JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan melakukan pengawasan patroli yang sudah dilakukan sejak lama sebagai antisipasi dalam menghadapi tahapan Pemilu 2024.
Hal ini menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait masih banyak politik uang di tubuh KPU saat penyelenggaraan pemilu.
“Antisipasinya jelas, pada saat ini ada pengawas tps di tps. Kemudian juga ada patroli pengawasan yang sejak 2019 sudah kami lakukan. Nah sekarang akan kami giatkan lagi untuk itu,” ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam acara di Dewan Pers, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Menurut dia, antisipasi kecurangan saat pemilu bukan hanya dilakukan yang sesuai jadwal saja. Adapula antisipasi yang tidak terjadwal untuk patroli pengawasan bersama kepolisian.
“Kalau untuk money politic biasanya kami dengan teman-teman kepolisian untuk pengawasannya,” katanya.
Sebelumnya, pada Rabu (9/8), Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik menilai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait masih banyak politik uang di tubuh KPU saat penyelenggaraan pemilu sebagai sistem peringatan dini (early warning system).
“Apa yang disampaikan oleh Pak Menko Polhukam menjadi early warning system bagi KPU untuk mendisiplinkan dan memastikan seluruh jajaran KPU di daerah dan Badan Ad Hoc (ppk, pps, dan kpps) agar tidak melakukan perilaku moral hazard dalam pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu Serentak 2024,” ujar Idham saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Sementara itu, saat disinggung terkait upaya menyelidiki pembelian suara (vote buying) yang dilakukan anggota KPU. Idham menjelaskan dugaan tindak pidana pembelian suara atau politik uang ditangani oleh Bawaslu RI dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Adapun pada Selasa (8/8), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan sejumlah penyakit saat pemilu yang harus diantisipasi dari sekarang.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UII itu, penyakit pertama adalah politik uang dengan membeli dukungan suara yang dapat dibeli secara borongan maupun eceran.
“Politik uang adalah upaya memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan,” ujar Mahfud MD dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu, sebagaimana dipantau secara daring melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pembelian suara secara borongan dapat melalui botoh ataupun pejabat di desa, kecamatan hingga KPU. Walaupun KPU merupakan lembaga independen, sambung dia, anggotanya berada sampai ke daerah.
“Banyak di KPU meski sudah independen, karena KPU bukan hanya di Jakarta. Itu ada sampai ke daerah bahkan tingkat tps itu orang KPU semuanya,” jelasnya.
Sementara itu, pembelian suara secara eceran biasanya disebut sebagai serangan fajar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPK ditemukan peningkatan volume terjadinya korupsi itu selalu sejalan dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Lalu, penyakit kedua ialah hoaks atau berita bohong yang isinya menimbulkan perpecahan. Padahal, lanjut Mahfud, pemilu adalah ekspresi demokrasi dan demokrasi akan menjadi liar serta merusak masyarakat kalau tidak ada nomokrasi. (Ant/MK)
Oleh : Narda Margaretha Sinambela
Editor : Budi Suyanto