spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Cara Warga Desa Tepian Terap Kutim Manfaatkan Sungai

Aliran Sungai Kayu Jiwata yang jernih dan sedikit biru membelah hutan perawan di Desa Tepian Terap, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur. Sudah sekian lamanya, sungai ini menjadi sumber air bersih bagi penduduk setempat. Alirannya juga telah dimanfaatkan buat menggerakkan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Berkat sungai ini, malam-malam di perbatasan Kutim-Berau ini pun tak lagi gelap gulita.

PLTMH tersebut berdaya 100 kilovolt-ampere (KVA). Pembangkit ini dibangun pada 2018 menggunakan dana desa dan hibah dari Pemkab Kutim. Setiap rumah warga kemudian menerima jatah 2 ampere dengan biaya Rp 70 ribu per ampere.

“Sungai Kayu Jiwata sangat bermanfaat bagi kami. Sungai ini adalah satu dari tiga sungai dengan potensi besar yang mengalir di desa kami,” demikian Kepala Desa Tepian Terap, Eko Sutrisno.

Selama empat bulan belakangan, tepatnya mulai 14 Oktober 2021, Desa Tepian Terap menjadi desa dampingan dalam program Kalimantan Forest Project (KalFor). Program ini bertujuan mengelola lahan berhutan di dalam area penggunaan lain (APL). Menurut aturan, wilayah APL bukan kawasan hutan yang dilindungi sehingga boleh dieksploitasi. Izin perkebunan kelapa sawit atau pertambangan biasanya sudah diterbitkan di kawasan APL ini.

Kegiatan KalFor Project bertujuan melindungi kawasan APL yang dimaksud. Proyek ini didanai GEF bekerja sama dengan United Nations Development Programe (UNDP) melalui Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan. Desa Tepian Terap adalah pendampingan tahap kedua KalFor Project setelah mekanisme serupa berjalan di tiga desa yang lain di Kutai Timur.

BACA JUGA :  Produk UMKM Lokal Diminta Siap Berdaya di Sail Sangkulirang 2024

Eko Sutrisno menjelaskan, daerah aliran dua sungai selain Sungai Kayu Jiwata di Desa Tepian Terap juga berstatus APL. Padahal, kata Eko, Sungai Pelawan dan Sungai Metum juga memiliki potensi besar. Aliran kedua sungai ini melewati patahan tanah sehingga memiliki air terjun. Walapun masih dalam skala kecil, wisatawan sudah mulai berdatangan menikmati keindahannya. Penduduk desa pun menerima manfaat ekonomi dengan berjualan di objek wisata tersebut.

Satwa endemik juga ditemukan di daerah aliran sungai di desa ini. Burung enggang, contohnya, mudah ditemukan di Desa Tepian Terap. Menurut The International Union for Conservation of Nature’s (IUCN), satwa khas Kalimantan ini telah berstatus critically endangered atau satu tahap lagi menuju kepunahan.

Dari keadaan tersebut, Eko mengatakan, potensi ketiga sungai ini di kawasan APL ini sangat bisa dikembangkan. Sarana prasarana dan infrastruktur penunjang bisa dibangun lewat kerja sama sejumlah pihak. Lagi pula, lahan APL yang masih dalam kondisi berhutan di Desa Tepian Terap cukup luas.

BACA JUGA :  Senyiur Nikmati Listrik 24 Jam, Pemkab dan PLN Sinergi Tingkatkan Layanan

KalFor Project telah menghitungnya melalui pemetaan partisipatif. Hasilnya, Desa Tepian Terap memiliki enam areal sebagai calon lokasi perlindungan dan pengelolaan areal berhutan di APL. Sungai Kayu Jiwata dengan luas APL 210 hektare, areal Sempadan Sungai Pulawan dengan 465 hektare, dan sempadan Sungai Metum  10 hektare.

Tiga kawasan lain sebagai calon lokasi perlindungan dan pengelolaan areal berhutan adalah areal Mangku’ Magar (88 hektare), Kampung Lama Gudang Kulit (73 hektare), dan Kampung Lama Gantungan Sapaan yang belum terdata. Areal calon lokasi perlindungan dan pengelolaan APL di Desa Tepian Terap seluruhnya mencapai 845 hektare dari total APL di desa 2.655 hektare.

Meskipun kawasan APL tersebut masih dapat dikembangkan, Eko mengatakan, bukannya tanpa kendala. Kades menyebutkan beberapa permasalahan. Mulai keterbatasan mengakses penyedia layanan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan teknis pelaksanaan aturan hingga teknis pengelolaan areal berhutan di APL. Masalah-masalah ini yang kemudian diselesaikan lewat pendampingan Kalfor Project.

KalFor Project telah menggandeng Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) untuk pendampingan di Desa Tepian Terap. Project Leader KBCF, Mukti Ali mengatakan, satu dari antara bentuk pendampingan desa berupa peningkatan kapasitas pemerintahan daerah. Kegiatan ini bertujuan mengelola kawasan berhutan di APL sesuai kebijakan pemerintah. Bentuk kegiatan pendampingan seperti menyiapkan data dan informasi untuk memperkuat perencanaan desa dalam mengelola kawasan berhutan di APL.

BACA JUGA :  BPBD Kutim Distribusikan Air Bersih ke Warga Terdampak Banjir

Hasil pendampingan KBCF di Desa Tepian Terap sudah terlihat. Kapasitas pemerintah desa ditingkatkan untuk mengumpulkan data perencanaan serta tersedianya data sosial, ekonomi, serta potensi sumber daya alam. Seluruh data akan digunakan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa atau RPJMDes Tepian Terap 2022 hingga 2027. Lembaga pengelola hutan milik desa pun juga sudah terbentuk.

“Kami juga menyiapkan rencana usaha berbasis sumber daya alam. Mulai pemanfaatan jasa lingkungan untuk wisata, budi daya madu kelulut, budi daya perikanan air tawar, hingga budi daya tanaman herbal,” urai Mukti seperti dirilis kaltimkece.id, jaringan mediakaltim.com. Dari hasil pendampingan ini, ia berharap, perekonomian masyarakat di Desa Tepian Terap dapat terbantu.

KBCF juga mendorong pemerintah setempat menggali potensi dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan sekitar. Dana ini akan berguna untuk pembangunan sarana dan prasarana wisata berbasis air sebagai rekreasi keluarga di APL Desa Tepian Terap. Seluruh upaya ini diharapkan mewujudkan tujuan utama pengelolaan kawasan berhutan di dalam APL di desa tersebut. Area berhutan di luar kawasan hutan terus lestari, masyarakat lokal pun tetap mendapatkan manfaat ekonomi. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img