spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Telaga Hantu

Catatan Rizal Effendi

SAYA takut hantu itu bukan hoaks. Sungguh, sejak dulu saya memang takut sekali dengan jenis makhluk yang satu ini. Mungkin sudah masuk kategori phasmophobia. Ketakutan yang berlebihan. Ini menurun ke cucu saya, Defa dan Dafin. Biar siang hari mereka tidak  berani di kamar sendirian.

Ketika saya ke Samboja, Kutai Kartanegara, Minggu lalu, saya menyempatkan diri meninjau telaga minyak di Desa Sungai Merdeka, di mana saya pernah bermukim di sana  tahun 60-an akhir. Ini ada kaitannya dengan ketakutan saya dengan hantu.

Di telaga minyak itu ada yang namanya pompa angguk atau pumpjack atau rod pump. Pompa angguk merupakan alat yang dipakai untuk menyedot naik minyak bumi dari dalam tanah atau sumur ke permukaan tanah. Metode ini biasanya dipakai untuk sumur-sumur tua, yang sudah tidak memiliki tekanan yang cukup untuk menaikkan minyak ke permukaan.

Pergerakan pompa angguk hampir mirip seperti piston pada kendaraan bermotor. Pompa dihubungkan pada motor listrik atau gas dan engkol (shaft). Pergerakan motor dan pergerakan engkol akan menghasilkan gerakan naik turun (upstroke dan downstroke). Umumnya pompa angguk menghasilkan 5 sampai 40 liter minyak setiap kali kayuhan atau pergerakan.

Di Samboja, pompa angguk cukup banyak. Di tahun 60-an saja sudah ada di beberapa lokasi. Kalau malam hari suara gerakan pompa angguk itu jadi suara yang menyeramkan. Ada suara nyit nyit. Apalagi waktu dulu  di sekitar telaga hampir tidak ada bangunan dan penghuni sama sekali. Hutan melulu. Ditambah suara binatang malam dan cahaya kunang-kunang yang kelap-kelip, saya langsung membayangkan seperti film drakula. Sangat seram.

Kalau malam hari saya melewati lokasi pompa angguk, saya pasti berlari kencang. Pokoknya sekencang-kencangnya. Tanpa berani menoleh kiri-kanan. Maklum saya selalu teringat dengan cerita sepasang suami-istri berboncengan naik sepeda. Sang suami kaget sekali ketika sampai di rumah, istrinya tidak ada lagi di boncengan. Apalagi itu malam Jumat.

Awalnya sang suami curiga istrinya terjatuh karena mengantuk atau penyebab lain. Maka dia telusuri kembali jalan yang dilewati.  Betapa kagetnya dia karena istrinya ditemukan lagi duduk di samping pompa angguk dengan tatapan mata yang dingin dan hampa. Orang menyebutnya sang istri habis ditangkap atau disandera hantu. Wajahnya pucat pasi seperti mayat.

Sejak itu saya ketakutan jika melewati lokasi pompa angguk. Baik siang apalagi malam. Takut kalau sampai ditangkap hantu dan ditaruhnya di pompa angguk. Apalagi kalau ditaruh hantu di ujung kepala pompa angguk yang dinamakan mirip kepala kuda  (horse head). Saya membayangkan pasti saya semaput.

Lokasi pompa angguk sekarang sebagian sudah di tengah permukiman. Pompanya juga sudah diperbaharui. Mereknya Bukaka. Pasti itu hasil pabrikan dari perusahaan milik mantan wakil presiden Jusuf Kalla atau JK. Padahal dulu di zaman Belanda di akhir 1800 dibuat sederhana dan masih ada bagian pompa menggunakan kayu ulin.

Sumur-sumur minyak tua di Samboja sekarang di bawah  operasi Pertamina Unit Bisnis, Eksplorasi, dan Produksi (UBEP) Sangasanga dan Tarakan setelah diambil alih dari Tesoro dan Medco. Tapi awalnya sumur ini dibangun oleh perusahaan minyak Belanda, Nederlandch-Indische Industrie en Handel Maatschappij (NIHM) dan dilanjutkan oleh BPM (Batavia Petroleum Maatschappij).

Dari data yang pernah dirilis, Pertamina UBEP Sangasanga memiliki 1.500-an sumur di daratan. Tetapi yang beroperasi hanya seratusan saja. Sumur-sumur itu memiliki kedalaman tidak tanggung-tanggung. Rata-rata di atas 1 km. Sumur di Samboja ada yang dalamnya mencapai 1.700 meter.

Mungkin karena banyaknya sumur tua yang sudah tidak dioperasikan lagi, sehingga ada kelompok masyarakat   di Samboja yang mendapat izin untuk mengelolanya melalui koperasi.

MENGANTAR JENAZAH

Karena saya takut hantu, maka hal-hal yang menyeramkan atau horor  dalam pikiran saya selalu berhubungan dengan hal yang menakutkan. Itu sebabnya saya sering dikerjain para wartawan ketika saya masih aktif di Kaltim Post di akhir tahun 1900-an.

Wartawan senior Bambang Janu Isnoto pernah membuat saya ketakutan. Buntutnya saya mengumpat dia habis-habisan. Gara-garanya dia memasukkan foto jasad korban pembunuhan ke dalam saku jaket saya. Beberapa hari saya tak berani mengenakan jaket tersebut. Padahal pulang dari kantor sekitar pukul 02.00 atau 03.00 dinihari. Cuacanya cukup dingin.

Saya pernah mengantar jenazah pemimpin umum ManuntunG Drs Widodo, yang juga pejabat Pemkot Balikpapan. Beliau meninggal dunia setelah makan siang karena serangan jantung. Keluarga meminta jenazah dikuburkan di makam keluarga, di kampung halamannya dekat Semarang, Jawa Tengah.

Saya dan Pak Zainal Muttaqin (ZAM) bersama keluarga menerbangkan jenazah dari Balikpapan ke Surabaya.  Kami tiba di Juanda selepas Maghrib. Perasaan saya mulai tidak enak saat melihat mobil yang disiapkan cuma dua. Satu mobil keluarga dan satunya mobil jenazah. Dan benar dugaan saya, mobil tidak cukup sehingga saya dan Pak ZAM  ikut di mobil jenazah dan duduk di samping peti jenazah.

Saya mau menolak sudah tidak bisa. Anda bayangkan situasi saya selama enam jam lebih di perjalanan. Apalagi kalau mobil melewati tikungan. Peti jenazah bergeser. Hati saya benar-benar tidak keruan. Segala ayat saya baca  untuk menguatkan hati saya. Sementara Pak ZAM saya lihat tenang-tenang saja duduk di bagian kepala. Lebih seru lagi si kernet. Pukul 22.00 dia sudah ngorok di samping peti jenazah.

Ada teman menyarankan sebaiknya saya konsultasi ke psikolog atau psikiater. Orang yang fobia hantu perlu terapi khusus agar tidak merugikan fisik dan mental. Selain juga bisa melakukan beberapa hal. Mulai mengubah cara pandang soal hantu, hindari dulu tempat gelap, banyak beraktivitas malam di luar, perbanyak agenda berkumpul dan juga yakini bahwa manusia itu adalah makhluk yang paling sempurna.

Seorang ustaz menyarankan kepada saya membaca doa yang diajarkan Rasulullah jika lagi ketakutan dengan hantu atau setan. Bacaannya:  Allahuma inna naj’aluka fi nuhurihim wa na’udzubika min syururihim. (Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan Engkau di leher mereka – agar kekuatan pada orang jahat itu tidak berdaya saat berhadapan dengan kami – dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka.)

Sebagai orang Banjar saya pernah diceritakan hikayat 41 macam wadai (kue) banjar yang harus disediakan ketika ada acara hajatan. Tradisi itu bermula dari masyarakat Hindu pada masa Kerajaan Dipa di Hujung Tanah, kini Kalsel. Wadai 41 macam itu adalah sesaji untuk para roh penghuni alam agar tidak mengganggu kehidupan manusia.

Ke-41 macam wadai banjar itu sebagian kue kesukaan saya. Seperti bingka, kararaban, wajik, apam, untuk-untuk, ilat sapi, hintalu keruang, pais waluh, amparan tatak pisang, lupis, sari muka, serabi, putri salat, patah sampai pundut nasi.

Selama bulan Ramadan kemarin, hampir tiap hari saya makan semua wadai itu di saat buka puasa. Tapi anehnya sampai sekarang saya masih takut hantu. Kalau subuh mau ke masjid sengaja saya bangunkan mbak ART di rumah. Saya bilang tutup pintu rumah sekalian nemanin saya sampai ke mobil. Takut ada hantu bermalam di mobil. (**)

Penulis adalah Wali Kota Balikpapan 2011–2016 dan 2016–2021 dan Pengurus PWI Kaltim

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti