spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Walhi Kaltim Temukan Sejumlah Dugaan Permasalahan di PT APE

SANGATTA –  Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Fathur Roziqin Fen menduga ada indikasi permasalahan yang terjadi di perusahaan batu bara PT Arkara Prathama Energi (APE). Pasalnya kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan tersebut diketahui tanpa melakukan perubahan izin lingkungan dan hanya berdasarkan izin lingkungan milik PT Tambang Batu Bara Harum (TBH). Parahnya lagi, perusahaan tersebut dengan bebas menggunakan jalan umum untuk aktivitas hauling sebelum izin dimiliki.

Perusahaan yang mendapatkan sanksi administratif paksaan pemerintah pada bulan Mei 2023 lalu ini juga baru mengantongi Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan Nomor SK 1109/MENLHK/SETJEN/PLA.4/10/2023 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Batu bara pada bulan Oktober 2023, atau tepatnya 3 bulan setelah sanksi diturunkan. Namun uniknya, perusahaan tambang batu bara ini berani melakukan aktivitas land clearing di areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT TBH yang telah diakuisisinya pada bulan September 2023.

Fakta tersebut diungkapkan Walhi Kaltim kepada awak media, Rabu (28/2/2024) sore. Patut diduga bahwa izin usaha pertambangan operasi produksi yang diterbitkan oleh instansi terkait maladministrasi. Hal ini didasari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 297.K/MB.01/MEM.B/2023 yang mencabut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang Tata Cara Pemrosesan Penerbitan dan Pendaftaran Izin Usaha Pertambangan yang memerlukan adanya persetujuan lingkungan maupun dokumen lingkungan dalam pemrosesan IUP (Izin Usaha Pertambangan). Selain itu, patut diduga adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan jabatan hingga pembiaran atas keterlanjuran melibatkan instansi terkait.

Mengenai dugaan menggunakan dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan perusahaan sebelumnya yang kemungkinan dilakukan oleh perusahaan tersebut untuk mendapat IUP, Walhi Kaltim juga mempertanyakan regulasi yang membolehkan hal itu dilakukan. Karena dari informasi yang diterima pihaknya ada kegiatan di luar konsesi yang mengakibatkan adanya sanksi administratif bagi perusahaan, mengindikasikan adanya perubahan luasan usaha serta ditambah dengan aktivitas masyarakat di areal konsesi perusahaan yang mengharuskan adanya pengkajian ulang atas perizinan lingkungan yang dimiliki.

“Ini temuan yang luar biasa, karena perusahaan ini dengan lancar telah melakukan aktivitas pertambangan. Bahkan dari informasi yang kami terima, perusahaan ini juga menggunakan jalan kabupaten untuk aktivitas hauling-nya. Bagaimana bisa lolos pengawasannya hingga berlarut seperti ini.

“Aneh saja jika IUP bisa terbit tapi dokumen lingkungan dan izin lingkungan belum dimiliki. Selain dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat tidak dimilikinya izin lingkungan, kami menduga adanya pembiaran atas keterlanjuran akibat dari penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam permasalahan perusahaan ini. Kami minta stakeholder terkait hingga Kementerian LHK dan ESDM dapat merespons dengan cepat,” tegas aktivis yang kerap disapa Iqin.

Sebelumnya, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (PPLH DLH) Kutim, Marlin Sundhu didampingi Kepala DLH Kutim Armin Nazar membenarkan adanya Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI kepada PT APE yang didasari atas sanksi yang diberikan oleh DLH Kutim. Menurutnya sanksi tersebut berdampak pada percepatan proses perizinan perusahaan yang terpending karena adanya perubahan regulasi.

“SKKL terbit setelah sanksi administrasi diberikan. SKKL sama dengan izin lingkungn hanya ‘ganti baju’ saja dan terbit di bulan Oktober 2023,” ungkapnya.

Terkait sanksi administratif yang diberikan kepada perusahaan pada bulan Mei 2023 lalu, sepengetahuannya dari 36 item temuan tinggal sekitar 6 item yang belum diselesaikan. Dari 6 temuan tersebut menurutnya jika dibagi dalam skala masuk dalam kategori besar. Marlin juga menyampaikan dari 36 item temuan DLH tersebut mayoritas merupakan permasalahan administratif.

Marlin juga bilang pihak DLH Kutim telah menyampaikan adanya potensi pencemaran sungai yang besar dari aktivitas pertambangan yaang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Hal itu didasari dekatnya aktivitas pertambangan mereka baik dari Sungai Benua maupun Sungai Sangatta.

”Sanksi itu diberikan untuk mencegah agar pencemaran tidak meluas karena bukaan yang dilakukan oleh perusahaan berpengaruh pada sungai di sekitarnya. Ada kelalaian tidak melakukan  proses perubahan izin terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas pertambangan. Sanksi yang kita berikan di antaranya adalah perubahan penanggung jawab. Kemudian membuat Pertek (persetujuan teknis) air limbah dan Rintek (rincian teknis) pembangunan sementara limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Dari 6 poin yang belum selesai dari sanksi administratif paksaan pemerintah masuk dalam skala besar, itu izin utama. Untuk perkembangan terkini kami belum pastikan, karena permasalahannya kini ditangani Balai Gakkum (Kalimantan-red),” terangnya.

Hingga berita ini diterbitkan, media ini telah berupaya meminta konfirmasi pihak management PT APE melalui Akhmad Wasrip Kepala Teknik Tambang (KTT) perusahaan tersebut dengan menelepon nomor pribadinya, Rabu sore pukul 17.21 Wita, namun belum direspon.(Rls/Rkt)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti