spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tahun 2026 Samarinda Bebas Zona Tambang, Wali Kota hingga Pakar Hukum Gelar Diskusi

SAMARINDA – Melalui data yang dihimpun, terdapat sebanyak 20 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang selama ini terus membuat lubang di Kota Samarinda.
Sejumlah dampak negatif pun selalu turut dirasakan masyarakat. Mulai dari banjir, rusaknya jalan umum, hingga kerusakan material yang diakibatkan penggalian emas hitam di Kota Tepian.

Mengenai hal tersebut, beberapa waktu lalu Wali Kota Samarinda Andi Harun juga sempat menyatakan wacana Kota Samarinda bebas tambang pada tahun 2026 mendatang.

Banyak tanggapan positif disertai dukungan atas wacana orang nomor satu di Kota Tepian tersbeut. Tak kurang juga, tanggapan negatif atas keberadaan tambang juga turut menjadi sorotan. Mulai dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim), Pansus Pertambangan DPRD Kaltim, dan sejumlah pengamat.

Menurut, Peneliti senior JATAM Kaltim, Pradarma Rupang, keberadaan tambang batu bara di Samarinda dianggap kurang menguntungkan bagi masyarakat. Sebab, bukannya menguntungkan, fungsi tambang di Kota Tepian malah mempersulit masyarakat.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa langkah Andi Harun untuk membebaskan Samarinda dari Zona Tambang adalah langkah tepat.

“Bayangkan aja yang tadinya anggaran daerah bisa digunakan untuk pembangunan yang lain, malah digunakan untuk pemulihan akibat aktivitas pertambangan. Bagian mana yang tambang itu menguntungkan,” tegas Rupang saat menjadi narasumber di kegiatan Ngobrol Pintar (Ngopi) Samarinda Bebas Tambang tahun 2026,di Setiap Hari Coffee Jalan Juanda, Minggu (19/3/2023) malam.

Sementara itu, Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) dari Fakultas Hukum, Herdiansyah Hamzah atau yang biasa disapa Castro juga turut hadir melalui zoom meeting memberikan pendapatnya dari aspek hukum.

Castro menilai bahwa, gagasan Wali Kota Samarinda membebaskan Samarinda dari zona tambang tahun 2026 perlu diapresiasi. Namun juga tetap terdapat pertanyaan bagaimana melakukannya.

“Jika flasback ke belakang, dua produk hukum yang pernah dipakai terkait Perda RTRW sebelumnya juga telah melakukan eksaminasi,” ucap Castro.

Selain itu, Castro menyoroti Perda sebelumnya yang tidak menyebutkan Kecamatan mana yang masuk zona pertambangan. Jika begitu, maka ia menilai semua kecamatan bisa ditambang yang juga disebutnya ngawur.

Perda RTRW sebelumya, dikatakannya malah tidak menyebut mana yang bisa untuk ekploitasi pertambangan. Malah membuka secara luas-luasnya bisnis pertambangan emas hitam ini.

Untuk Perda Pertambangan, agak sulit produk hukum tentang pertambangan di Samarinda, karena izin di take over provinsi dan ke pusat.

Ia juga melihat masih ada kira-kira 20 IUP sampai 2028-2030. Ia mengaku, ada cara lain yang terbilang sedikit ekstrem dilakukan, pejabat yang mengeluarkan izin bisa membatalkan izin tersebut.

Hal itu seperti apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo ketika 700 izin dicabut dengan alasan tertentu.

“Samarinda berposisi mendorong pemerintah pusat agar menghentikan izin, karena dampak dan daya rusak tambang yang sangat besar. Saya memahami semangat Pak Wali Kota dan teman-teman,” ungkapnya.

“Harapan Samarinda bebas zona tambang, paling memungkinkan Samarinda meminta pusat untuk itu,” sambungnya.

Turut hadir dalam diskusi tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun yang mengawali diskusi membahas terkait dengan disahkannya Perda RTRW Kota Samarinda pada 14 Februari 2023 lalu.

Ia menyebutkan bahwa RTRW ini terpanjang dalam sejarah, dibahas oleh 2 masa periode DPRD dan Wali Kota sejak tahun 2019 lalu sebelum akhirnya disahkan.

Namun, argumentasi yang dibangun, termasuk oknum lembaga DPRD Kota Samarinda yang kesannya terbalik. Sehingga seolah-olah RTRW Samarinda disahkan oleh Pemkot.

“Itu juga harus klir, karena jika tidak disahkan semenjak persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN keluar, pembahasan nantinya dialihkan ke pusat,” ujarnya di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

“Jika tidak segera disahkan bisa diskors 3 bulan, tetapi bukan karena skorsnya, namun memang komitmen kita untuk tertib pada administratif agar mewujudkan zona bebas pertambangan,” lanjutnya.

Andi Harun mengaku bahwa Samarinda seharusnya sudah tidak bergantung Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor tambang. Walaupun Kabupaten/Kota lain masih bergantung.

Andi Harun beranggapan bahwa, Kota Samarinda dalam studi yang dipelajari, cukup kuat untuk mengajak rekan-rekannya di Pemkot dan masyarakat untuk membebaskan seluruh wilayah dari zona pertambangan.

“Tentu banyak pertanyaan, bagaimana teknisnya, saya berharap kita bisa memisahkan langkah teknis atau fundamental. Misal penegakkan hukumnya, itu soal nanti,” papar Andi Harun.

Lanjutnya, terkait dengan bagaimana soal IUP atau PKP2B yang masih berlaku sampai tahun 2030, Andi Harun mengaku hal tersebut sudah dipelajarinya.

Ia menerangkan, sampai tahun 2026, pada saat perpanjangan tidak bisa berproses karena kebijakan pemerintah pusat menuju satu peta. Ramainya terkait RTRW hingga ribut dengan DPRD disebut Andi Harun ini hanya soal kertas.

Peta Samarinda dikatakannya sudah terkunci di Kementerian, karena memang tidak bisa diubah hanya karena persetujuan subtantifnya telah keluar pada Desember 2022.

“Persetujuan subtantif peta sudah terkunci, kalau mau didebatkan dan diubah seharusnya sebelum itu,” pungkasnya. (vic)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti