spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tradisi Berburu Suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan yang Hampir Punah

SECARA geografis, Desa Lung Anai terletak di Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Desa ini telah diakui sebagai Desa Budaya oleh Pemerintah Kabupaten pada tahun 2005. Desa ini memiliki luas lahan 185 Ha, sebagian masih dikelilingi oleh hutan.

Hutan merupakan sumber kebutuhan bagi suku Dayak untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, termasuk untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Masyarakat Desa Lung Anai memperoleh kebutuhan konsumsinya dengan mengambil hasil sayur-sayuran dari ladang atau kebun, hasil mencari ikan di sungai, dan berburu binatang di dalam hutan. Berburu merupakan praktik yang hampir seluruhnya dilakukan oleh kalangan suku Dayak yang tersebar di seluruh penjuru pulau Kalimantan.

Meskipun pada masa kini, berburu masih dilakukan oleh masyarakat Desa Lung Anai, khususnya suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan, namun hanya segelintir masyarakat yang masih mempertahankan kebiasaan berburu ini.

Wilayah perburuan masyarakat semakin menyempit karena adanya berbagai perusahaan yang masuk dan menghimpit sekitar hutan-hutan masyarakat. Saat ini, wilayah perburuan masyarakat hanya mencakup daerah Benuang atau daerah sekitar tempat HTI beroperasi.

BACA JUGA :  Pertanyakan Status KM, Puluhan Pendemo Geruduk DPRD Kukar

Salah seorang tokoh masyarakat menceritakan pengalamannya pada waktu muda, ketika ia masih sering berburu. Ia mengaku bahwa pada saat itu, ia adalah salah satu orang yang paling terampil dalam berburu di Desa Lung Anai. Ia bahkan pernah berburu hingga ke Desa Jonggon, dengan menggunakan perahu dan membawa anjing khusus untuk hewan buruan.

Tokoh masyarakat yang sering dipanggil Pui Pati atau kakek Pati mengungkapkan bahwa tujuan utamanya berburu di hutan adalah untuk mencari babi hutan, payau, atau binatang lain yang dapat dikonsumsi.

Hasil buruan biasanya dikonsumsi, dan jika hasil buruan lebih banyak, maka binatang tersebut dijual kepada masyarakat lainnya. Di masa lalu, ketika masyarakat Dayak hidup di rumah panjang atau lamin, hasil buruan yang didapat oleh anggota rumah panjang harus dibagi secara merata dengan penghuni lainnya.

Pui Pati menjelaskan bahwa ketika ingin berburu, dia harus pergi sebelum matahari terbit, tepatnya pada pukul 4 pagi, dan menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk berburu. Jika berburu dilakukan pada siang hari, binatang buruan akan sulit ditemukan, sehingga perburuan harus dilakukan setidaknya sebelum matahari terbit.

BACA JUGA :  Gowes Cantik Kota Raja Bagikan Takjil kepada Warga

Alat yang biasa digunakan dalam berburu biasanya terdiri dari alat yang masih tradisional seperti sumpit, mandau, dan tombak. Namun, pada masa kini, masyarakat juga sering menggunakan senapan angin.

Ketika ingin melakukan perburuan, Pui Pati juga menjelaskan tentang beberapa pantangan yang harus dihindari agar terhindar dari bahaya ketika berburu di hutan. Pantangan tersebut berupa suara-suara burung tertentu, dan sebaiknya keberangkatan ditunda sampai suara burung tersebut hilang karena dipercayai akan membawa petaka, baik itu kecelakaan maupun hewan buruan yang akan menjadi ganas dan dapat membahayakan nyawa pemburu.

Ada juga pantangan yang dianggap paling berat dan harus dihindari sama sekali, yaitu ketika melihat ular melintang di jalan. Sebaiknya dianjurkan untuk kembali saja ke rumah dan tidak melakukan perburuan karena hal ini dianggap akan membawa petaka, seperti kematian atau kecelakaan berat lainnya.

Kepercayaan masyarakat terhadap berbagai pantangan yang berasal dari hewan-hewan yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa masyarakat Dayak, khususnya Kenyah Lepoq Jalan, tidak sembarangan dalam berburu hewan, dan secara langsung juga melestarikan hewan lainnya.

BACA JUGA :  Disambut Pendukung dan Keluarga, Taufany Menjadi Bagian Pemutus Puasa Gelar SEA Games

Namun, kini masyarakat Dayak Kenyah Lepoq Jalan yang tinggal di Desa Lung Anai harus kehilangan wilayah perburuannya karena ekspansi berbagai perusahaan yang menghancurkan hutan mereka. Kehadiran berbagai perusahaan ini di wilayah sekitar Desa Lung Anai juga membuat masyarakat tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan akan sumber protein mereka yang didapatkan dari hewan buruan. (*)

Penulis: Andreas Ongko Wijaya Hului, Mahasiswa Unmul

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img