spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terhindar dari Jantung Koroner, Hikmah di Balik Langkanya Minyak Goreng

SAMARINDA – Kelangkaan minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit memang menyusahkan. Akan tetapi, selalu ada hikmah di balik segala kesukaran. Mengurangi konsumsi makanan yang digoreng faktanya dapat membuat tubuh terhindar dari pembunuh mematikan yaitu penyakit jantung koroner.

Menurut survei Sample Registration System pada 2014, sebagaimana dilansir Kementerian Kesehatan, jantung koroner adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia setelah stroke yakni 12,9 persen. Penyakit kardiovaskuler ini paling banyak menyerang kelompok umur 65-74 tahun (3,6 persen) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2 persen), 55-64 tahun (2,1 persen) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3 persen).

Satu dari antara pemicu penyakit jantung koroner adalah kolesterol jahat (low-density lipoprotein/LDL) yang tinggi dalam darah. Kolesterol jahat ini datang karena kebiasaan merokok, malas bergerak, dan tentu saja terlalu banyak mengonsumsi makanan yang digoreng. Terutama, makanan yang direndam di minyak yang mengandung lemak jenuh tinggi. Minyak goreng yang digunakan berkali-kali biasanya mengandung lebih banyak lemak jenuh tinggi.

Untuk memperdalam kajian ini, kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, mewawancarai Kepala Instalasi Gizi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Joko Cahyono, SST Gizi, M.Adm.Kes, RD. Joko Cahyono adalah ahli gizi yang bertugas di RSUD AWS sejak 1997. Lelaki kelahiran Surabaya berusia 51 tahun ini juga memegang sertifikasi profesi dietisien (RD) pada 2016. Berikut kutipan wawancaranya pada Jumat, 11 Maret 2022.

Minyak goreng akrab dengan kehidupan kita. Benarkah mengonsumsi makanan yang digoreng tidak baik bagi tubuh?

Perlu dipahami dahulu bahwa minyak goreng adalah bahan makanan yang digunakan dalam proses pengolahan. Jadi, bukan dikonsumsi langsung. Minyak goreng merupakan satu dari antara jenis lemak yang mengandung zat gizi makro yang diperlukan tubuh. Perhitungan nilai gizi ini dihitung berdasarkan jumlah kandungan lemak dari bahan makanan yang diolah. Ditambah konversi penyerapan minyak bila hidangan diolah dengan cara digoreng atau ditumis.

BACA JUGA :  Pasca Ditetapkan Sebagai Ketua, Irwan Segera Bentuk Kepengurusan DPD Demokrat Kaltim

Namun, sebelum membahas minyak dari kelapa sawit, kita perlu mengetahui beberapa jenis minyak goreng. Pertama adalah minyak kelapa. Ada dua jenis di pasaran yaitu minyak kelapa biasa atau coconut cooking oil dan virgin coconut oil  atau VCO. Minyak kelapa biasa mengandung lemak jenuh cukup banyak sehingga bisa meningkatkan kadar LDL dalam darah. Sementara VCO atau minyak kelapa murni mengandung antioksidan yang bagus meningkatkan kolesterol baik atau HDL dalam darah.

Selanjutnya, ada minyak canola yang terbuat dari biji bunga kanola. Minyak ini mengandung asam lemak jenuh yang rendah sekitar 7 persen, asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda atau PUFA. Kandungan ini baik untuk menekan kolesterol jahat (LDL) dan dapat memperbaiki ketidakseimbangan profil lemak dalam tubuh.

Bagaimana dengan minyak goreng dari kelapa sawit?

Minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit juga termasuk bahan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan. Minyak ini mengandung asam lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat atau LDL dalam darah.

Padahal, yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah minyak goreng dari kelapa sawit.

Sebenarnya, semua jenis minyak boleh digunakan dalam pengolahan makanan. Tapi ada catatan, harus sesuai batas pemakaian dalam sehari. Akan lebih baik menggunakan minyak yang kadar lemak tak jenuhnya tinggi. Namun, penggunaan minyak dengan kandungan tak jenuh tinggi juga sebaiknya tidak untuk metode deep fry. Kandungan lemak akan berubah menjadi lemak jenuh dan lemak trans sehingga tidak baik untuk tubuh.

BACA JUGA :  Diduga Sakit, Anggota Ormas Ditemukan Meninggal di Kamar Kos

Metode penyimpanan juga harus diperhatikan. Minyak goreng yang dibiarkan di udara terbuka dalam waktu lama akan teroksidasi sehingga berbau tidak enak atau tengik.

Apa benar, mengonsumsi makanan yang terlalu berminyak dapat meningkatkan kolesterol jahat yang berujung stroke dan penyakit jantung?

Konsumsi minyak berlebihan bisa meningkatkan kadar lemak jahat dalam tubuh. Hal ini meningkatkan risiko penumpukan plak di pembuluh darah. Nah, jika tumpukan plak ini menebal akan menyumbat pembuluh darah. Berbagai macam penyakit serius bisa dialami. Serangan jantung, misalnya, terjadi ketika pembuluh darah jantung tersumbat. Stroke karena pembuluh darah otak tersumbat. Organ-organ tubuh lain juga bisa diamputasi jika mengalami nekrosis atau kematian jaringan.

Jadi, apakah makanan yang digoreng harus dihindari sama sekali?

Tidak selalu begitu. Kita sudah tahu, makanan yang digoreng umumnya bercita rasa gurih sehingga meningkatkan selera makan. Metode ini sebenarnya dapat menambah nilai gizi yaitu kandungan energi dan lemak dalam hidangan. Jadi, selama tidak berlebihan, tidak apa-apa. Sebagai contoh, jika kita mengonsumsi dua potong tempe goreng (50 gram), serapan minyaknya kira-kira 7 gram dengan persentase serapan 14 persen. Jika 50 gram tempe mentah mengandung energi 80 kilokalori (kcal), ada tambahan energi 63 kcal sehingga menjadi 143 kcal atau naik 78 persen.

BACA JUGA :  Satu Orang Pengedar Dibekuk Polresta Samarinda, Simpan Setengah Kilogram Sabu

Bagi individu yang membutuhkan asupan energi tinggi, metode goreng dapat menjadi alternatif mengolah makanan. Akan tetapi, untuk individu yang sedang membatasi asupan energi dan lemak, sebaiknya memilih metode lain tanpa menggunakan minyak.

Walaupun tubuh memerlukan lemak, sumber mendapatkan lemak ini tidak harus dari minyak goreng. Lemak dibagi menjadi dua jenis yaitu nabati dan hewani. Lemak nabati selain dari minyak kelapa sawit bisa diperoleh dari minyak kelapa, minyak zaitun, dan lain sebagainya. Lemak hewani dari berbagai jenis daging, telur, susu, dan olahannya. Jadi, tanpa minyak pada proses pengolahan, kita masih mendapatkan asupan lemak dari yang lain.

Sebenarnya, berapa batas aman memakan makanan yang digoreng itu?

Menurut Pedoman Gizi Seimbang, batas konsumsi minyak atau pengganti adalah lima sendok makan per hari. Perhitungan ini harus disesuaikan komposisi tubuh karena setiap individu berbeda. Ada yang sehat, ada yang berisiko, ada pula yang mengidap penyakit. Makanya, jumlah minyak dalam proses pengolahan bergantung dari kebutuhan energi dan zat gizi lemak individu tersebut. Tentunya, makanan sehat dengan gizi seimbang adalah yang terbaik.

Saran Anda sebagai ahli gizi?

Metode memasak dengan kukus atau rebus memang lebih sehat dibanding digoreng karena tidak menggunakan lemak. Makanan yang dikukus memiliki kandungan gizi lebih banyak karena nutrisi tidak banyak yang terbuang saat dimasak. Metode tumis dengan sedikit lemak juga lebih disarankan dibandingkan makanan yang digoreng. Makanan digoreng tinggi lemak sementara kandungan vitamin A, D, E, dan K berkurang karena larut di dalam lemak. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img