spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pecelnya Mas Perri

Catatan Rizal Effendi

SAYA sudah dua kali mampir ke warung Nasi Pecel Mas Perri. Kunjungan saya kedua, Minggu (22/10) siang, setelah  menghadiri undangan resepsi pernikahan. Saya bilang ke Vibra, anak muda yang menemani saya, kita makan nasi pecel di Mas Perri saja. Cita rasanya cocok dengan lidah saya.

Lokasi Nasi Pecel Mas Perri di Jl Praja Bakti 61. Tepatnya di belakang Kantor Dinas PUPR Balikpapan. Tak jauh dari Dome. Suasana warungnya diseting Mas Perri seperti Warung Kopi Klotok di Kaliurang, Yogyakarta. Suasananya khas Jawa dan sebagian pengunjung menikmati makan di bawah pohon. Ada pohon ketapang, pohon pisang kipas, bambu, dan kelapa sawit.

Warung Kopi Klotok sudah terkenal sampai ke Istana Negara. Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden Jokowi sudah pernah singgah di sana. Saya lihat fotonya dipajang di dalam warung bersama sejumlah artis terkenal.

Tapi Warung Kopi Klotok menu utamanya bukan nasi pecel. Sayur lodeh. Ada lodeh tempe, lodeh terong, dan lainnya. Orang boleh ambil sendiri sepuasnya. Menu utama lainnya ya Kopi Klotok plus pisang goreng. Makannya sambil melihat hamparan sawah yang menguning.

Kopi klotok itu adalah cara pembuatan kopi secara tradisional di Jawa. Kopi tidak diseduh. Tapi direbus dalam panci di atas tungku arang sehingga mengeluarkan bunyi klotok-klotok ketika mendidih. Karena itu namanya Kopi Klotok. Kata orang, cara ini mirip pembuatan kopi tradisional di Turki.

Di Mas Perri juga ada pisang goreng. Bahkan tak jarang ada cempedak goreng kesukaan saya.  “Ya itu musiman kalau lagi ada,” jelasnya. Pisang goreng di Mas Perri ada bumbunya. Enak juga. Kebiasaan saya orang Banjar, zaman dulu menikmati pisang goreng dengan mentega dan gula pasir.

Juga agak lain di Nasi Pecel Mas Perri soal minuman yang ditawarkan. Misalnya ada es strup jadul dan strup susu.  Minuman lain ada “Es Coklat Selamat Pagi.”

Kemarin, maunya saya santai saja. Tapi sebagian pelanggan Mas Perri tetap kenal saya. Ada yang minta foto. “Saya pendukung Pak Rizal,” katanya tersenyum. Alhamdulillah. Kebetulan saya lagi nyaleg lewat Nasdem. No 7 di kursi DPR RI. Istri saya, Bunda Arita untuk DPRD Kaltim No 3.

Saya juga bertemu Asisten 1 Pemkot Balikpapan Drs Zulkifli yang datang bersama anak istrinya. Dia ternyata juga penggemar Nasi Pecel Mas Perri. Kalau hari kerja, banyak staf di PUPR, BPBD, Perizinan dan PDAM yang datang ke situ.

Ketika saya menikmati pecelnya plus peye dan telur dadar, Mas Perri lagi memutarkan lagu Walang Kekek. Penyanyinya Waldjinah, “Ratu Keroncong” yang lahir di Surakarta, 7 November 1945. Dia masih hidup. Berarti usianya 78 tahun. Saya bilang ke Vibra, anak muda sekarang pasti tidak tahu. Waldjinah itu hebat. Penyanyi langgam Jawa. Cantik pada zamannya. Bisa mengalahkan Dwi Persik.

Syukurnya anak muda sekarang termasuk di Balikpapan lagi keranjingan lagu Jawa. Terutama koplo dan campur sari. Konser Happy Asmara di Kilang Mandiri beberapa waktu lalu dijejali ribuan anak muda. Penampilan Denny Caknan juga mendapat panggung meriah. Saya kaget anak muda di kota ini bisa mengiringi lagu-lagu Jawa yang dibawakan Denny.

Happy Asmara dengan Denny Caknan pernah pacaran selama 3 tahun. Tapi hubungan itu tak nyambung lagi di akhir tahun 2022. Denny malah menikah dengan Bella Bonita. Waktu  cinta mereka bersemi, para fansnya disebut “Pastenan.” Gabungan dari Pasukan Happy Asmara Sejati (Pashati) dengan Tenanan (Teman Caknan).

Saya tidak tahu apakah lagu-lagu Jawa Denny Caknan di antaranya “Cundamani, Jajalen Aku” dan “Kalih Welasku” pernah diputar di warung Mas Perri? Tapi yang pasti makan nasi pecel itu lebih pas diiringi lagu-lagu langgam Jawa yang melankolis. Nah, itu banyak dibawakan Waldjinah di zamannya.

DIKIRIM DARI MOJOSARI

Menurut Mas Perri, warungnya sudah dibuka beberapa bulan lalu. Dia tak menyangka langsung viral. Mulai menjelang siang sampai pukul 21.00 malam selalu penuh. Banyak yang memuji menunya cocok dan sesuai selera. “Alhamdulillah bisa diterima masyarakat,” ujarnya.

Mas Perri bersama istrinya bahu membahu untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Yang tidak gampang, katanya, soal bumbu nasi pecelnya. Sebab, sampai saat ini tidak dibuat di Balikpapan. Tapi dibuatkan ibunya yang tinggal di Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. “Hampir dua hari sekali dikirim lewat kapal. Kalau mendesak terpaksa naik pesawat,” jelasnya.

Kenapa dibuat di sana? Ternyata berkaitan dengan beberapa bahan bumbu. Misalnya soal bawang putih dan gula merah. Entah bagaimana, bawang putih dan gula merah yang ada di Jawa, kampung ibunya jauh lebih cocok dipakai untuk menaikkan cita rasa bumbu pecelnya.

Sepertinya sang ibu juga jual nasi pecel di desanya. Makanya di Nasi Pecel Mas Perri ada ditulis tagline: “Asli Mojosari sejak 2019.”

Mengutip dari Wikipedia, pecel atau pecal itu merupakan makanan kuno yang sudah ada sejak abad ke-9 Masehi, era Kerajaan Mataram Kuno di bawah pemerintahan Raja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-930 M) yang tercatat dalam Kakawin Ramayana.

Konon hidangan pecel juga muncul ketika gencarnya penyebaran agama Islam di Jawa. Suatu hari Sunan Kalijaga terkesan dengan makan siang berupa pecel, yang dihidangkan oleh Ki Gede Pemanahan di kediamannya di Mataram.

Menurut Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada (UGM), Murdijati Gardjito, istilah pecel dari bahasa Jawa. Artinya, diperas setelah direbus. Mungkin maksudnya sayur-mayur seperti kacang panjang, bayam, taoge dan lainnya itu direbus dulu baru diperas. Kemudian disiram dengan kuah sambal kacang.

Saya suka nasi pecel Mas Perri.  Ada sayur bunga turinya. Dari aspek kesehatan, bunga kembang turi mengandung kalsium, zat besi, zat gula, vitamin A serta vitamin B, yang mempunyai manfaat untuk melembutkan kulit, pencahar dan penyejuk. Juga untuk mengobati sakit tenggorokan.

Waktu saya masih menjabat wali kota, menu makan siang saya sering disiapkan ajudan nasi pecel. Terkadang dibelikan nasi pecel di Warung Tulung Agung, nasi pecel pincuk khas Madiun Pak Kumis atau nasi pecel daging Bu Tia di Stal Kuda. Semuanya enak.

Kalau lagi kangen makanan Jawa khususnya Yogyakarta  saya sering ke Warung Jogja Istimewa punya Ibu Endang Susilowati di Balikpapan Baru (BB). Malah saya yang meresmikan warung cabangnya di Klandasan, Jl Jend Sudirman. Di situ ada gudeg, wedang uwuh dan juga nasi pecel. Ada juga Dapur Jogya yang sama menunya di belakang Mall Fantasi.  Kebetulan istri saya, Bunda Arita juga orang Jogja. Jadi ya senang juga makanan dari Jogja termasuk pecelnya. Tapi nasi pecel Mas Perri memang “Ojo Dibandingke.” Memang nyaman banar, kata orang Banjar. (*)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img