Catatan Rizal Effendi
SAYA mendapat kabar duka dari Pak Rachmadi, Senin (8/7) petang. Dia pensiunan pegawai PLN. Sahabat saya bermain tenis. Pesan singkat yang dikirimkan ke saya berbunyi: “Telah meninggal dunia Bu Any Joko tadi sore, jatuh ketika bermain tenis di Stadion Tenis BJBJ. Ketika dilarikan ke RSUD Kanujoso nyawanya tidak bisa tertolong.”
Saya sangat sedih kehilangan wanita yang satu ini. Hidupnya dibaktikan benar-benar ke cabang tenis. Mulai jadi pemain sampai jadi pelatih. Mulai saya wartawan, ketika saya jadi wali kota sampai saat purnatugas sekarang ini, dia tetap di lapangan tenis tiap hari. Itu berarti pengabdiannya di cabor ini lebih dari 25 tahun.
Beberapa hari lalu Bu Any sempat WA saya. Ada dua hal yang dia sampaikan. Pertama urusan lapangan tenis di Gunung Pasir dan sewa pemakaian Tennis Stadium Indoor di Jl H Asnawi Arbain (BJBJ), Gunung Bahagia.
“Mat pagi, Pak, saya sedih lapangan tenis Manuntung, Gunung Pasir, yang banyak menyimpan kenangan kita bermain dan melatih tenis tidak bisa kita pertahankan. Mau demo tapi Pelti ngga ada respon,” kata Bu Any seraya mengirimi saya 3 foto.
Foto yang dia kirim adalah foto papan pengumuman larangan melakukan aktivitas apa pun di area lapangan dan foto lapangan yang dicantumkan tulisan “SMP di Balikpapan Tengah akan dibangun mulai bulan depan. Anggaran mencapai Rp28 M.” Satu lagi foto lapangan tenis indoor yang dalam keadaan sepi.
Lapangan tenis Manuntung sudah dipakai sejak puluhan tahun silam. Wali Kota Syarifuddin Yoes, Tjutjup Suparna, Imdaad Hamid pernah main di sini. Saya juga sering bermain di sana sampai sekarang. Begitu juga sejumlah pejabat Pemkot.
Menurut Ibu Parti, salah seorang pemain veteran putri, sekarang mereka bermain tenis di Lapangan Tenis Tanjungpura, milik Kodam VI Mulawarman. “Sudah tidak boleh dipakai sama sekali lapangan Manuntung,” katanya sedih.
Seperti jatuh ketimpa tangga, sudah lapangan tenis Manuntung tidak bisa digunakan lagi, Bu Any juga mengeluh soal sewa lapangan tenis di BJBJ. “Stadium Tenis terlalu komersial, Pak. Sewanya sekarang Rp100 ribu per jam, ngga mau disewa per bulan. Berat buat kita yang melatih anak-anak junior, bagaimana kita mau berprestasi. Padahal itu lapangan milik pemerintah,” begitu keluhnya.
WA terakhir Bu Any, dia meminta bantuan saya agar petenis junior Naila, putri Ibu Heldy (AURI) bisa masuk Institut Teknologi Kalimantan (ITK) lewat jalur prestasi. “Dia atlet kita, Pak, mudah-mudahan bisa diterima dan diperjuangkan, Pak,” begitu pesannya.
Semua pesan dan harapan Ibu Any belum bisa saya tindaklanjuti dan carikan solusinya. Saya sedih juga tidak bisa memperjuangkan secara maksimal. Meski saya mantan wali kota, posisi saya tidak seperti dulu lagi.
Soal sewa lapangan tenis di Stadion Tenis yang kaku dan mahal, saya mau titip dengan rekan-rekan saya dari Partai NasDem yang duduk di DPRD. Mungkin bisa diperjuangkan lewat jalur Dewan. Setidaknya Disporapar bisa meninjau atau mempertimbangkan kembali kebijakan itu. Atau perlu dilakukan revisi Perda-nya untuk membantu anak-anak tenis yang berjuang untuk membawa nama baik Balikpapan.
Beberapa hari lalu saya bertemu dengan Direktur Eksekutif Universitas Mulia Balikpapan, Dr Agung Sakti Pribadi, SH, MH. Ternyata tokoh pendidikan yang satu ini peduli juga soal rencana dibongkarnya lapangan tenis Manuntung, yang kemudian akan dibangun gedung SMP.
Menurut Agung, membangun SMP di kawasan itu tidak terlalu tepat. Karena di daerah itu sudah ada sejumlah SMP Negeri dan swasta. Jadi tidak terlalu tepat dari aspek pemerataan. Selain juga lapangan Tenis Manuntung sangat bersejarah. “Saya siap memperjuangkan aspirasi masyarakat tenis agar di situ tidak dibangun gedung sekolah,” kata Agung, yang juga penasihat Peradi Balikpapan.
SANGAT KEHILANGAN
Sejumlah rekan-rekan Ibu Any Joko mengaku kaget atas kejadian yang dialami almarhumah di lapangan tenis, sore kemarin. “Saya lagi di Jogya, saya kaget sekali dikabari Ibu Any Joko telah berpulang,” kata Ibu Parti.
Hampir dua tiga kali seminggu, Ibu Parti dan teman-temannya bermain bersama Ibu Ani Joko. “Ibu Ani baik sekali, pintar bermain tenis, mau melatih anak-anak dan sangat kekeluargaan sekali dengan kita semua,” jelasnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Ibu Dwita Salvery, psikolog yang juga rajin bermain tenis dengan Ibu Ani Joko. “Kita semua kaget dan sedih, kita kehilangan teman tenis yang baik. Bude Ani Joko kesayangan anak-anak yang dilatihnya tiap hari. Dia juga banyak mencetak petenis berprestasi,” jelasnya.
Ibu Ani Joko meninggal dalam usia 66 tahun. Meninggalkan seorang suami, Pak Joko dengan dua anak. Selama ini Pak Joko sangat mensuport kegiatan istrinya di lapangan tenis. Dia sering terlihat mengantarkan Ibu Ani atau mendampingi di lapangan.
Ibu Dwita juga sempat menyampaikan keluhannya soal sewa pemakaian lapangan tenis untuk cabor pickelball. Ini olahraga bola padel yang menggabungkan unsur tenis, bulu tangkis dan tenis meja. Sebagian pemain di Balikpapan adalah guru-guru olahraga.
“Kasihan Pak mereka tidak sanggup bayar. Perda No 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sepertinya perlu ditinjau kembali,” kata Dwita.
Selamat jalan Ibu (Bude) Ani Joko. Kita berdoa Tuhan memberi tempat layak atas segala pengabdianmu. Berakhirnya masa pakai lapangan tenis Manuntung seperti mengiringi berakhirnya perjalanan hidup Ibu Ani Joko. Pelti Balikpapan sebaiknya mengusulkan Bude Ani mendapatkan penghargaan sebagai pelatih atau pengabdi olahraga terbaik di Balikpapan. (*)