spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Beda Suara Lebih dari 2%, MK Disebut Tak Berwenang Tangani Sengketa Pilkada Nunukan

JAKARTA – Kuasa hukum KPU Nunukan Abdul Rais, optimis Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak gugatan perselisihan hasil pilkada yang diajukan pasangan Danni Iskandar-Muhammad Nasir (Damai). Keyakinan ini muncul karena keberatan yang diajukan pihak pemohon bertentangan dengan aturan undang-undang atau peraturan yang sudah digariskan MK.

Di antaranya, lanjut Rais, pemohon mendalilkan bahwa pasangan Asmin Laura Hafid-Hanafiah (Amanah) bisa memperoleh suara mayoritas pada pilkada 9 Desember 2020 lalu, setelah melakukan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Selama hari pencoblosan, pasangan Amanah juga dituding telah memobilisasi pemilih tambahan, tanpa menggunakan KTP elektronik atau surat keterangan.

“Keberatan pemohon sama sekali tidak mempersoalkan selisih hasil penghitungan suara yang signifikan, yang dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih,” kata Rais, Minggu (7/2/2021).  Menurut mantan komisioner KPU Balikpapan ini, keberatan yang kini sedang disidangkan di MK, lebih tepat dilaporkan ke Bawaslu Kaltara atau Bawaslu Nunukan sebab masuk kategori pelanggaran administrasi pemilihan.

Terkait selisih perolehan suara antara pasangan Damai dan Amanah, berdasar hitungan KPU Nunukan, jumlahnya lebih dari 2%, atau tepatnya terjadi selisih 2,96%. Angka ini mengacu perolehan suara pasangan nomor urut 1, Asmin Laura Hafid-Hanafiah sebanyak 48.019 dikurangi suara yang didapat Danni Iskandar-Muhammad Nasir yang sebanyak 45.359 suara. Dengan begitu, lanjut Rais, selisih suaranya adalah 2.660.

Dengan jumlah penduduk berdasar data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang sebanyak 183.494 orang, maka Nunukan masuk kategori daerah dengan jumlah penduduk 250 ribu. Dimana menurut UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, perbedaan selisih suara untuk dapat menggugat ke MK paling banyak 2%. “Berarti tetap melebihi dari ambang batas yang ditetapkan Pasal 158 ayat 2 a UU No 10 Tahun 2016,” tandasnya.

Hal lain yang menurut Rais tak logis adalah soal permintaan agar perolehan suara pasangan Aman dinolkan atau tak mendapat satupun suara. Menurut pemohon, ini karena sebagai bupati petahana, Asmin Laura Hafid telah melakukan money politics secara TSM dengan cara memerintahkan pembayaran Tunjangan Tambahan Penghasilan (TTP) kepada PNS di lingkungan Pemkab Nunukan, 4 hari sebelum pencoblosan.

Laura juga disebut memanfaatkan kedudukannya agar Pemkab Nunukan mengucurkan Tunjangan Khusus (DAK) Non Fisik bagi guru SD dan SMP. Dalil-dalil ini menurut Rais, seharusnya masuk kategori pelanggaran administrasi pemilihan, dimana pihak yang berwenang menangani adalah Bawaslu Kaltara, berikut jajaran di bawahnya. “Bawaslu yang berwenang menerima, memeriksa, dan memutus laporan dalam waktu 14 hari sejak penetapan pasangan terpilih sampai hari pemungutan suara. Sempat dilaporkan tapi laporannya dinyatakan kedaluarsa,” jelasnya.

Nyatanya, sampai rekapitulasi penghitungan perolehan suara pada 16 Desember 2020, tak ada putusan atau rekomendasi dari Bawaslu Kaltara atau jajaran di bawahnya terkait masalah TTP kepada KPU Nunukan. “Dengan begitu tuntutan pemohon agar suara pihak terkait (Aman) dinolkan tidak memiliki landasan hukum, sebab tak ada mekanisme yang bisa menganulir perolehan suara salah satu paslon peserta pilkada,” sambung Rais.

Berdasar fakta-fakta persidangan tersebut, KPU Nunukan meyakini gugatan pasangan Danni Iskandar-Muhammad Nasir tidak akan diterima oleh MK. Selepas sidang pendahuluan pekan lalu,  MK akan membacakan putusan atau ketetapan sidang dilanjutkan atau tidak pada 15 dan 16 Februari 2021. Jika ditetapkan berlanjut pada tahap pembuktian, sidang dilangsungkan kembali 19 Februari sampai 18 Maret 2021. Hingga pembacaan putusan akhir pada 19-24 Maret 2021. (prs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img