3. Etika Menyarungkan Kembali
Setelah membuka atau mengeluarkan keris dari sarungnya, maka berikutnya adalah memasukkan (menyarungkan) kembali keris ke dalam warangkanya. Tata Etikanya, seseorang yang pertama kali mengeluarkan keris dari sarungnya harus bertanggung jawab untuk memasukkan kembali ke sarungnya seperti sediakala.
Karena dalam suatu pertemuan ada kalanya keris yang sudah dikeluarkan dan diamati bersama, bilah keris tersebut berpindah tangan ke orang lain yang juga punya keinginan melihat keindahan bilahnya. Setelah hulu keris berpindah dari satu orang ke orang yang lain, maka harus dikembalikan kepada orang yang pertama kali membuka keris tersebut untuk disarungkan kembali.
Tata caranya, letakanlah tangan kanan yang memegang hulu keris di depan pusar (perut) dengan kemiringan agak condong ke depan, lalu ambil warangka yang terletak diatas meja atau diatas karpet. Posisi keris tetap dalam kondisi diam ditangan kanan, sedangkan posisi tangan kiri pelan-pelan mengembalikan warangka ke bilah keris, dengan gerakan turun ke bawah. Apabila seluruh bilah sudah masuk dalam warangkanya, putar gerakan tangan kiri sehingga posisi hulu keris berada diatas
Cobalah untuk latihan di rumah menggunakan keris milik sendiri baik untuk sesi mengeluarkan keris dari warangkanya maupun memasukkan keris ke dalam warangkanya. Karena kalau sudah terbiasa, maka akan sangat mudah untuk dipraktikan. Sehingga apabila kita berada di lokasi sarasehan mendapat penilaian yang baik dari sesama penggemar maupun pelestari tosan aji dimanapun berada.
4. Etika Menyerahkan dan Menerima Keris
Tata etika dalam menyerahkan dan menerima keris sudah ada aturan bakunya, sehingga dapat diterapkan baik diacara sarasehan maupun saat diskusi perkerisan. Menyerahkan keris kepada orang yang lebih tua atau jabatannya lebih tinggi, maka tangan kanan kita memegang warangka keris pada gandar paling bawah (paling ujung) dan tangan kiri memegang pergelangan tangan kanan. Kemudian orang yang kita hormati, saat menerima warangka keris akan memegang di gandar bagian atas (pangkal gandar).
Sedangkan menyerahkan keris kepada orang yang lebih muda atau maaf secara jabatannya lebih rendah, maka tangan kanan kita memegang warangka pada gandar bagian atas (pangkal gandar), kemudian orang yang menerima akan memegang pada gandar bagian bawah (ujung gandar)
Apabila keris yang diserahterimakan adalah keris istimewa, maka saat keris itu diserahkan kedua tangan kita harus menyambut sambil menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Demikian pula saat mengembalikan keris tersebut, maka kedua tangan kita harus memegang keris tersebut untuk diterima Kembali oleh orang yang kita hormati tersebut. Aktivitas ini dapat dilakukan latihan baik di rumah maupun di komunitas pelestari keris.
5. Pantangan dalam Pergaulan Perkerisan
Saat melihat bilah keris milik orang lain, tabu untuk menilai kualitas keris tersebut kecuali diminta oleh pemiliknya. Mengomentari secara negative atau mencela keris milik orang lain adalah hal yang dipantangkan dalam pergaulan perkerisan. Untuk itu semua pihak harus dapat menahan diri ketika melihat dan mengamati bilah keris milik orang lain ketika dalam suatu pertemuan sarasehan atau diskusi perkerisan.
Namun untuk pertemuan khusus yang bertujuan untuk memberikan edukasi, penilaian terhadap keris dapat dilakukan oleh orang yang lebih paham kepada orang yang masih belum paham secara teknis.
Dahulu masyarakat menghindari istilah Jual dan Beli Keris, sehingga istilah yang dipergunakan adalah Mahar-Memahar atau Perjodohan. Apabila seseorang datang ke sebuah toko keris, saat berminat dengan salah satu keris disana ia akan menyebut kata melamar. Lalu saat menanyakan harga, istilah yang dipergunakan adalah berapa mas kawinnya. Kini istilah Jual dan Beli Keris sudah mulai kabur, setelah masyarakat perkerisan menggelar acara “Bursa Keris”. Untuk itu mengembalikan istilah Pemaharan Pusaka lebih santun daripada Bursa Keris.
6. Pedoman Etika
Berikut adalah pedoma etika yang perlu diketahui oleh kita sebagai bagian dari masyarakat perkerisan, diantaranya:
a. Bila kita memegang keris terhunus, hindari jangan sampai ujung bilah tersebut menghadap ke seseorang, sehingga pilihan yang tepat adalah diarahkan keatas.
b. Jangan mengambil dan melepaskan bilah keris keris tanpa izin kepada pemiliknya.
c. Jika telah mendapat izin mengambil dan melepaskan bilah keris dari warangkanya, usahakan sampai tuntas yaitu seluruh bilahnya terlihat. Karena apabila hanya dilihat di sor-sorannya saja maka pemilik keris tersebut merasa tidak dihargai.
d. Orang yang melepaskan keris dari warangkanya, bertanggungjawab untuk memasukkan Kembali kedalam warangkanya.
e. Jangan menyarungkan keris kedalam warangkanya, apabila sebelumnya bukan kita yang melepaskan bilah keris dari warangkanya. Kecuali telah mendapat izin untuk menyarungkan dari orang yang melepaskan dan dari pemiliknya.
f. Memberikan dan menerima keris harus berhadapan langsung, dan hindari menyerahkan dengan cara terburu-buru serta menerima dengan cara kasar.
g. Untuk keris istimewa, saat menerima dan menyerahkan keris tersebut usahakan dengan menggunakan kedua tangan yaitu tangan kanan dan tangan kiri.
h. Lakukan Latihan membuka dan mengembalikan keris ke sarungnya di rumah agar terbiasa
i. Lakukan Latihan serah terima keris dan cara memegang pada gandar keris
j. Jangan sekali-sekali memberikan penilaian buruk terhadap sebilah keris milik orang lain, kecuali diminta
Demikian Tata Etika dalam Masyarakat Perkerisan, semoga dapat bermanfaat dan berguna serta diaplikasikan didalam pergaulan dengan sesama pelestari keris, agar nilai keris tetap adiluhung dan berbudaya tinggi. (bersambung)
Ditulis oleh: Begawan Ciptaning Mintaraga
Bidang Edukasi Senapati Nusantara (Anggota Dewan Pembina Panji Beber Kota Bontang)