BALIKPAPAN – Seleksi terbuka penerimaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mendapat kritisi dari Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik) Kota Balikpapan dan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) XI B Kaltim.
Meskipun menyambut gembira kesempatan penerimaan PPNPN, dua organisasi yang konsen pada bidang pendidikan tersebut menilai standar persyaratan penerimaan PPNPN OIKN memberatkan.
Ketua Komnasdik Kota Balikpapan Isradi Zainal mengungkapkan, begitu informasi rekrutmen PPNPN OIKN terpublikasi di website dan media sosial IKN, informasi tersebut langsung tersebar secara masif melalui berbagai platform komunikasi. Tidak hanya di Kalimantan Timur, bahkan di regional Kalimantan.
Keriuhan di lini masa, ungkap Isradi, masyarakat Kaltim menyatakan persyaratan kualifikasi lulusan Perguruan Tinggi yang terakreditasi unggul dan sangat baik dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) telah memupus kesempatan lulusan Perguruan Tinggi di Kaltim yang terakreditasi di bawahnya.
Persyaratan lain yang dinilai memberatkan yakni kemampuan mengoperasikan teknologi dan kemampuan berbahasa Inggris yang harus dibuktikan dengan sertifikasi dari institusi terakreditasi nasional.
“Semestinya mitigasi sosial dan keberpihakan terhadap masyarakat Kaltim menjadi pertimbangan dalam rekrutmen PPNPN. Perlu ada ruang yang diberikan kepada masyarakat lokal dalam bentuk persentase kuota PPNPN,” ujarnya.
Isradi yang sebelumnya menjadi bagian dari tim ahli tim transisi IKN berpendapat syarat kemampuan berbahasa Inggris dengan skor TOEFL minimal 500 di luar kelaziman. Menurut dia skor TOEFL 500 terlalu tinggi.
Sebagai gambaran, lanjut dia, skor TOEFL di Universitas Mulawarman hanya 425 untuk S1, 475 untuk S2, dan 525 untuk S3. “Melihat skor TOEFL penerimaan PPNPN OIKN, dipastikan seluruh lulusan Unmul tidak memenuhi syarat administrasi,” ujarnya.
Isradi juga menilai standar tinggi penguasaan bahasa Inggris pada jenjang PPNPN tidak terlalu relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Semestinya, tegas dia, standar tinggi penguasaan bahasa Inggris diterapkan pada jenjang di atasnya seperti deputi atau direktur. “Karena level mereka (deputi dan direktur) akan banyak berinteraksi secara eksternal, termasuk dengan warga negara asing. Kemampuan manajemen mereka harus mampu dikomunikasikan kepada dunia internasional,” katanya.
Di kesempatan yang sama, Ketua APTISI XI B Kaltim Lukman menjelaskan, jumlah perguruan tinggi di Kalimantan Timur terdiri dari 7 Perguruan Tinggi Negeri dan 60 Perguruan Tinggi Swasta. Dari 7 Perguruan Tinggi Negeri, tidak semua program studinya memiliki akreditasi unggul dan baik sekali. Demikian juga dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), tidak semua program studinya terakreditas unggul dan baik sekali. “Bahkan lebih dominan akreditasi C atau baik,” jelasnya.
Merespons standar persyaratan penerimaan PPNPN OIKN yang dinilai memberatkan masyarakat Kalimantan Timur, Komnasdik Kota Balikpapan dan APTISI XI B Kaltim merasa perlu memberikan pernyataan sikap agar mendapat perhatian OIKN:
- Adanya disparitas kualitas antara Perguruan Tinggi di Kalimantan Timur (Indonesia Timur) dengan Perguruan Tinggi lain di wilayah Indonesia Barat seharusnya menjadi pertimbangan OIKN untuk memberikan porsi terhadap lulusan Perguruan Tinggi lokal di Kaltim.
- Diperlukan “ruang khusus” bagi masyarakat Kaltim agar bisa berkontribusi dalam OIKN. Dari seluruh formasi rekrutmen PPNPN OIKN, masyarakat Kaltim yang dibuktikan dengan administrasi kependudukan mendapatkan kuota minimal 30 persen.
- Syarat sertifikat TOEFL dengan minimal skor 500 atau ELTS 6.0 yang dikeluarkan oleh institusi terakreditasi nasional perlu dikoreksi atau diturunkan karena dinilai sangat memberatkan/di luar kelaziman. Kebijakan lain yang bisa ditempuh yakni memberikan waktu kepada peserta seleksi lokal yang telah memenuhi seleksi dan dinyatakan lulus diberikan waktu untuk mendapat sertifikat dari institusi terakreditasi nasional.
- Apabila syarat TOEFL tetap dipaksakan pada penerimaan jenjang PPNPN, sudah semestinya syarat tersebut juga diterapkan pada jenjang deputi/direktur dengan standar yang lebih tinggi dan terakreditasi internasional.
“Inilah pernyataan sikap dari Komnasdik Kota Balikpapan dan APTISI XI B Kaltim merespons seleksi terbuka PPNPP OIKN. Ketika berbicara kualitas SDM, seharusnya linier dari atas hingga ke bawah. Jangan menerapkan standar yang berbeda. Dan yang terpenting lagi, harus ada keberpihakan terhadap existing people yakni masyarakat Kaltim,” pungkas Isradi didampingi Sekretaris Komnasdik Ajid Kurniawan. (kn)