spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sulitnya Meraup Rupiah dari Sarang Walet, di Kukar dari 302 Pembudidaya Hanya 16 Bayar Pajak 

TENGGARONG – Kutai Kartanegara adalah salah satu kabupaten di Kaltim dengan pembudidaya sarang burung walet terbesar. Menurut catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar, ada 302 pembudidaya di daerah tersebut. Akan tetapi, baru 16 pembudidaya yang disebut membayar pajak.

Kepala Bapenda Kukar, Totok Heru Subroto, menjelaskan total penerimaan daerah dari pajak sarang burung walet sebesar Rp 68 juta pada 2020. Angka tersebut sudah melebihi target yakni Rp 50 juta. Target pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor tersebut memang kecil karena realisasi pada tahun terdahulu juga rendah.

“Walaupun seharusnya PAD dari pajak sarang burung walet bisa lebih besar karena baru sedikit pembudidaya yang membayar pajak,” jelas Totok kepada kaltimkece.id, jejering mediakaltim.com, Senin, 15 Maret 2021.

Bapenda Kukar sebenarnya telah memberi kemudahan kepada wajib pajak melalui penerapan self-assessment. Melalui sistem ini, besaran pajak dihitung dan ditetapkan secara mandiri oleh wajib pajak. Yang jelas, pajak yang harus dibayarkan adalah 10 persen dari pendapatan.

Di samping itu, Bapenda juga telah menjalankan program Jebol Pak Sabul, akronim dari Jemput Bola Pajak Sarang Burung Walet. Kegiatan tersebut berbentuk sosialisasi dan penerapan pemungutan pajak di seluruh kecamatan di Kukar. Program ini tidak dilanjutkan, kata Totok, karena terkendala pemahaman dan kesadaran wajib pajak. “Kami juga tidak ingin menimbulkan masalah sosial,” sambungnya.

Regulasi pajak sarang burung walet telah lama berlaku di Kukar. Ia diatur dalam Peraturan Daerah Kukar 2/2011 tentang Pajak Daerah. Syarat pembayaran pajak sederhana. Wajib pajak hanya perlu memiliki NPWP dan izin usaha sarang burung walet.

Pemerintah Kukar dan DPRD sedang menggodok regulasi untuk meningkatkan pajak dari komoditi sarang burung walet. Potensi dari budi daya ini disebut bisa menyumbang pendapatan asli daerah Kukar. Dengan demikian, penopang APBD Kukar yang saat ini dari migas dan batu bara bisa bertambah dari sektor lain.

Permasalahan kecilnya realisasi pajak dari sarang burung walet disebut tidak hanya menimpa Kukar. Dalam waktu dekat, Bapenda di seluruh Kaltim berkumpul dan membahas aturan tersebut. Menurut Totok, pajak tidak lagi dari bagian hulu, melainkan hilir. Maksudnya adalah wajib pajak bukan lagi pembudidaya namun para pengusaha yaitu tengkulak. Alternatif itu diusulkan karena tengkulak yang memiliki jaringan ekspor dan menentukan harga beli. Untuk mewujudkannya, pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan balai karantina dan Direktorat Jenderal Pajak.

Aji Rolli Maulana adalah pembudidaya sekaligus pemilik rumah sarang burung walet di Tenggarong. Ia berpandangan, pemerintah sebaiknya memerhatikan para petani sarang burung jika ingin memungut pajak dari sektor tersebut. Para pembudidaya memerlukan pembinaan dan bantuan pemerintah.

“Contohnya membantu dalam pembentukan koperasi simpan pinjam bagi kami. Bisa pula seperti petani dan nelayan, pemerintah memberikan bantuan pestisida untuk mengusir hama. Dan yang paling utama adalah menjaga harga jual sarang burung walet agar stabil,” terang pria berusia 37 tahun tersebut. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti