spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

WLB Beda

Wartawan Legend Bedapatan (WLB) kali ini terasa ‘beda’. Legend yang hadir tentu kian sedikit. Bersamaan dengan kian banyak dan panjangnya daftar Legend yang berpulang.

Ada pemberian penghargaan kepada sejumlah tokoh, yang insyaallah disaring secara rada rumit namun terukur. Dari almarhum Awang Faroek, Prof Daddy Ruhiyat, Andi Harun, sampai Agus Suwandi.

Setelah penyerahan penghargaan, ada wawancara ala talk show yang dipandu Pak Rizal Effendi, mengorek jeroan pemikiran para penerima. Sesekali dengan pertanyaan ‘nakal’ semisal, “Apakah dana pokir bagi media dimaksudkan sebagai cara meredam daya kritis wartawan?”

Legend jebolan Jawa Pos, Tempo, dan Kaltim Post itu pun mengingatkan tiga poin; pentingnya segera dibentuk wartawan IKN, wisma wartawan di IKN, dan agar sumber daya wartawan dari Kaltim kelak ambil peran besar di situ.

WLB kali ini juga terasa ‘beda’ karena siang tadi menggelar sebuah konvensi yang dihadiri para jurnalis muda dan tiga sejawat dari Dewan Pers. Lalu, malamnya (barusan) hadir Pj Gubernur Kaltim. Beliau, Pak Akmal, bahkan minta acara mirip digelar bulan depan (!) dengan judul yang bisa disesuaikan, dengan biaya dari kocek beliau sendiri. Tempatnya langsung disepakati; di Balikpapan lagi.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri yang sudah dua kali jadi Pj Gubernur ini ternyata berasal dari keluarga jurnalis. Ayah beliau wartawan koran Haluan (Padang), dan saat kecil kerap membantu sang ayah mengetikkan berita – salah satunya jadi ‘problem’ hingga berurusan di markas tentara.

WLB kali terasa ‘beda’. Bukan lagi sekadar silaturahmi sejenis reunian. Benar. Sebab, kalau WLB adalah sekadar reunian, berapakah yang bisa hadir bila mereka ditakar menurut periodesasi angkatan jurnalis? Makin banyak yang pergi, pulang ke haribaan-Nya. Atau berhalangan datang karena faktor kesehatan yang tak mendukung. Atau memang memilih tak datang oleh sebab reunian, dengan doa bagi sedaftar panjang wartawan yang telah wafat, hanya akan dirasa mengawetkan kesedihan.

WLB kali terasa beda, sebab di sisi tertentu menyediakan jalan sambung profesional antara mereka yang sudah legend dan akan legend. Silaturahmi tidak lagi terbatas pada gaya reunian, namun agaknya telah menjadi lintas angkatan dan periodesasi profesionalitas.

Saya merasa perlu mengucap tahniah khusus kepada Lae Charles Siahaan dan tim. Semingguan terakhir para beliau lintang-pukang mengurus kegiatan ini. Tapi inilah di antara hasilnya. Sebagai acara tahunan, WLB tampak mulai menemukan format idealnya. Setidaknya, sudah bukan lagi kangen-kangenan dan silaturahmi thok. Tujuan ini sudah lama diselesaikan WAG bernama rada serupa – Wartawan Legend, dengan segala dinamika dan romantismenya.

Sampai bersua, jika masih Allah perkenankan, pada WLB-WLB berikutnya.

Oleh: Syafril Teha Noor, Wartawan Senior

16.4k Pengikut
Mengikuti