PATI – Direktorat Tipidter Bareskrim Polri mengungkap kasus penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dalam kasus yang disebut sebagai yang terbesar sepanjang 2022 tersebut, polisi menetapkan 12 tersangka.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengungkapkan sepanjang 2022 Polri telah berhasil mengungkap 230 kasus dan menangkap 335 tersangka kasus penyalahgunaan BBM dan elpiji bersubsidi.
“Kasus yang digelar ini terungkap pada 18 Mei 2022 dan merupakan yang terbesar sepanjang 2022. Petugas mengamankan sejumlah pelaku di beberapa wilayah Kabupaten Pati,” terangnya saat konferensi pers di gudang PT Aldi Perkasa Energi di Jalan Juwana-Pucakwangi, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Selasa (24/5/2022).
Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama di sebuah gudang di Jalan Pati-Gembong, Kelurahan Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati. Dari hasil pengembangan terungkap TKP kedua di gudang Jalan Juwana-Pucakwangi, Desa Dukuhmulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati.
“Petugas juga mengamankan rombongan mobil heli (pengangkut BBM yang modifikasi) di TKP ketiga, di Jalan Juwana Puncakwangi Desa Dukuhmulyo, Kecamatan Jakenan,” ujar Agus Andrianto.
Dia mengatakan, masing-masing dari 12 tersangka, memiliki peran spesifik mulai dari pemilik modal sampai dengan pengangkut solar bersubsidi tersebut. Para tersangka yang diamankan masing-masing berinisial MK sebagai pemilik gudang, EAS sebagai pemodal,
Kemudian, AS sopir mobil heli, MT sopir mobil, SW sopir mobil, FDA sopir mobil, FDA sopir mobil, AAP kepala gudang, MA sopir truk tangki kapasitas 24 ribu liter, TH sopir truk tangki kapasitas 24 ribu liter, JS pemodal, AEP sopir mobil, dan S sopir mobil.
“Modus para pelaku yakni dengan cara menampung BBM jenis solar bersubsidi di gudang tempat penyimpanan yang diperoleh dari sejumlah SPBU. Mereka mengangkut solar menggunakan kendaraan yang sudah dimodifikasi kemudian dikirim,” ungkapnya.
Dari sejumlah SPBU tersebut, para pelaku membeli solar subsidi seharga Rp 5.150 per liter. Solar tersebut kemudian dijual ke pemilik gudang seharga Rp 7.000 per liter. Oleh para pemilik gudang, solar subsidi tersebut kemudian diangkut menggunakan mobil truk tangki kapasitas 24.000 liter dan 16.000 liter lalu dijual ke kapal-kapal nelayan senilai Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per liter.
“Kami juga telah mengamankan kapal tanker bernama Permata Nusantara di Pelabuhan Tanjung Priok yang memuat 499 ribu liter solar yang diduga hasil dari proses penyalahgunaan BBM bersubsidi yang dilakukan para tersangka,” tuturnya.
Tindak pidana tersebut dilakukan para tersangka sejak 2021 hingga sekarang. Diperkirakan omzet yang diraup dari kejahatan mereka mencapai Rp 4 miliar. “Ini (penindakan penyalahgunaan BBM subsidi) merupakan upaya yang terus menerus kita lakukan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan oknum yang menyalahgunakan BBM bersubsidi,” pungkasnya.
Dalam konferensi pers tersebut, hadir Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi, Kadivhumas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto, dan General Manager Pertamina Jateng, Dwi Puji Ariestya.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkapkan, pihaknya terus menerus berkoordinasi dengan Pertamina untuk melakukan monitoring distribusi hingga penjualan BBM di pasaran. “Lewat satgas Puser Bumi, Polda Jateng bekerjasama dengan Pertamina untuk memantau BBM di pasaran, ” kata Kapolda.
Sementara General Manager Pertamina Jateng, Dwi Puji Ariestya memberikan apresiasi tinggi atas keberhasilan Polri mengungkap kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi itu. Dirinya mengungkapkan akan terus berkoordinasi dengan Polri untuk mengamankan penyaluran BBM di wilayah Jateng.
“Bila ada kelangkaan di suatu tempat, pasti kita laporkan ke Polda. Kemudian kita turun ke lapangan bersama untuk melihat penyebabnya. Atas prestasi yang luar biasa ini, saya mengucapkan apresiasi yang sebesar-besarnya,” kata dia.
Atas perbuatan penyalahgunaan BBM solar bersubsidi, para tersangka dijerat dengan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sebagaimana telah diubah dengan pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda paling tinggi 60 milyar rupiah. (rls)