spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Era Digital Harus Bisa Adaptasi dengan Kemasan Baru, Dewan Pers: Kepercayaan Publik Terhadap Media Tak Berkurang

DENPASAR – Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya mengungkapkan bahwa kepercayaan publik terhadap media tidak berkurang, meskipun platform media selalu mengalami perubahan dari zaman ke zaman.

Dalam diskusi kolaborasi antara Dewan Pers, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali di Denpasar pada Kamis, 25 Mei 2023, Agung Dharmajaya menegaskan bahwa di era digital, media harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, pelaku media dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Adaptasi dengan platform baru dapat dilakukan dengan cara mengemasnya dengan lebih baik. “Tantangan perkembangan media selalu berubah dari zaman ke zaman, mulai dari analog, cetak, elektronik, hingga konvergensi media digital dan media sosial. Perubahan ini harus dilakukan untuk menghadapi situasi saat ini,” ungkap Agung Dharmajaya dalam diskusi yang berlangsung di Aula Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali.

Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas media siber dan mengangkat tema “Pengembangan Model Bisnis Media di Era Digital”. Selain Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya, narasumber lain yang hadir adalah anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Verifikasi Media Online, Sapto Anggoro, dan Praktisi Media Siber dari Katadata.co.id, Maryadi. Diskusi ini dimoderatori oleh Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali, Emanuel Dewata Oja.

Menurut Agung, perubahan tersebut harus dihadapi dengan sikap realistis. Di era disrupsi media seperti saat ini, Agung mengingatkan agar pelaku industri media, baik wartawan maupun pemilik media, tetap mentaati prinsip-prinsip jurnalistik untuk menghasilkan pemberitaan yang objektif.

Dengan pertumbuhan media siber yang signifikan secara nasional, Sapto Anggoro mengingatkan bahwa manajemen media memegang peranan penting dalam mengembangkan media berbasis digital.

“Karena sebagian besar dimulai oleh wartawan, namun manajemen berbeda. Oleh karena itu, Dewan Pers memilih melakukan pembinaan,” ujar Sapto.

Mantan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet ini menambahkan bahwa pengelolaan media siber tidak terlepas dari karakteristik konsumen berita.

Menurutnya, dengan memahami kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh publik, popularitas media dapat ditentukan.

“Ini yang paling penting. Banyak yang membuat berita tentang politik, sosial, hukum, dan HAM. Padahal, konten yang paling banyak dikunjungi ternyata bukan itu, melainkan informasi seputar kesehatan. Mengapa informasi kesehatan ini tidak menjadi yang utama untuk ditampilkan? Karena konten tersebut memiliki potensi untuk menjadi viral,” kata Sapto Anggoro.

Model bisnis media online sendiri, menurut Sapto, dapat dilakukan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah dengan melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, menjalin kemitraan dengan sponsor, memperoleh pendanaan dari Civil Society Organization (CSO), membangun media melalui kegiatan humas dan event organizer (EO), serta mengembangkan komunitas pembaca.

“Ini tentu tidak selalu menjadi pilihan bagi wartawan, namun merupakan hal yang penting untuk dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, Maryadi, seorang praktisi Media Siber, membagikan pengalamannya mengenai persaingan bisnis media digital. Menurutnya, para pelaku industri media siber harus berani meninggalkan pola lama.

Diperlukan terobosan baru untuk memberikan dorongan yang kuat. Ia menjelaskan bahwa beberapa media siber telah mengembangkan teknik backlink guna mendapatkan pangsa pasar iklan.

“Perlu memanfaatkan media sosial dan aplikasi, serta memahami tren yang berkembang di masyarakat,” kata Maryadi. (rls/MK)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img