spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tambang Batu Bara di Kutim, Sumber Pendapatan dan Kontroversi Lingkungan

SANGATTA – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus menjadi salah satu daerah yang sangat bergantung pada industri tambang batu bara sebagai sumber mata pencaharian utama.

Tambang batu bara di wilayah ini telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah.

Namun, keberadaan tambang ini juga memicu perdebatan panas di kalangan masyarakat mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Di satu sisi, keberadaan tambang batu bara telah membawa berkah ekonomi bagi masyarakat Kutim. Banyak warga yang mendapatkan pekerjaan dari sektor ini, baik langsung maupun tidak langsung.

Pertambangan telah mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertambangan telah menjadi tulang punggung perekonomian Kutim.

Namun, di sisi lain, kekhawatiran tentang kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang tidak bisa diabaikan. Aktivitas penambangan yang tidak terkendali berpotensi merusak ekosistem alam, mencemari sumber air, dan merusak lahan pertanian.

Dampak negatif ini menjadi perhatian serius bagi sebagian masyarakat dan kelompok-kelompok pecinta lingkungan yang mendesak adanya pengelolaan tambang yang lebih bertanggung jawab.

BACA JUGA :  Ini Usulan Masyarakat Terhadap Raperda HIV/AIDS

Menanggapi perdebatan ini, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutim, Faizal Rachman, menyatakan bahwa operasi tambang tidak bisa begitu saja dihentikan.

Menurutnya, izin operasi tambang kini diberikan oleh pemerintah pusat, bukan lagi oleh bupati seperti sebelumnya. Hal ini membuat pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan operasi tambang yang sudah memiliki izin.

“Tidak mungkin juga kan kita cegat untuk berproduksi, kalau dulu memang perizinannya dari bupati. Kalau sekarang sudah tidak lagi, perizinannya di kementerian pusat sekarang,” ujar Faizal saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Kantor DPRD Kutim, Sangatta, Senin (22/7/2024) lalu.

Faizal berharap agar perusahaan tambang yang beroperasi di Kutim dapat menjaga ekosistem alam dan tidak merusak lingkungan.

Ia juga menekankan pentingnya dukungan dari perusahaan tambang terhadap masyarakat sekitar melalui pengembangan agribisnis, sebagai alternatif sumber pendapatan jika tambang tersebut tidak lagi beroperasi.

“Kita berharap tambang-tambang ini tetap tidak merusak alam, dan bagaimana perusahaan-perusahaan ini bisa memback up masyarakat yang ada di sekitarnya,” tegasnya.

BACA JUGA :  Asti Mazar Fokus pada Pengelolaan Anggaran dan Pemberdayaan Perempuan

Politikus dari Partai PDI-Perjuangan itu juga mengingatkan bahwa Visi Misi Kutim juga bergerak di bidang agribisnis. Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk siap menghadapi masa depan tanpa bergantung sepenuhnya pada tambang batu bara.

“Kutim kan bergerak di bidang agribisnis. Ya harapan kita itu, ketika tambang sudah tidak berjalan lagi mereka sudah siap,” tandasnya.

Pertambangan batu bara di Kutim memang menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan manfaat ekonomi yang besar, namun di sisi lain, dampak lingkungannya perlu dikelola dengan baik.

Pemerintah daerah dan perusahaan tambang harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan penambangan dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tidak merugikan generasi mendatang. (Rkt2/Adv)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img