Sebagian besar masyarakat Kaltim masih kesulitan mendaftar program vaksinasi Covid-19. Penyebabnya adalah ketersediaan vaksin sangat terbatas bahkan sempat kosong. Walhasil, capaian vaksinasi dosis kedua di Bumi Mulawarman baru menyentuh 9,97 persen. Masih jauh dari angka yang diperlukan untuk mencapai kekebalan populasi atau herd immunity.
Terbatasnya jumlah vaksin terjadi di kala penyebaran virus SARS-CoV-2 yang amat tinggi. Sepanjang 1-29 Juli 2021 saja, sudah 35.652 orang terpapar Covid-19 di Kaltim dengan rata-rata 1.229 kasus per hari. Dari jumlah itu, 1.360 jiwa meninggal dunia hanya dalam 29 hari.
Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Pelaksana Harian Kepala Seksi Kefarmasian, Dinkes Kaltim, Ony Suharni, membenarkan bahwa vaksin Covid-19 di gudang Dinkes Kaltim sempat habis pada Rabu (28/7/2021). Stok terakhir Dinkes telah didistribusikan ke Balikpapan.
“Sisanya nol. Sebelumnya, Senin dikirim ke Berau sebanyak 170 vial, Kubar 114 vial, Mahulu 15 vial, dan Balikpapan 340 vial,” terang Ony. Sebagai informasi, satu vial berisi sekitar 10 dosis vaksin.
Pada Kamis malam, 29 Juli 2021, Ony mengatakan, vaksin dari pemerintah pusat telah datang. Jumlahnya 2.070 vial vaksin berjenama Moderna. Ony memperkirakan, pada Jumat, 30 Juli 2021, datang lagi sekitar 3.000 vial vaksin. Ia belum bisa memastikan distribusi vaksin karena masih menunggu tambahan stok dari pemerintah pusat. Lagi pula, sambung Ony, alokasi vaksin di kabupaten/kota berdasarkan arahan pusat. Teknis pembagiannya diserahkan kepada kabupaten/kota masing-masing.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Masitah, menjelaskan bahwa Kaltim sangat membutuhkan ketersediaan vaksin yang lebih banyak. Bagaimanapun, kata dia, Kaltim merupakan provinsi di luar Jawa-Bali dengan persebaran kasus Covid-19 yang tinggi. “Setiap rapat, kami selalu mendorong agar stok vaksin di Kaltim ditambah,” kata dia.
Vaksin bisa mengurangi risiko kematian bagi masyarakat yang terpapar Covid-19. Di samping itu, vaksin dapat meningkatkan herd immunity. Akan tetapi, kekebalan populasi yang memerlukan cakupan vaksin 70 persen masih jauh dari kata terwujud. Menurut catatan dinkes, baru 17,35 persen populasi di Kaltim yang menerima dosis pertama dan 9,97 persen dosis kedua dari target sasaran sebanyak 2,87 juta jiwa.
Angka vaksinasi di Kaltim tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan sejumlah provinsi di Pulau Jawa. Jawa Timur, contohnya, berdasarkan keterangan pemprov setempat, telah menyentuh 23 persen dosis pertama, dan 10 persen dosis kedua. Adapun DKI Jakarta, vaksinasi dosis pertama sudah 79,2 persen dan dosis kedua sebanyak 25 persen dari total target vaksinasi.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinkes Kaltim, Ronny Setiawati, distribusi vaksin di Kaltim saat ini ditujukan kepada sumber daya manusia kesehatan, petugas layanan publik, masyarakat rentan, serta umum. Adapun kelompok usia 12-17 tahun, vaksin masih terbatas.
“Alokasi vaksin (untuk Kaltim) masih sedikit dari pusat,” terang Ronny. Ia menambahkan, sebagian besar vaksin adalah Sinovac dan Astra Zeneca. Sementara prioritas sasaran vaksin ditetapkan pemerintah pusat. Provinsi hanya bertugas mendistribusikannya.
“Sistemnya, provinsi itu sebagai kurir. Menerima dan mengantarkan. Untuk jumlah sasaran, diserahkan kepada kabupaten atau kota. Mereka sudah mempunyai pola untuk mencapai target cakupan vaksinasi,” urai Ronny.
Minimnya ketersediaan vaksin yang disertai keterlambatan pengiriman menyebabkan target sasaran vaksinasi terhambat. Ronny membenarkan, masyarakat telah mengeluhkan sukarnya memperoleh vaksinasi. Padahal, seharusnya, masyarakat umum sudah menjalani vaksinasi dosis dua sekarang ini. Rony menegaskan, hal itu bukan karena tenaga kesehatan terlambat memvaksinasi, melainkan masalah ketersediaan stok.
Pemberian vaksin kepada masyarakat juga berbeda di setiap kabupaten/kota. Teknis vaksinasi diatur oleh daerah. Ronny hanya bisa mengimbau agar masyarakat mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah untuk mendapatkan vaksin seperti rumah sakit atau puskesmas.
“Ada yang daftar di tempat, ada yang via online,” jelasnya. Rony mengatakan, sudah ada dampak dari situasi ini. Sasaran vaksinasi berubah. Contohnya, ketika pemerintah merasa sudah bisa memberi vaksinasi kepada kelompok usia 12 -17 tahun, faktanya di lapangan, vaksinnya tidak ada. “Makanya diatur, lansia didahulukan,” sebutnya. (kk)