spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ada 89 Pabrik CPO di Kaltim, Tapi Cuma Punya Tiga Pabrik Minyak Goreng

Meskipun berstatus daerah penghasil minyak sawit mentah (CPO), Kaltim belum banyak memiliki pabrik minyak goreng. Industri hilir dari sektor perkebunan kelapa sawit yang minim menyebabkan sebagian besar CPO diekspor mentah-mentah. Selain tak memiliki nilai tambah, ekspor seperti ini memperparah keadaan ketika minyak goreng langka seperti sekarang.

Menurut siaran resmi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kaltim, ada 89 pabrik CPO di provinsi ini. Akan tetapi, hanya ada tiga pabrik minyak goreng, dua di Balikpapan, satu di Bontang. Padahal, menurut Kepala Disperindagkop UMKM Kaltim, M Yadi Robyan Noor, Kaltim idealnya punya 25 pabrik minyak goreng.

Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Rabu, 16 Maret 2022, Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, kabupaten penghasil CPO terbesar ketiga di Kaltim itu berpotensi untuk investasi pabrik minyak goreng. Bupati mengatakan, sudah pernah membicarakan perihal tersebut dengan pengusaha atau pemilik pabrik CPO di Kukar.

“Yang jadi kendala waktu itu, kapasitas produksi sawit di Kukar belum mencukupi. Terkecuali seluruh perusahaan CPO hanya menjual ke satu pabrik minyak goreng,” sebutnya.

Walaupun demikian, Edi Damansyah melanjutkan, tidak menutup pabrik minyak goreng bisa dibangun di Kukar. Bukan hanya kelangkaan seperti saat ini, kebutuhan minyak goreng akan bertambah seiring pemindahan ibu kota negara (IKN). Wilayah Kukar masuk dalam IKN Nusantara sehingga lebih ekonomis bila minyak goreng diproduksi di kabupaten tersebut.

BACA JUGA :  Meidy Perangin Angin Siap Lanjutkan Tongkat Estafet Kepemimpinan GP Ansor Kaltim

Kepala Bidang Usaha dan Penyuluhan, Dinas Perkebunan Kukar, Samsiar, menambahkan, keberadaan pabrik minyak goreng menjadi nilai tambah bagi kabupaten. Akan tetapi, ada regulasi bahwa pabrik minyak goreng dibangun dengan kapasitas tertentu. Hal itu semestinya dikaji ulang karena Kukar menghasilkan 2,5 juta ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit per tahun.

Kabupaten Kukar adalah daerah dengan perkebunan sawit terluas ketiga di Kaltim setelah Kutai Timur dan Berau. Menurut Badan Pusat Statistik Kaltim, luas kebun sawit di Kukar 255 ribu hektare pada 2021. Total produksi TBS-nya sebesar 2,93 juta ton (Kaltim Dalam Angka 2022, hlm 400-401). Sebanyak 12 ribu pekerja terlibat di 65 ribu hektare kebun sawit berstatus perkebunan rakyat (hlm 420).

Sementara menurut Dinas Perkebunan Kukar, ada 56 perusahaan perkebunan skala besar yang beroperasi. Produksi CPO mencapai 425.184 ton pada 2021. Samsiar mengatakan, sebagian besar CPO atau minyak mentah itu dikirim ke Pulau Jawa. Angkutan CPO seperti ini menambah biaya produksi karena perlu biaya transportasi. “Berbeda bila pabrik dibangun di daerah, ini. Bisa memangkas harga minyak goreng,” terangnya.

BACA JUGA :  Saring Sebelum Sharing, Jangan Mudah Percaya Info Covid-19 di Medsos

Pembangunan pabrik minyak goreng disebut memberi banyak manfaat bagi Kukar. Pertama, menjadi solusi kelangkaan minyak goreng di daerah seperti sekarang. Selain itu, stimulus bagi perusahaan atau petani sawit untuk memperluas lahan perkebunan. Pada akhirnya, membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

“Dampak ekonomi masyarakat pun meningkat,” tuturnya.
Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Prof Rusdiansyah menjelaskan, pembangunan pabrik minyak goreng harus memenuhi minimal dua indikator. Pertama, kapasitas produksi, dan kedua adalah nilai bisnis. Rusdiansyah menilai, Kukar dan Kaltim memang menghadapi dua kendala tersebut.

“Harus ada luas lahan tertentu dan kapasitas bahan baku tertentu,” jelasnya.

Permasalahannya adalah untuk menyediakan bahan baku pembuatan minyak goreng memiliki standar. Produksi sawit dan CPO di Kaltim tidak sebesar Sumatra. “Kalau di Sumatra, 1 hektare lahan bisa menghasilkan 30 ton sawit. Di sini produktivitasnya tak sebesar itu,” jelas Dekan.

Syarat kedua adalah nilai bisnis. Rusdiansyah mengatakan, produsen minyak goreng biasanya menerapkan konsep pabrik terpadu. Satu perusahaan harus memiliki kebun sawit, mesin pengolah CPO, dan pabrik pembuat minyak goreng.

BACA JUGA :  Tiga Jurnal Ilmiah Politani Samarinda Berhasil Raih Akreditasi Nasional

Kelayakan investasi pabrik minyak goreng di Kaltim sebenarnya telah diteliti sejak 2008. Dalam jurnal Fakultas Pertanian Unmul, Rita Mariati menulis bahwa bila pabrik CPO di Kaltim hanya melempar 50 persen produksinya ke pasar bebas, sisanya cukup untuk pasokan pabrik minyak goreng. Jika skema itu berjalan pada 2008 saja, sudah tersedia bahan baku 782 ton CPO per hari (Peluang Investasi Minyak Goreng Kelapa Sawit di Kalimantan Timur, 2008, hlm 46).

Investasi membangun pabrik minyak goreng saat itu sebesar USD 31 juta atau sekitar Rp 434 miliar. Sementara biaya operasional pabrik berkapasitas 1.000 ton per hari sebesar USD 545 ribu atau Rp 7,2 miliar per hari. Pabrik ini memerlukan asupan energi untuk setiap pengolahan 1.000 ton bahan baku CPO sebanyak 19.100 kilowatthour (kwh) atau setara tiga genset berkapasitas 500 KVA. Energi tersebut diperlukan untuk proses rafinasi, fraksinasi, termasuk steam boiler. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img