spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Biaya Masuk Kuliah Makin Tinggi?

Catatan: Muthi’ Masfu’ah, A.Md, CN CLp

(Direktur Yayasan RK Salsabila, Penulis, Trainer dan Koordinator ABI Literasi Kaltim)

Seperti yang ditulis pemerhati dan penulis buku, Anis Matta bahwa beberapa waktu lalu Kompas mengangkat isu yang menjadi headline, yang mengingatkan kita pada satu isu strategis yang tersembunyi dari keramaian “news of the day”.

Menurut Anis Matta, inilah buah dari liberalisasi di berbagai sektor kehidupan, termasuk di sektor pendidikan. Universitas disuruh menghidupi diri sendiri. Cara paling mudah tentu dengan menaikkan uang kuliah. Akibatnya, pendidikan sulit diakses oleh orang miskin dan tidak lagi menjadi pengungkit mobilitas vertikal.

Coba kita lihat lagi, tambahnya lagi, berapa jumlah universitas negeri di Indonesia? Universitas negeri adalah instrumen kebijakan afirmatif dari negara untuk menurunkan biaya dan membuka akses bagi rakyat terhadap pendidikan tinggi.

Tidak usah Indonesia, menurut Anis yang juga salah satu ketua partai di Inonesia ini,  coba kita lihat di Jabotabek, di megapolitan ini saya pikir paling tidak kita butuh satu institut teknologi sekelas ITB (atau bahkan MIT) untuk merespons revolusi teknologi dan sains yang terus bergulir dengan cepat.

Di Depok, tambahnya lagi, jika tidak ada pemindahan kampus UI dari Salemba, apa akan ada universitas negeri? Bagaimana dengan Bekasi dan Tangerang (baik kota maupun kabupaten) yang jaraknya hanya “selemparan batu” dari pusat pemerintahan dan ekonomi nasional?

Sehingga menurut Anis, peningkatan jumlah dan kualitas serta kemudahan bagi rakyat mengakses pendidikan tinggi. Ini berhubungan dengan mobilitas sosial dan kesejahteraan rakyat, pembentukan kelas menengah yang berdaya, tumbuhnya kota-kota yang makin maju dan modern, peningkatan daya saing sains dan teknologi serta cita rasa budaya yang menjadi pilar peradaban.

Penuh semangat Anis menekankan bahwa kita harus “move on”’dari situasi ini. Harus ada inovasi bahkan revolusi politik pendidikan dengan keberpihakan pada rakyat. Agar kaum muda yang digadang-gadang menjadi bonus demografi tidak berubah menjadi beban demografi.

Lebih jauh lagi, Ir. Arief Adhiksana, SST, MT, Litbang ShareEdu Kaltim, salah satu lembaga independen yang perduli akan pendidikan di Kaltim, berpendapat menanggapi tingginya biaya pendidikan tinggi, yakni biaya kuliah yang tinggi tentu menjadi isu yang menarik di saat-saat tahun awal perkuliahan yang biasanya terjadi di bulan Agustus-September.

Lanjutnya, Arief yang sehari-harinya sebagai dosen di salah satu Universitas Samarinda Kaltim ini, menambahkan harus diakui, biaya kuliah saat ini, terus mengalami rasionalitas biaya pendidikan sebagai dampak dari inflasi. Belum lagi Pendidikan Tinggi (PT) mulai bergeser dari melayani menjadi bisnis. Ini kenyataan yng sudah mulai semakin tampak belakangan ini.

Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi yakni :

Ongkos penyelenggaraan pendidikan yang memang tidak murah.

Jangankan perguruan tinggi, tingkat PAUD, dasar hingga menengah atas punya kalkulasi tersendiri terkait ongkos penyelengaraan pendidikan, coba tanya saja ke sekolah swasta. Kita pasti akan menemukannya.

Ada banyak yang mempengaruhi ongkos tersebut, dan yang paling besar tentunya gaji atau honor. Jangan bayangkan berapa gaji guru dan dosen dulu, karena secara umum gaji guru dan dosen bukanlah top salary dibandingkan profesi lain seperti dokter, hakim, jaksa, polisi, swasta sektor migas, dll. Belum lagi biaya praktek dll. Ini yang jika harus dibiaya secara murni dari SPP maka akan membuat SPP itu menjadi semakin mahal.

Persaingan sapras antar perguruan tinggi.

Ini juga bisa menjadi naiknya komponen ongkos penyelenggaraan pendidikan. Tidak bisa dipungkiri gedung yang megah akan menjadi alternatif pilihan utama saat akan menempuh pendidikan tinggi. Padahal tolok ukur bergengsinya suatu institusi pendidikan bukan hanya sarpras, ada yang lebih utama yaitu akreditasi.

Lemahnya edukasi kepada orang tua terkait persiapan kuliah.

Menyiapkan biaya perkuliahan itu memang perlu persiapan tersendiri. Bukan hanya soal uang tetapi banyak faktor yang mesti diperhatikan orang tua saat akan mengkuliahkan anaknya. Terbatas info yang bisa diakses, belum lagi soal pilihan jurusan dan peluang profesi setelah lulus itu jadi menjadi faktor penentu saat akan memasuki dunia pendidikan tinggi.

Untuk PTN, pola anggaran yang cukup rumit.

PTN mendapatkan sumber utama penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah, meski demikian, pola anggaran pemerintah yg memang rumit dalam pengunaanya membuat pola pelaksanaan pendidikan menjadi perlu disesuaikan. Karena banyak PTN yang berlomba menjadi (status) BLU agar bisa lebih fleksible dalam pemanfaatan anggaran pendidikan sebagaimana PTS.

Sementara pemerhati pendidikan kita Hj. Wiwin Rahma S.SPi, MPd menuturkan  terkait tingginya biaya masuk PT yakni :

Pertama, luruskan orientasi orangtua terkait pendidikan anak. Bahwa  pendidikan adalah bagian dari investasi dunia dan akhirat sekaligus. Kedua, pastikan dulu orangtua paham dan bisa petakan potensi, bakat dan minat anak sejak dini.

Ketiga,  fasilitasi anak untuk belajar dan memilih sekolah/kuliah sesuai hasil pemetaan tersebut, sehingga gak sia-sia nantinya investasi pendidikan yang kita berikan ke anak-anak. Keempat, selalu up date perkembangan dunia pendidikan (kebijakan, kurikulum, cara masuk PT, dll).

Kelima, orangtua yang paling paham kondisi anak dan kondisi finansial keluarga di satu sisi. Di sisi lain optimisme terkait pendidikan selalu dibangun, man jadda wa jadda. (*)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img