spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tambang Batu Bara Ilegal Kian Marak, Kukar yang Tak Bisa Berbuat Banyak

Baru dua bulan silam, kisah duel Camat Tenggarong Arfan Boma melawan penambang ilegal menghebohkan Kaltim. Kejadian di Kelurahan Mangkurawang, Kutai Kartanegara, tersebut, menjadi bukti aktivitas tambang ilegal merajalela. Pengerukan emas hitam tanpa izin di kabupaten tersebut bahkan seperti sudah menjadi rahasia umum.

Kepada kaltimkece.id, Wakil Ketua DPRD Kukar, Alif Turiadi, malah mengaku tahu dengan aktivitas ilegal di Kutai Kartanegara. Menurutnya, ada tiga lokasi yang menjadi pusat kegiatan tersebut. Ketiganya adalah di Kecamatan Tenggarong Seberang, Sebulu, dan Marangkayu.

“Saat ini muncul dilema semenjak pemerintah pusat menarik aturan terkait pertambangan. Sejak itu, daerah tak bisa melakukan pencegahan pertambangan ilegal. Ada keterbatasan wewenang dan payung hukum di daerah,” terangnya. Sejak Desember 2020, kewenangan pertambangan di Pemprov Kaltim memang ditarik pusat berdasarkan UU 3/2020 tentang Minerba.

Alif Turiadi kemudian melanjutkan, Kukar pada akhirnya hanya memiliki alat pengawasan melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Instansi tersebut masih berwenang menerbitkan izin lingkungan untuk kegiatan pertambangan. Alif berharap, pemerintah pusat dapat melibatkan pemerintah daerah untuk mengawasi dan menekan aktivitas pertambangan ilegal.

“Dalam peraturan, daerah tidak dilibatkan lagi dalam pengawasan. Kami berharap, pihak yang memegang aturan dan aparat keamanan menertibkan tambang ilegal,” terangnya.

Di tempat terpisah, Sekretaris Kabupaten Kukar, Sunggono, membenarkan bahwa pemkab tak memiliki wewenang pengawasan dan penindakan untuk pertambangan ilegal. Begitu pula penindakan hukum, bukan kewenangan Pemkab Kukar. Pemkab hanya mengikuti pedoman yang tertuang dalam Peraturan Gubernur. Saat ini, pemda hanya bisa memastikan tambang yang beroperasi memiliki izin lingkungan atau tidak.

“Minimal, kami hanya dapat melakukan pengawasan dan melihat izin amdal yang diterbitkan oleh pemerintah daerah,” jelasnya.

Bertahun-tahun lamanya, Kukar telah menjadi daerah penghasil batu bara besar di Kaltim. Kabupaten ini memiliki 1,10 juta hektare izin pertambangan atau sekitar 40 persen dari luas wilayahnya. Pada 2017, misalnya, produksi batu bara di Kukar sebagaimana catatan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, menembus 65 juta ton dari 60 perusahaan.

Dua tahun belakangan, menurut informasi dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, tambang batu bara ilegal mulai menjamur di Kukar. Setidaknya, sebut Jatam, ada empat kecamatan yang menjadi lokasi pertambangan batu bara ilegal. Selain tiga kecamatan yang telah disebutkan di atas, tambang ilegal juga muncul di Samboja.

“Pemerintah daerah seharusnya bisa berbuat lebih banyak yakni mengawasi dan melakukan laporan delik hukum karena tambang ilegal masuk pidana khusus,” demikian Pradarma Rupang, dinamisator Jatam Kaltim. Rupang menilai, pemerintah daerah tak punya gagasan dan terobosan yang berani untuk mengakhiri maraknya pertambangan ilegal. Kepala daerah tidak memberikan arahan kepada bawahan seperti camat atau kepala desa untuk menjaga wilayah dari aktivitas tambang ilegal.

Daerah disebut punya tanggung jawab karena aktivitas tambang liar sangat merugikan. Sebagai contoh, kekayaan alam yang dijarah secara liar tidak memberikan hasil kepada kas negara. Padahal, Kukar mendapat dana bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam ini. Masyarakat di daerah pun turut kena imbas. Fasilitas publik yang rusak, permukiman yang terganggu, hingga kehidupan sosial dan ekonomi warga ikut terdampak akibat tambang ilegal.

“Sebenarnya, yang menjadi ujung tombak untuk mengusir dan menindak adalah camat dan kepala desa,” sambung Rupang. Ia kembali menekankan, walaupun wewenang telah ditarik pusat, daerah tetap berhak melaporkan kegiatan tambang ilegal kepada penegak hukum.

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan wawancara, Gubernur Kaltim Isran Noor juga mengungkapkan alasan yang sama. Pada 22 Februari 2021, Isran mengaku telah mengetahui aktivitas pertambangan ilegal di Kaltim. Praktik tak resmi tersebut terang-terangan berlaku di jalan poros Samarinda-Bontang yang masuk wilayah Kukar. Truk-truk pengangkut batu bara, katanya, banyak melintas pada malam hari.

Ia menegaskan, kewenangan sektor pertambangan yang sebelumnya di tangan provinsi telah ditarik pusat. Inspektur tambang sekarang, jelas Isran, adalah aparat pemerintah pusat. Isran meragukan kewenangan Pemprov Kaltim dalam menangani permasalahan tersebut.

“Nanti kami salah. Walau ada perda (larangan angkutan batu bara di jalan umum), dengan adanya kebijakan revisi Undang-Undang Minerba, itu sudah kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya.  (kk)

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img