TENGGARONG – Beberapa faktor penyebab terjadinya banjir di sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terjadi beberapa waktu lalu, salah satunya faktor historis. Seperti yang disampaikan oleh Kepala BWS Kalimantan IV Samarinda, Harya Muldianto.
Banjir tahunan ini kembali terjadi di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), tepatnya di Desa Pamaluan pada 17-18 Maret lalu, yang masuk di Ring II IKN. Atau masih di luar Kawasan Inti pusat Pemerintahan (KIPP).
Tetapi ia menyebut ada setidaknya 3 tahap dalam hal penanganannya. Yakni jangka pendek, menengah dan panjang. Terlebih permasalahan banjir di Kecamatan Sepaku pada 17 Maret 2023 lalu, bukan hal yang baru. Namun sudah ada sejak sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan lokasi Ibu Kota dari DKI Jakarta ke kawasan Kaltim. Yakni sebagian Kukar dan PPU.
“Banjir di sana terjadi setiap tahun dan sudah sejak lama terjadi karena ada di dataran rendah,” sebut Harya Muldianto, Sabtu (25/3/2023).
Namun ia menambahkan, struktur daya dukung tanah dan air Kaltim yang cukup memadai jadi salah satu hal penetapan kawasan Kaltim menjadi IKN. Sehingga Dirjen Sumber Daya Air pun mendapatkan tugas penting, yakni menyiapkan infrastruktur dasar dalam mengelola sumber daya air agar berkelanjutan.
“Adapun 3 program yang dikerjakan untuk mendukung IKN yakni pembangunan bendungan sepaku semoi, penyediaan air baku melalui intake, dan pengendalian banjir DAS Sanggai,” lanjutnya.
IKN pun dikatakan Harya, kawasannya nanti dikonsep agar tidak digenangi banjir hingga 100 tahun ke depan. Antara lain dengan pembangunan sejumlah bendungan, embung, beberapa intake, dan penanaman pohon endemik untuk menyerap air ketika terjadi hujan.
Selain itu juga melakukan pengelolaan 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di dalam kawasan IKN. Yakni DAS Sanggai sepanjang 891,8 km2, DAS Samboja sepanjang 550,4 km2, DAS Dondang sepanjang 563,6 km2, DAS Mahakam sepanjang 512 km2, DAS Wain sepanjang 30,4 km2. Terakhir DAS Riko yang diketahui sepanjang 13,2 km2.
Sementara di Kecamatan Sepaku yang tergenang banjir, masuk dalam DAS Sanggai. Di mana memiliki tujuh sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan. Masing-masing Sepaku, Semoi, Palamuan, Baruangin, Sungai Trunen, Semuntai, Sanggai. Tiga sungai terakhir, mengalir dan melalui daerah yang masuk dalam KIPP.
“Genangan banjir terjadi pada daerah paparan banjir yang telah dihuni penduduk dan beberapa kawasan di pinggir jalan provinsi karena terbatasnya kapasitas gorong-gorong, penyempitan saluran, dan tidak adanya saluran drainase yang memadai,” jelasnya.
Sementara jika dilihat dari topografi, lokasi KIPP merupakan daerah berbukit. Sementara untuk bagian hilirnya relatif datar berupa kawasan rawa. Sehingga banjir selalu terjadi berulang di tempat yang sama, karena beberapa kondisi topografi yang bergelombang. Serta ada bangunan yang masuk pada badan sungai, serta tingginya sedimentasi akibat pembukaan lahan di hulu.
“Selain pemukiman penduduk, yang menjadi perhatian adalah akses jalan nasional dari Samboja menuju Sepaku yang juga berpotensi terendam banjir,” pungkasnya. (afi)