spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pangkal Masalah Meningkatnya Covid-19 Kaltim, Disiplin Masyarakat, Pusat Isolasi, dan Vaksinasi

SAMARINDA –  Keefektifan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Kaltim patut dipertanyakan. Setelah hampir sebulan berjalan, Kaltim justru menjadi provinsi yang menyumbangkan kasus Covid-19 tertinggi di luar Jawa-Bali. Presiden Joko Widodo secara khusus memberikan sejumlah arahan.

Pada Sabtu, 7 Agustus 2021, Jokowi menyebutkan, ada lima daerah di luar Jawa-Bali dengan lonjakan kasus signifikan selama PPKM. Yang pertama adalah Kaltim dengan 22.529 kasus, diikuti Sumatra Utara 21.876 kasus, Papua (14.989 kasus), Sumatra Barat (14.496 kasus), dan Riau (13.958 kasus).

Kelima daerah ini menyumbang 54 persen dari total kasus baru nasional. Sementara merujuk pusat informasi Covid-19 pemerintah RI, angka terkonfirmasi positif di Kaltim sebanyak 131 ribu jiwa menempati posisi kelima nasional. Empat provinsi di atas Kaltim berlokasi di Pulau Jawa.

“Papua dan Kaltim memang menurun, tapi hati-hati, respons secara cepat. Ini berkaitan dengan kecepatan. Kalau ndak, orang yang punya kasus positif sudah ke mana-mana, menyebar ke mana-mana. Segera temukan,” pinta Presiden dalam Rapat Terbatas Evaluasi Perkembangan dan Tindak Lanjut PPKM Level IV di kanal Youtube Sekretariat Negara.

Ada tiga hal untuk menekan penyebaran Covid-19. Ketiganya ialah pembatasan mobilitas masyarakat, peningkatan testing dan tracing, serta penyediaan tempat isolasi terpusat. Presiden juga mengatakan proses vaksinasi harus seintens mungkin untuk meningkatkan kekebalan masyarakat.

“Kalau habis, minta lagi ke pusat. Jangan ditahan lama-lama. Segera suntik. Kecepatan juga memberi proteksi kepada masyarakat kita,” ucapnya. “Daerah-daerah yang tadi saya sebutkan untuk merespons angka-angka yang ada,” sambung Presiden.

Akademikus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, dr Moriko Pratiningrum, menilai bahwa ada dua sektor inti yang menyebabkan penyebaran Covid-19 begitu tinggi di Kaltim. Yang pertama sektor hulu, terdiri dari disiplin protokol kesehatan dan pelacakan. Sementara yang kedua adalah sektor hilir, terdiri dari percepatan pengobatan, penambahan pusat isolasi terpusat, ketersediaan oksigen, penambahan tenaga kesehatan, dan tenaga medis.

Dalam pandangannya, dr Moriko menilai bahwa masalah di sektor hulu adalah masyarakat masih sangat tidak disiplin terhadap protokol kesehatan. Tempat-tempat umum seperti pasar dan warung makan di Samarinda, contohnya, dapat menggambarkan ketidakdisiplinan tersebut walaupun PPKM tengah diberlakukan.

“Saya rasa hampir semua, ya, seperti bebas tanpa prokes (protokol kesehatan),” terang dr Moriko melalui aplikasi perpesanan kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Di sektor hilir, ada beberapa masalah. Yang pertama, lokasi isolasi terpusat masih minim. Padahal, isolasi terpusat lebih efektif untuk mencegah kematian dibanding isolasi mandiri. Persoalan isolasi terpusat ini sebenarnya sudah dideteksi di tingkat dinas yang berwenang. “Saya heran, tidak ada pergerakan sama sekali,” terang Moriko.

Yang terakhir adalah cakupan vaksinasi yang masih rendah. Samarinda sebagai ibu kota provinsi, cakupannya baru 10 persen. Moriko menilai, penyebab rendahnya cakupan vaksin lebih disebabkan masalah distribusi. Hal ini tidak lepas dari banyaknya negara yang berlomba mengejar cakupan vaksin tersebut.

Sekretaris Provinsi Kaltim, Muhammad Sa’bani, mengatakan bahwa angka terkonfirmasi positif yang tinggi disebabkan gencarnya deteksi individu yang terpapar Covid-19. Pelacakan disebut sangat penting dalam upaya menekan penularan.

Sa’bani juga menyebutkan bahwa pusat isolasi terpadu akan ditambah sesuai kebutuhan. Di samping itu, ada upaya membatasi mobilisasi antar-kabupaten/kota sudah secara maksimal. Sedangkan mobilisasi masyarakat di dalam kawasan perkotaan, Sa’bani, menjelaskan, kewenangan sepenuhnya di pemerintah kabupaten/kota.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kaltim, Arif Frananta Filifus Sembiring, meyakinkan bahwa mobilisasi sudah dibatasi sepanjang PPKM level IV sesuai instruksi pusat. Sembiring menambahkan, berdasarkan pengamatan di lapangan, kesadaran masyarakat untuk disiplin dan taat protokol kesehatan sudah baik. Dia justru heran angka penyebaran Covid-19 masih tinggi.

“Masyarakat di Balikpapan dan Samarinda kami lihat sudah cukup patuh. Kalau angkanya masih tinggi, nah, ini kita tidak mengerti lewat mana lagi dia (Covid-19),” terangnya.

“Rapor  merah” dari Presiden Jokowi juga ditanggapi Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, dr Padilah Mante Runa. Menurutnya, adalah wajar Kaltim diberi rapor merah karena peningkatan kasus yang tinggi selama PPKM. Akan tetapi, Padilah mengatakan, angka konfirmasi yang tinggi juga disebabkan tingkat tracing dan testing meningkat.

“Tidak mungkin kelihatan (banyak yang positif) kalau tidak testing. Kebetulan, testing kita tinggi,” terangnya kepada kaltimkece.id melalui sambungan telepon.

Padilah melanjutkan, tiga masalah yang disebut sebagai pangkal masalah PPKM di Kaltim memang sudah diketahui. Ketiganya yakni disiplin warga, tempat isolasi terpusat, dan vaksinasi. Mengenai isolasi terpusat, Kaltim sudah memiliki beberapa isolasi terpadu untuk pasien Covid-19. Detailnya adalah empat di Balikpapan, satu di Kukar, satu di Kutim, satu di Paser, dan lima di Samarinda. Total keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate 65,50 persen. Pemprov saat ini terus mengupayakan penambahan pusat isolasi.

Terakhir adalah cakupan vaksinasi yang rendah di Kaltim. Menurut Padilah, Kaltim terkendala jatah distribusi dari pemerintah pusat. Dari total 2,8 juta atau 70 persen dari total penduduk Kaltim, vaksinasi baru 18,37 persen atau 527.955 orang untuk dosis pertama. Sementara dosis kedua, baru 344.079 orang atau 11,97 persen.

“Jauh sekali dari target. Kenyataannya, masih sedikit vaksin yang datang. Pusat menyediakan sangat sedikit sekali dan itu pasti habis. Belum ada juga tanggalnya (distribusi vaksin),” bebernya. Padahal, ketika kekebalan kelompok tercipta, angka kematian akibat Covid-19 bisa ditekan.  “Ketika ada imun, meskipun terpapar, tidak sampai menyebabkan kematian,” imbuhnya.

Angka merah bagi Kaltim sebenarnya sudah terlihat sejak pekan ketiga PPKM darurat dan level IV diberlakukan. Setidaknya, tiga indikator dalam dua periode waktu dapat menggambarkannya. Ketiga indikator tersebut adalah angka terkonfirmasi, meninggal dunia, dan kasus aktif. Dua kurun waktu yang dipakai sebagai perbandingan adalah periode awal-pertengahan PPKM (12-28 Juli) dan 11 hari terakhir PPKM (29 Juli- 8 Agustus).

Indikator pertama adalah kasus konfirmasi positif. Pada 17 hari pertama PPKM darurat dan level IV (12-28 Juli), rerata kasus positif adalah 1.529 orang per hari. Sementara itu, pada pekan terakhir PPKM level IV (29 Juli-8 Agustus), rata-rata 1.605 orang terkonfirmasi positif per hari. Bahkan pada Ahad, 8 Agustus 2021, orang yang terkonfirmasi positif masih 1.576 orang.

Indikator kedua adalah angka kematian. Pada rentang pertama PPKM (12-28 Juli), rata-rata 61 orang meninggal dunia setiap hari. Sementara itu, 11 hari terakhir PPKM (29 Juli- 8 Agustus), rata-rata 71 orang wafat setiap hari karena Covid-19. Menelisik rata-rata perbandingan dua kurun masa tersebut, angka kematian ternyata meningkat pada masa akhir PPKM. Angka kematian terbanyak harian bahkan tercipta pada 8 Agustus 2021 dengan 90 orang yang wafat.

Indikator terakhir adalah kasus aktif. Pada awal pandemi atau 12 Juli 2021, kasus aktif di sekujur Kaltim sebanyak 9.950 jiwa. Setelah tiga pekan PPKM darurat ditambah PPKM level IV, kasus aktif per 8 Agustus 2021 nyaris tiga kali lipat yakni 25.520 jiwa. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti