spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Branding Sumenep: Sebagai Kota Keris (2)

II. Keraton Sumenep dan Deklarasi Kota Keris

Sepeninggal Arya Wiraraja dari Sumenep ke Lumajang tahun 1269, Keraton Sumenep dipegang oleh 3 dinasti yang sejatinya memiliki akar geneologi yang sama. Dinasti pertama ialah dinasti Aria Wiraraja, setelah itu beralih ke dinasti Tumenggung Kanduruhan dari Kerajaan Demak, lalu sempat dikuasai anggota dinasti Cakraningrat Bangkalan, lalu kembali pada dinasti kedua yang merupakan perpaduan antara keluarga keturunan Kanduruhan dengan keturunan Raden Adipati Pramono alias Pangeran Bonorogo Raja Pamekasan, sebelum akhirnya jatuh ke tangan dinasti Bindara Saut dari keluarga pesantren (dalam catatan silsilah keraton, disebut bahwa dinasti ini juga berasal dari pecahan dinasti Kanduruhan yang menyingkir ke akar rumput, namun versi lain menyebutkan hal yang lain pula).

Lokasi keraton berpindah-pindah sesuai dengan situasi dan kondisi waktu itu:

  • Desa Banasare Kecamatan Rubaru (jaman Aria Wiraraja)
  • Aeng Nyior, Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi (jaman Aria Lembusuranggana)
  • Desa Keles, Kecamatan Ambunten (jaman Pangeran Mandaraga)
  • Desa Bukabu, Kecamatan Ambunten (jaman Pangeran Notoprojo atau Pangeran Bukabu)
  • Desa Baragung, Kecamatan Guluk-guluk (Pangeran Notoningrat atau Pangeran Baragung)
  • Desa Banasare di masa Pangeran Secodiningrat I
  • Desa Lapataman, Kecamatan Dungkek di masa Jokotole (Secodiningrat III)
  • Kelurahan Pajagalan, Kota Sumenep dimasa dinasti Tumenggung Kanduruhan

Kompeni Belanda atau VOC datang ke wilayah Sumenep pada kurun pemerintahan Raden Bugan (Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara) yang memerintah pada tahun 1648-1672, kemudian mereka ikut campur menentukan tampuk pemerintahan di Sumenep. Sepeninggal beliau, jabatan Adipati Sumenep berganti sesuai selera Belanda hingga terjadi pemberontakan dimana-mana. Pemerintahan berikutnya dipegang oleh Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtonegoro (1750-1762) keturunan dari Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara yang kemudian menikah dengan seorang ulama bernama Bendoro Saut. Dia kemudian oleh Kompeni dinobatkan sebagai Adipati Sumenep dengan gelarnya Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro.

Kemudian pada tahun 1762-1811 Raden Asirudin diangkat menjadi Adipati Sumenep, dengan gelar Pangeran Natakusuma I kemudian berganti menjadi Tumenggung Ario Notokusumo dan kemudian dikenal dengan sebutan Panembahan Somala (Panembahan Sumolo), dia juga dikenal dengan Sultan Sumenep I. Selain itu dia juga pendiri Keraton Sumenep, Masjid Jamik Sumenep dan Komplek Makan Asta Tinggi.

Keraton Sumenep dikenal menyimpan berbagai jenis senjata keris pusaka yang berkualitas tinggi. Baik dari segi pamor yang tegas, besi yang pulen, bentuk yang luar biasa, hingga kualitas warangkanya yang indah-indah. Tidak sedikit kolektor pusaka dari luar Sumenep yang mencoba berburu pusaka peninggalan Raja-raja Sumenep. Terutama yang paling terkenal ialah pusaka peninggalan Raja-raja dari Dinasti Bindara Saut, khususnya peninggalan Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat.

Raden Asirudin adalah sosok keturunan ningrat yang memiliki keahlian dalam membuat keris. Sejak masih remaja sudah berguru pada ahli-ahli pembuatan keris di Sumenep seperti Mpu Kyi Brumbung. Pada masa diangkat menjadi Adipati Sumenep dengan gelar Panembahan Sumolo, banyak membentuk perkumpulan-perkumpulan pembuatan keris di berbagai tempat. Setelah beliau wafat, di era Sultan Abdurrahman aktivitas Sumenep menjadi kota keris sudah mulai terlihat hasilnya, melalui keris-keris karya Mpu Citranala. Pada masa inilah karya-karya indah dari sebilah keris dapat dinikmati dan menjadi buruan kolektor-kolektor kakap dalam negeri hingga luar negeri.

Jejak peninggalan Panembahan Sumolo dan Sultan Ngabdurrahman dalam pembuatan keris kini diteruskan di seluruh penjuru Sumenep. Sahabat penulis yang bernama Fathorrahman merupakan pendiri Ikatan Pengrajin Keris Indonesia (IPKI) Mega Remeng Sumenep, mengatakan bahwa industry keris telah ada di 17 Desa di 3 Kecamatan antara lain Kecamatan Bluto, Kecamatan Saronggi, dan Kecamatan Lenteng. Lalu Mega Remeng menemui Bupati Sumenep yang waktu itu dijabat oleh KH A Buya Busyro Karim. M.Si dan mendapat respon positif.

Pada tanggal 9 November 2014, Sumenep dideklarasikan sebagai Kota Keris yang ditandai dengan penandatanganan prasasti dan peresmian tugu keris di Desa Pandian, Kecamatan Kota, Kota Sumenep. Pada tahun 2017, Sekjen Senapati Nusantara Hasto Kristiyanto menyerahkan tiga penghargaan, yaitu:

  1. Sumenep sebagai Kota Keris diberikan kepada Bupati
  2. Tokoh Keris diberikan kepada Achmad Fauzi
  3. Maestro Keris diberikan kepada Mukaddam.

Berdasarkan catatan UNESCO, empu keris terbanyak di Indonesia ada di Sumenep. Yaitu sekitar 652 empu yang terdata pada 2018. Seiring perjalanan waktu jumlah dalam tiga tahun ini dimungkinkan untuk terus bertambah. Semoga di kala pandemi covid-19, saudara kita pengrajin keris tetap Berjaya melalui karya. (bersambung)

Ditulis oleh: Begawan Ciptaning Mintaraga
Bidang Edukasi Senapati Nusantara (Anggota Dewan Pembina Panji Beber Kota Bontang)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img