SAMARINDA – Sektor pariwisata sejak lama diwacanakan menggantikan pertambangan batu bara sebagai satu dari antara tulang punggung ekonomi Kaltim. Bukan tanpa alasan, Bumi Etam menyimpan begitu banyak potensi pariwisata. Sayangnya, sektor ini masih belum banyak berkontribusi terhadap struktur ekonomi provinsi.
Menukil data dari laman resmi Dinas Pariwisata Kaltim, jumlah kunjungan wisatawan di provinsi ini sebenarnya cenderung naik. Empat tahun terakhir sampai sebelum pandemi datang, atau pada 2016-1019, jumlah wisatawan yang bertandang ke Kaltim tercatat bertambah 15 persen. Pada 2016 Kaltim dikunjungi 5,98 juta orang. Sementara pada 2019, jumlah wisatawan sebanyak 6,94 juta orang.
Data-data kepariwisataan Kaltim yang dilansir Badan Pusat Statisik Kaltim juga menunjukkan beberapa kenaikan. Indikator pertama adalah tingkat penghunian kamar hotel berbintang. Pada 2018, tingkat hunian rata-rata sebesar 51 persen. Sedangkan pada 2019, angkanya naik menjadi 55 persen.
Indikator selanjutnya adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Sepanjang 2017-2019, jumlahnya fluktuatif bahkan cenderung menurun. Pada 2017 ada 4.674 pelancong asing ke Kaltim, turun pada 2018 menjadi 2.658 wisatawan, dan 3.025 turis pada 2019.
Adapun indikator terakhir adalah lamanya wisatawan menginap di hotel berbintang. Sepanjang 2018-2019, rata-rata tamu menginap cenderung tetap yaitu antara 1,52 hingga 1,84 hari per wisatawan.
Meskipun terus berkembang, kontribusi sektor pariwisata terhadap struktur ekonomi Kaltim ternyata masih amat kecil. Gambarannya nampak dari produk domestik regional bruto (PDRB). Kegiatan yang berhubungan dengan sektor pariwisata seperti lapangan usaha penyedia akomodasi dan makanan minuman. Lapangan usaha ini hanya menyumbang Rp 6,6 triliun atau 1,02 persen dari keseluruhan PDRB, demikian data BPS Kaltim. Bandingkan dengan sektor penggalian dan pertambangan yang mendominasi struktur ekonomi provinsi. Andil sektor pertambangan mencapai 45,49 persen PDRB Kaltim.
RENCANA INDUK PARIWISATA KALTIM
Pemprov Kaltim sesungguhnya telah menyusun konsep untuk memajukan sektor tersebut. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Sri Wahyuni, konsep yang dimaksud adalah pariwisata yang berbasis ekowisata. Ada unsur edukasi, pemberdayaan masyarakat, konservasi, serta menawarkan pengalaman kepada pengunjung.
Dinas Pariwisata telah menyusun pemetaan konsepnya. Pemetaan dimasukkan ke draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. Raperda ini sudah masuk program legislasi daerah. Di dalamnya ada pembagian kawasan pariwisata Kaltim, kawasan strategis, dan kawasan pengembangan berdasarkan ekowisata. Dari pemetaan tersebut, positioning Kaltim dari potensi dan paket wisata akan lebih kuat. “Pariwisata memang diharapkan menjadi sumber ekonomi baru di masa depan,” terang Sri Wahyuni kepada kontributor Media Kaltim.
Sri Wahyuni menjelaskan, pariwisata unggulan Kaltim antara lain ekowisata bahari laut, sungai, dan mangrove. Ekowisata laut ada di Bidukbiduk (Berau) dan sekitarnya. Ekowisata sungai di Samarinda, Tenggarong, Tanjung Isui, dan sekitarnya (Kutai Kartanegara), serta Long Bagun, Ujoh Bilang, dan seterusnya (Mahakam Ulu). Sedangkan mangrove jadi wisata sekunder.
“Begitu yang kami usulkan di raperda tersebut,” papar perempuan yang sebelumnya memimpin Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara tersebut.
Ekowisata unggulan berikutnya adalah karst Sangkulirang-Mangkalihat. Ada pula ekowisata hutan yang berisi satwa liar khas Kalimantan seperti orangutan, beruang madu, bekantan, dan aneka burung. Ekowisata tersebut terletak di Samboja, Penajam, Balikpapan, Paser, Sangatta, dan Bontang.
Seluruh paket pariwisata di atas, lanjut Sri Wahyuni, sudah dijual dan dikenal. Meski demikian, perlu penguatan label sebagai ekowisata lewat branding Kaltim sebagai Paradise of The East.
KENDALA INFRASTRUKTUR
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Muhammad Adam, mengatakan raperda pariwisata yang dimaksud sudah pernah dibahas. Adam menjadi anggota panitia khusus raperda tersebut. Menurutnya, draf yang disampaikan pemprov belum mengakomodasi kepentingan kabupaten/kota. Balikpapan, sebagai contoh, tidak masuk pariwisata laut dan teluk sebagai unggulan. Sebagai legislator dapil Balikpapan, Adam menolak raperda tersebut.
Di samping itu, pemprov diminta lebih berani mengalokasikan anggaran setiap tahun untuk meningkatkan infrastruktur terutama akses destinasi wisata. Wisatawan tentu akan membandingkan dengan destinasi di tempat lain. Tanpa politik anggaran, sektor pariwisata Kaltim sukar maju. Apalagi jika Kaltim ingin pariwisata menjadi alternatif pengganti sektor pertambangan.
“Kami di DPRD Kaltim pasti mendukung jika diusulkan pemprov. Tapi saya tak pernah lihat keberpihakan alokasi anggaran yang cukup untuk pariwisata,” paparnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, Slamet Brotosiswoyo, satu suara. Menurutnya, infrastruktur pariwisata perlu ditingkatkan. Sebelum sumber daya alam Kaltim habis, pariwisata harus sudah berkembang. Slamet mengingatkan, pengelolaan paket pariwisata harus profesional. Ia mencontohkan pengalamannya berlibur ke Bangkok, Thailand. Begitu tiba di bandara, ia dijemput ke hotel. Perjalanan wisata diatur dengan rapi dan mengesankan hingga ketika pulang ke bandara lagi.
“Kalau bisa mengelola paket wisata dengan profesional, kemungkinan Kaltim menjadi destinasi alternatif selain Danau Toba atau Bali. Lagi pula nanti ibu kota negara di Kaltim,” ucap pebisnis yang hobi bermain golf itu.
Rencana pengembangan pariwisata disebut paralel dengan pembangunan IKN. Kaltim perlu bandara bagus di daerah dan peningkatan kualitas jalan. “Di daerah itu, kalau ada pariwisata, ekonominya pasti tumbuh berkembang. Kalau tambang, yang menikmati hanya pemodal. Bukan masyarakat setempat,” tegas Slamet.
KOORDINASI UNTUK MASALAH INFRASTRUKTUR
Menanggapi masalah infrastruktur, Dinas Pariwisata Kaltim menjelaskan, telah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kaltim serta Dinas Perhubungan Kaltim. Menurut Sri Wahyuni sebagai kepala Dispar Kaltim, provinsi ini dulu punya tujuh kawasan pengembangan pariwisata. Sementara saat ini, Kaltim punya tiga kawasan strategis dengan tiga kawasan pengembangan.
Dari data tersebut, daya tarik setiap destinasi akan diperinci sebagai pedoman Dinas PUPR Kaltim dan Dishub Kaltim. Kedua instansi tersebut akan membantu infrastruktur yang mendukung pariwisata.
“Kami sudah berkoordinasi tetapi infrastruktur tak bisa setahun dua tahun. Yang terpenting, perencanaan harus kuat dulu,” jelas Sri Wahyuni. Ia yakin, majunya sektor pariwisata setidaknya memberikan dua dampak. Pertama, kontribusi bagi daerah, kedua adalah pendapatan langsung bagi masyarakat.
Pemprov dapat mengintervensi dengan memicu pertumbuhan pariwisata dan ekonomi kreatif. Dalam perubahan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan rencana strategis provinsi, Dispar Kaltim mengusulkan dua indikator. Pertama, laju pertumbuhan pajak hotel dan restoran milik kabupaten/kota. Jika bagus, artinya masyarakat mendapat manfaat. Indikator itu dianggap jauh lebih besar dari angka rupiah yang tercatat dalam kontribusi PDRB.
Kedua, neraca satelit pariwisata daerah. Dispar Kaltim biasanya berkolaborasi dengan BPS untuk menyusun data konstan konsumsi pariwisata. Dari situ akan terlihat dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat seperti perputaran uang di sektor hulu dan hilir. (kk/red)