spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pengamat Ekonomi Unmul Kritisi Program Makan Gratis Prabowo-Gibran

SAMARINDA – Purwadi Purwoharjo, seorang Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, menyoroti program Prabowo-Gibran yang berencana memberikan makan siang gratis kepada siswa SD, SMP, dan SMA di seluruh Indonesia. Purwadi, dalam kritiknya, menunjukkan kekhawatirannya terkait sumber dana untuk program tersebut.

Diketahui Prabowo-Gibran belum resmi menjadi presiden dan wakil presiden, tapi hingga saat ini program makan gratis yang menjadi unggulan pasangan 02 ini ramai diperbincangkan, apa lagi dari perhitungan KPU soal perolehan suara presiden dan wakil presiden Hingga Kamis (29/2/2024) pukul 07:00 WIB, 77,79% dari 823.236 data suara terbanyak masih diperoleh oleh pasangan Prabowo-Gibran dengan Prabowo-Gibran tercatat mengumpulkan 75.371.580 suara atau 58,83%.

Awalnya, Purwadi menyoroti niat awal program ini yang berencana mengambil dana dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang sedang ditinjau ulang karena masalah ketidakakuratan sasarannya. Namun, belakangan, rencana mengambil dana dari Bantuan Operasi Sekolah (BOS) di sekolah-sekolah.

Purwadi mengecam ketidakpastian sumber dana, dan mempertanyakan keamanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlebih lagi kekhawatiran terhadap beban pajak yang mungkin meningkat jika program ini dipaksakan.

BACA JUGA :  Soal Larangan Ekspor Batu Bara, Isran Sebut Kebijakan Tidak Terencana

“Awalnya mau ambil dana dari subsidi bbm yang akan ditinjau ulang karena katanya subsidi bbm selama ini banyak salah sasarannya, Sekarang mau ambil dana BOS yang di sekolah-sekolah. Rupanya takut ambil dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) eh dana BOS anak-anak sekolah mau dipakai untuk makan gratis,” ujarnya.

Ia menilai rencana menggunakan dana BOS sebagai sumber pembiayaan makan gratis bisa menimbulkan masalah. Dalam pandangannya, lebih bijak untuk tidak memaksa penggunaan dana tersebut tanpa memastikan keamanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Purwadi mengingatkan bahwa memaksa implementasi program ini tanpa pertimbangan matang dapat mengakibatkan beban pajak meningkat dan kenaikan harga, terutama saat ekonomi dan daya beli masyarakat masih belum pulih sepenuhnya.

“Cek dulu APBN kita apakah masih aman jika emang enggak ada celah dananya jangan dipaksain deh nanti ujung-ujungnya rakyat juga yang bisa kena beban berat dikejar pajak naik, harga-harga naik sementara ekonomi masih belum pulih sepenuhnya lho. Ekonomi dan daya beli masyarakat belum benar pulih,” tukasnya

BACA JUGA :  Soal Warga yang Datangi Kantor Gubernur, Ivan: Minta Difasilitasi Pasien Covid Dapat Rumah Sakit

Selain itu, Purwadi menyoroti risiko pengurangan alokasi dana Bos yang selama ini mendukung sekolah-sekolah di Indonesia. Ia menekankan pentingnya perhitungan yang matang agar program makan gratis tidak mengganggu dukungan finansial yang sudah ada. Dalam kritiknya, Purwadi mencapai tingkat kehati-hatian, mengingat dampak potensial terhadap keuangan negara.

Purwadi juga mencermati janji program yang terkesan “tambal sulam” dan mengingatkan agar pertimbangan sumber dana lebih teliti. Ia menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap wacana mengambil dana subsidi BBM, memperingatkan bahwa hal tersebut bisa menambah utang negara. Purwadi menyoroti pentingnya kebijakan yang tidak hanya menarik perhatian dengan janji, tetapi juga mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

Dalam penutup kritiknya, Purwadi mencatat kemungkinan terakhir program makan gratis batal karena ketersediaan beras yang tidak mencukupi, mengingat potensi sulitnya impor beras ke Indonesia.

Purwadi juga menyoroti perbedaan harga kebutuhan pokok di setiap daerah, khususnya di Kalimantan dan Papua, sebagai elemen yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan program makan gratis nasional.

“Satu lagi kesalahan cara ukur dan cara hitung besaran biaya makan gratis dipukul rata se Indonesia padahal setiap daerah harga kebutuhan pokok berbeda-beda terutama di daerah Kalimantan dan Papua kondisi di tiap daerah beda-beda lho. Kalau Rp15 ribu di Samarinda dapet lalapan saja,” jelas akademisi dan Dosen Unmul ini.

BACA JUGA :  Pendaftaran Ditutup, Tak Ada Calon Independen untuk Pilgub Kaltim

Ia menyimpulkan bahwa janji politik tanpa pertimbangan yang matang dapat mengecewakan rakyat Indonesia.

Penulis : Hanafi
Editor : Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img