SAMARINDA – Kasus pembacokan driver ojek online (ojol) di Samarinda pada 6 September 2020 dihentikan pihak berwajib. Sebabnya, tersangka didiagnosis mengalami gangguan jiwa berat dipicu penyalahgunaan narkotika. Sehingga secara hukum, dianggap tak dapat mempertangungjawabkan perbuatannya.
“Saat dalam penyidikan keterangan tersangka berubah-ubah dan tak mengakui perbuatannya. Tersangka mempunyai kartu kuning. Itulah dasar kami melakukan observasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda. Penyidikan tetap berjalan,” ucap Kepala Unit Reserse Kriminal Polsekta Samarinda Ulu, Inspektur Polisi Dua Muhammad Ridwan, Rabu (11/11/2020).
Driver ojol korban penikaman tersebut adalah Mahadir Maulana (37), sedangkan tersangka adalah Ariaji Ardiansyah (31). Kejaksaan Negeri Samarinda telah meneliti berkas perkara dari kepolisian dan mengeluarkan P18 dan P19, sesuai Pasal 44 KUHP yang menyebut bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa yang tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, tidak dapat di pidana.
Setelah menghentikan perkara, kepolisian akan berkoordinasi dengan keluarga tersangka untuk membawanya kembali ke rumah sakit jiwa. Setelah dibawa ke RSJ, penyidik membuat laporan ke jaksa penuntut umum (JPU) sehingga bisa menghentikan tuntutan di kejaksaan.
Mahadir Maulana (37) menjadi korban penikaman pada Minggu (6/9/2020) sekira pukul 01.30 Wita. Saat itu ia sedang membeli pesanan seorang konsumen yang memesan makanan melalui aplikasi online. Kedua tangan korban terkena sabetan parang pelaku yang datang dari arah Tenggarong saat melintas di Jalan Suryanata, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu. Memepet kendaraan korban dan menyerangnya dengan senjata tajam. Sebelum menyerang, pelaku sempat marah-marah kepada korban namun dihiraukan.
Ariaji Ardiansyah berdasarkan KTP merupakan warga Kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara (Kukar). Saat ini berdomisili di Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang. Setelah sempat melarikan diri, pelaku ditangkap jajaran Reskrim Polsekta Samarinda Ulu pada pukul 23.00 Wita hari yang sama.
Sementara itu, Hari Siahaan, kuasa hukum korban, mengatakan pihaknya akan menyanggah surat keterangan yang dikeluarkan RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Menurutnya, pada Februari 2020, tersangka sudah dinyatakan sembuh. Sehingga secara hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Ini bisa dilihat bahwa sebelum melakukan aksinya, pelaku sempat berkebun dan membawa parang sampai ke Samarinda, hingga akhirnya membacok klien kami. Makanya saya tegaskan kami akan tetap menyanggah surat yang sudah dikeluarkan RSJD Atma Husada Mahakam, karena ini gangguan jiwanya akibat menggunakan narkotika,” sebut Hari.
Menurutnya, kasus tersebut harusnya juga mengarah ke Undang-Undang Narkotika. Meski sebagai pengguna, ketika kedapatan membawa narkotika, tersangka bisa dijerat pasal 112 dan 114. “Bukan 127. Pasal 127 itu berlaku kalau ada permintaan rehabilitasi ke BNN,” lanjut Hari.
Korban Mahadir Maulana hingga saat ini masih menjalani pemulihan. Pengobatan dampak tikaman senjata tajam tersangka, dilakukan menggunakan uang pinjaman. Sebelumnya, ia mencari nafkah hanya dari driver ojol dan tidak punya penghasilan tetap.
Luka-luka hantaman parang pelaku, membuatnya harus menjalani dua kali operasi. Menghabiskan biaya sekitar Rp 30 juta. “Bingung membiayai operasi. Terpaksa saya meminjam dari orang-orang. Kalau tidak begitu saya tidak bisa keluar dari rumah sakit,” terang Mahadir.
Hingga kini Mahadir masih terbeban utang-utang tersebut. Sedangkan pihak keluarga tersangka, disebut belum ada yang mendatanginya sampai saat ini. “Kalau kita pikir ‘kan, kenapa dia sanggup bertemu dengan anaknya tapi tidak sanggup bertemu dengan saya selaku korban. Sebenarnya saya yang paling dirugikan di sini, karena tidak kenal dengan pelaku,” sesalnya.
Menurut Mahadir, keluarga tak seharusnya membiarkan tersangka berkeliaran membawa sajam jika memang mengalami gangguan jiwa. Akhirnya membuat orang tak bersalah menjadi korban. Menanggung dampak buruk hingga saat ini.
“Sampai saat ini saya tidak bisa bekerja dengan kondisi ini. Siapa yang mau biayai saya dan keluarga. Kalau memang pihak keluarga sanggup membiayai si pelaku untuk berobat, otomatis mereka sanggup juga membiayai pengobatan saya, karena kelakuan anaknya. Saya berharap agar keluarga pelaku bisa bertanggung jawab atas tindakan tersangka.”
Menanggapi keluhan korban, kuasa hukum tersangka, Rusniwari Ayu Syafitri menyampaikan permohonan maaf dan memastikan santunan kepada korban akan diberikan oleh keluarga. “Bagaimanapun juga kami sangat berempati dengan korban karena dia adalah tulang punggung keluarga. Cuma nanti ‘kan santunannya tergantung kemampuan keluarga klien kami,” terangnya.
Rusniwari pun mengapresiasi langkah polisi menghentikan kasus tersebut. Menyebut keputusan penegak hukum tersebut sebagai bentuk keadilan. Kliennya merupakan pasien RSJD Atma Husada Mahakam yang menjalani rawat jalan sejak 2017. Pada Desember 2019 menjalani perawatan sampai Februari 2020. “Klien kami mengalami gangguan jiwa bukan dari lahir. Tetapi karena klien kami korban penyalahgunaan narkotika maka psikisnya sedikit terganggu. Informasi yang kami terima klien kami ini juga pernah direhab di LIDO, Bogor, selama enam bulan,” pungkasnya. (kk/red2)