spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Jelang Pemilu AJI Samarinda dan ICW Gelar Diskusi Publik Kawal Demokrasi Tanpa Korupsi

SAMARINDA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) melaksanakan diskusi publik pada Kamis, (15/6/2023) dengan bertajuk kolaborasi lawan korupsi berlangsung di Warkop Bagio’s, Samarinda mengundang berbagai narasumber di antaranya Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kaltim, Hari Darmanto, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mareta Sari dan Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Solihin Bone.

Ketua AJI Kota Samarinda, Noffiyatul C mengatakan, Kaltim masuk lima besar daerah yang rawan Pemilu. Menurutnya, publikasi dari Bawaslu ini tentu akan berpengaruh pada kerja-kerja jurnalistik di Bumi Etam, khususnya di Samarinda yang menjadi ibu kota provinsi.

“Kita menyadari bahwa Kaltim kaya akan sumber daya alam, dan ini bisa jadi salah satu potensi sektor yang akan dieksplorasi habis-habisan untuk biaya politik jelang Pemilu,” kata dia.

Dengan dasar itu, Nofi menilai forum diskusi untuk membahas pengerukan sumber daya alam dan Pemilu perlu dilakukan. Menurutnya, kerja-kerja jurnalis sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki tugas untuk mengawasi proses pemilu tersebut. Apalagi, iklim politik kian memanas.

“Diskusi ini merupakan salah satu langkah AJI Samarinda merawat demokrasi,” ujarnya.

Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar mengatakan, diskusi ini merupakan upaya untuk menunjukkan masyarakat sipil hadir dalam konteks mengawal pemilu 2024, mendatang. Ia menilai kontestasi  politik ini berpotensi berpengaruh di daerah, satu di antaranya Kaltim.

“Dan Kaltim ini adalah provinsi yang punya potensi sumber daya alam yang besar,” kata dia.

Ia melanjutkan, diskusi kolaborasi dengan tajuk jaga sumber daya alam, kawal demokrasi tanpa Korupsi ini untuk memastikan dan mengajak masyarakat mengawal kontestasi elektoral. “Termasuk juga menjaga bagaimana sumber daya alam kita agar tidak dicuri,” ujar Biko.

Sementara Mareta Sari sebagai Dinamisator Jatam Kaltim menilai diskusi ini sebagai momentum yang tepat untuk mengawal penyelenggaraan pemilu. Apalagi, sambung dia, Pemilu semakin dekat. Di lain hal, ia menilai demokrasi kita masih dikuasai oligarki yang menguasai sumber daya alam.

“Konteks Kaltim sangat dekat sebagai daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam. Kita kan tahu pemilik usaha-usaha pertambangan Kaltim rata-rata bukan orang Kaltim yang punya. Walaupun ada yang punya hanya sebagian kecil,” terangnya.

Menurutnya, untuk mengukur berbagai persoalan lingkungan yang terjadi di provinsi ini dapat dilihat dari bagaimana partai politik yang masih dikuasai para penguasa dengan basis sumber daya alam tersebut. Kondisi ini disinyalir hanya digunakan untuk memperkuat segelintir kelompok.

“Itu dilakukan tanpa memperhatikan keselamatan masyarakat,” tegas Mareta Sari.

Adapun Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Kaltim, Solihin menilai potensi sumber daya alam yang melimpah tidak diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sumber daya alam itu, sambung dia, kemudian digunakan sebagai ‘alat’ untuk memperkuat internal kekuasaan partai itu sendiri.

“Tentu ada beberapa catatan (Kaltim), tapi harapan saya, SDA yang melimpah itu untuk kemasyarakatan, tidak segelintir orang dan kelompok,” pungkasnya.

Dari rentetan persoalan itu, Solihin menilai perlu adanya pengawasan untuk penyelenggara Pemilu. Tanggung jawab pengawasan dimiliki penyelenggara hingga masyarakat. Ia mengatakan, pemilu perlu dikawal agar mengarah ke persoalan subtansional.

“Semoga semakin baik, tidak hanya dilakukan secara prosedural tapi secara substansi agar ke depan politik elektoral berdampak untuk publik dan rakyat,” kata dia.

Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Darmanto menyambut baik forum diskusi publik. Ia mengatakan pihaknya memiliki kepentingan kepada masyarakat sipil. Penegakan hukum disebut bukan peran pihaknya saja, melainkan ada kontribusi masyarakat pada proses penegakan hukum.

Ia menegaskan, dalam sebulan belakangan pihaknya banyak melakukan forum serupa dengan berbagai pihak. Baik dengan kelompok mahasiswa hingga yang terbaru dengan para jurnalis. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk proses pemilu yang lebih baik.

“Kami harap dari forum-forum diskusi ini bisa sama-sama menggiring pemilu menjadi politik yang di dalamnya terdapat transaksi pikiran. Karena kecerdasan pemilih itu mempengaruhi kualitas pemilih.” terangnya.

Hari mengatakan, pihaknya mengkhawatirkan beberapa persoalan. Satu di antaranya termasuk berulang kali terjadinya money politic hingga politik identitas. Ihwal persoalan pendanaan politik yang bersumber dari industri SDA, hal ini bisa dilakukan masyarakat untuk melihat rekam jejak pemilih.

“Boleh jadi suatu saat, misalnya masyarakat membangun narasi politik soal ancaman sumber daya alam, untuk memantik kesadaran peserta pemilu untuk memikirkan juga isu-isu lingkungan,” tandasnya. (rls/yah)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img