spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

9 Indikator Dalam Menumbuhkan Budaya Kerja yang Humanis

Penulis: Zulkifli, S.Pd.I., M.Pd., C.PHT., C.HRA. (Dosen dan Kepala Unit Jaminan Mutu STITEK Bontang)

Pada dasarnya konsep budaya kerja bertujuan untuk mengatur sebuah organisasi agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak sesuai dengan tugas dan fungsinya (tupoksi), serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerjanya, sehingga akan tercipta sebuah nilai, kebiasaan, serta suasana yang humanis yakni usaha agar terwujudnya hubungan atau suasana kerja yang lebih baik yang didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan.

Istilah tersebut lazim dikenal dengan teori humanistik, yaitu seseorang individu dapat menggali, mengenali, serta memaksimalkan potensi dirinya untuk diterapkan dalam lingkungannya.

Untuk mewujudkan budaya kerja yang humanis dapat dicapai melalui proses transformasi kultur yang mengacu pada kebijakan sistem atau tata kelola. Karena suasana kerja akan dipengaruhi oleh aspek kebijakan, komitmen dan sikap konsistensi.

Menurut hemat penulis, kendala terbesar dalam mencipatakan budaya kerja yang humanis disebabkan adanya kesenjangan antar pribadi, yakni pimpinan dengan bawahan, bahkan kerap timbul kebijakan disharmoni (ketidakselarasan) antar sesama karyawan atau teman sejawat.

Budaya kerja yang humanis dapat tercipta jika diawali dengan komitmen yang kuat, khususnya level pimpinan yang akan diikuti oleh seluruh bawahannya. Sebagai salahsatu contoh Rasulullah SAW, dikenal sebagai sosok yang sukses dalam memimpin, apa rahasianya? Salahsatunya karena  Rasulullah  sangat piawai memosisikan dirinya sebagai role model  atau  figur.

Dengan demikian, ada beberapa strategi yang penulis tawarkan, bahkan hal ini dapat diterapkan disetiap institusi atau di sebuah organisasi agar tercipta budaya kerja yang lebih dinamis dan berdaya saing serta produktif.

Di antaranya; 1) pembiasaan diri, 2) komitmen diri untuk berkompetisi, 3) adanya ikatan emosional yang baik antar karyawan dengan mengedepankan aspek etika, 4) kemampuan berkomunikasi yang baik serta kemampuan membangun sebuah jaringan antar lembaga atau stakeholders.

Empat hal yang telah penulis sebutkan di atas, merupakan hal yang urgen karena berkaitan dengan aspek kepribadian tiap individu. Sikap dalam sebuah organisasi akan menjadi sebuah nilai yang akan membentuk sebuah pola pikir serta tindakan seseorang.

Untuk mengukur keberhasilan sebuah institusi atau sebuah organisasi dalam penerapan budaya kerja yang humanis, maka dapat dilihat dari sembilan indikator, sebagai berikut:

  1. Dalam mengambil sebuah keputusan selalu berdasarkan data yang didasari dengan sikap objektif;
  2. Tidak bersikap apriori dan tidak memberikan penilaian terhadap sesuatu, sebelum ia memastikan keadaannya dengan baik dan akurat;
  3. Selalu membandingkan pendapatnya dengan pendapat kedua dan ketiga, sebelum menyimpulkan atau mengambil kesimpulan;
  4. Adanya keseimbangan antara konsep dengan aktualisasi;
  5. Selalu mendekati permasalahan secara komprehensif, objektif, dan proporsional;
  6. Gemar berdiskusi dan proaktif dalam mengembangkan wacana ide, tetapi tidak suka berdebat kusir apalagi merendahkan atau mengentengkan rekan sejawat;
  7. Menyenangi hal-hal    yang    baru    dan    menikmati    tantangan    serta perubahan;
  8. Rendah hati dan bersedia menerima kesalahan serta lapang dada, toleran dalam perbedaan;
  9. Selalu melahirkan gagasan-gagasan baru secara produktif dan menginspirasi teman sejawat.

Budaya kerja yang humanis yang beroreantasi pada sikap harmonisasi sangat ditentukan oleh komitmen secara kolektif serta kebijakan dan regulasi yang sedang dijalankan. Hasil observasi awal yang penulis lakukan pada sejumlah instansi dan organisasi.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian  besar belum  mampu  tercipta budaya kerja yang humanis dikarenakan adanya sejumlah   faktor   yang   dapat menghambat tumbuhnya budaya kerja yang humanis.

Paling tidak ada lima faktor yang sangat dominan, yaitu; (1) faktor kepribadian dan respons seorang pimpinan, (2) faktor wawasan dan pola pikir karyawan, (3) adanya sikap apatis bagi karyawan senior, (4) tingkat kesejahteraan karyawan, dan (5) adanya kecemburuan sosial dan persaingan yang tidak sehat. Lima faktor inilah yang perlu dianalisis dan ditelaah secara detil.

Karena untuk mewujudkan manajerial atau tata kelola yang baik, diperlukan sebuah nilai dan norma yang akan dipegang serta ditradisikan bahkan diwariskan pada generasi selajutnya. (**)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img