spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Embob Jengea Puncak Lom Plai 2024, Sakral Semarak dan Lestarikan

MUARA WAHAU – Tradisi tahunan pesta adat dan budaya suku dayak Wehea Kecamatan Muara Wahau yakni Lom Plai (pesta syukur panen padi) 2024 akhirnya memasuki puncak acaranya yang dinamakan Embob Jengea, sejak Sabtu (20/4/2024) pagi hingga sore digelar oleh panitia pelaksana (Panpel) Lembaga Adat Dayak Wehea. Kegiatan tahun kedua yang juga masuk dalam event andalan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI lewat Karisma Event Nusantara (KEN) berjalan semarak dan sakral mampu menghipnotis pengunjung wisatawan yang datang tidak hanya dari Kecamatan Muara Wahau, Kombeng, Sangatta namun juga ada dari luar Kutai Timur (Kutim) yakni Berau, Samarinda, Tenggarong hingga Balikpapan.

Kegiatan ini pun dihadiri Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik bersama Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman dan Wabup Kasmidi Bulang. Rombongan lainnya hadir Staf Bidang Pengembangan Bidang Usaha Kemenparekraf RI Masruroh, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kaltim Ririn Sari Dewi, Ketua DPRD Kutim Joni, Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan, Dandim 0909/KTM Letkol Inf Ginanjar Wahyutomo, Asisten Pemkesra Poniso Suryo Renggono, Asisten Admum Sudirman Latif, Kepala Dispar Kutim Nurullah, Kepala Lembaga Adat Besar Wehea Ledjie Taq hingga undangan lainnya. Seluruh rombongan pun mengikuti alur kegiatan Embob Jengea.

Lom Plai edisi puncak ini, panitia pelaksana (panpel) yang terdiri dari gabungan enam desa yakni Desa Bea Nehas, Diak Lay, Dea Beq, Long Wehea, Diak Leway, dan Desa Nehas Liah Bing menggelar seabrek kegiatan yang dimulai Naq Pluq (memasak lemang) dan beangbit (kue khas Wehea yang dimasak dalam bambu. Masing-masing keluarga membuat lemang dan kue dari tepung beras baru (berasal dari padi yang baru dipanen). Kemudian, dilangsungkan inti ritual adat Embos Min atau pembersihan kampung. Selama pembersihan kampung maka warga dikerahkan untuk ke Tiaq Diaq Jengea. Artinya Tiaq Diaq Jengea turun ke bawah Jengea. Semua orang turun ke pondok darurat sungai. Sementara beberapa perempuan dewasa melakukan kegiatan embos min atau pembersihan kampung.

Selama Embos Min berlangsung acara di sungai pun berlangsung bersamaan. Dan beberapa kegiatan di sungai yang dilaksanakan adalah tarian di atas rakit yakni Seksiang (perang-perangan di atas perahu) dan Plaq Saey atau lomba dayung perahu. Tarian di atas rakit ditampilkan oleh muda-mudi Wehea dari Sanggar Tari Kelang Tegai yang ada di Desa Nehas Liah Bing. Tarian ini merupakan tarian kreasi. Setelah tarian kreasi dilanjutkan oleh Seksiang.

Kemudian dilanjutkan kegiatan Eweang Puen atau mendatangi rumah adat besar yang berada di hilir kampung untuk menyaksikan ritual adat Mengsaq Pang Tung Eleang. Mengsaq Pang Tung Eleang merupakan ritual yang menjadi penanda bahwa masyarakat sudah boleh Bea Mai Min atau naik ke kampung dari jengea (pondok darurat). Proses ritual Mengsaq Pang Tung Eleang yaitu seorang ketua adat akan disiram oleh seorang gadis, kemudian ketua adat mendahului naik dan akan diikuti oleh masyarakat.Setelah itu acara dilanjutkan dengan Pengsaq dan Peknai. Pengsaq artinya siram-siraman dan Peknai artinya pemberian arang di wajah. Orang-orang yang disirami dan diberi arang diwajahnya tidak boleh marah. Ada pun aturan dalam pengsaq dan Peknai adalah tidak boleh menyirami atau memberi arang pada wajah orang yang memiliki bayi atau memberi arang pada wajah orang yang sakit.

Sebagai bagian akhir, ada pementasan Tari Long Diang Yung, ritual khusus Wehea dilanjutkan dengan Tarian Hudoq di Lapangan Sepak Bola Desa Nehas Liah Bing.

Usai menyaksikan beberapa rangkaian kegiatan Embon Jengea, dalam sambutannya Bupati Ardiansyah Sulaiman sangat mengapresiasi Lembaga Adat Besar Wehea dalam mempertahankan adat dan budaya dalam Lom Plai.

“Ini sangat menunjukkan kearifan lokal, dan hari ini kita melihat langsung puncak acara Lom Plai dalam Embob Jengea yang sarat dan penuh nilai-nilai dalam mempertahankan kearifan lokal,” ucapnya.

Ditambahkan Ardiansyah, panitia sudah menggelar serangkaian kegiatan adat dan budaya sejak 15 Maret 2024 lalu yang dimulai dari Ngesea Egung. Selanjutnya dari 16-19 Maret 2024 ada Laq Pesyai, Pesyai Duq Min, Pesyai Wet Min, Naq Heyang, Ngelwung Pan, Naq Unding, Ndie Emnan hingga Naq Jengea.

“Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan lomba olahraga tradisional seperti begasing, engrang hingga sumpit. Dan turut dimeriahkan dengan pameran UMKM lokal. Dan setelah puncak Embob Jengea pada hari ini masih ada rangkaian kegiatan lanjutan Lom Plai di tanggal 22 April 2024 yakni Ngeldung dan 24 April 2024 ada Emboss Epaq Plai yang menjadi acara terakhir,” jelasnya.

Ardiansyah kembali menegaskan Lom Plai juga sarat nilai sakral lewat ritual yang terus harus dilestarikan.

“Pada hari ini kita menyaksikan sejarah bentuk budaya Lom Plai sehingga kami berharap kegiatan ini menjadi kegiatan terpenting juga dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan. Kepada masyarakat yang memiliki kemampuan berkreasi berproduksi budaya, silakan ditampilkan menjadi bagian penopang ekonomi kerakyatan,” tegas Ardiansyah.

Sementara itu, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik ditemui awak media, atas nama Pemprov Kaltim dirinya mengucapkan terima kasih dan apresiasi untuk Lembaga Adat Dayak Wehea yang sudah menggelar kegiatan Lom Plai.

“Saya hadir di tengah masyarakat Desa Nehas Liah Bing. Memang sangat bernilai kearifan lokal yang saya lihat ya, Wehea luar biasa harus terus kita lestarikan. Saya sarankan setiap penyelenggaraan, kita juga mengundang wisatawan mancanegara dan berbaur dengan budaya lain agar lebih meriah dan lebih dikenal,” saran Akmal. (Rkt)

16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img