakan, provinsi tidak punya kewenangan setelah perizinan pertambangan ditarik pemerintah pusat. Pemprov pun tidak bisa mengendalikan maupun mengawasi aktivitas pertambangan batu bara.

“Pemerintah daerah hanya dapat mengendalikan pertambangan yang sejak awal ada izinnya,” terang mantan Bupati Kutai Timur ini.

Lantas, apakah tidak ada upaya pemprov seperti berkoordinasi dengan Polda Kaltim? Dampak dari pertambangan ilegal telah merugikan masyarakat Kaltim. Mulai lingkungan yang rusak, banjir, hingga jalan-jalan umum yang dilewati hauling?

Isran menjawab, “Untuk apa berkomunikasi dengan Polda? Makanya sekarang, kalau kami melaporkan (tambang ilegal) ternyata ada izin, fitnah jadinya.”

Gubernur melanjutkan, pemprov bisa mengawasi apabila izin pertambangan berasal dari pemerintah daerah. Akan tetapi, kewenangannya sekarang di tangan pemerintah pusat. Pemprov tidak bisa melaporkan orang seenaknya. Isran hanya mengatakan bahwa menambang secara ilegal adalah hak para pelaku.

“Saya menilai, menambang (ilegal) itu hak mereka. Kalau kewajiban, bukan mereka yang mengatur, ada pada pemerintah,” sebutnya.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, berpendapat lain. Menurutnya, pemerintah daerah bisa berbuat lebih banyak yakni mengawasi dan melaporkan tambang ilegal. Rupang menilai, pemerintah daerah tak punya gagasan dan terobosan yang berani untuk mengakhiri maraknya pertambangan ilegal. Kepala daerah tidak memberikan arahan kepada bawahan untuk menjaga wilayah dari aktivitas tambang ilegal.

Menanggapi peran serta warga, Jatam Kaltim menyatakan, telah melaporkan empat kasus tambang ilegal di Kaltim tahun ini. Terakhir, penggalian liar di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Samarinda Utara. Rupang menilai bahwa inisiatif penegak hukum masih minim untuk mengusut aktivitas ini.

“Faktanya, pertambangan ilegal jelas terlihat dan sudah menjamur. Seharusnya ini menjadi pekerjaan rumah. Tidak hanya gubernur, pemerintah pusat harus punya komitmen kuat untuk penegakan hukumnya,” saran Rupang.

Lagi pula, negara maupun masyarakat telah dirugikan praktik tersebut. Tambang ilegal disebut menyebabkan kerusakan alam karena tidak ada reklamasi dan kegiatan pascatambang. Sementara tanpa rencana kerja dan anggaran biaya selayaknya perusahaan sah, tidak dapat diketahui luas bukaan lahan dan angka produksi dari penggalian liar. Negara akhirnya dirugikan karena tidak menerima iuran produksi maupun royalti batu bara. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img