BONTANG – Puluhan juru warta yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bontang (SJB) menggelar aksi damai di Simpang 4 Bontang Baru, Kamis (8/4/2021) malam. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk dukungan dan keprihatinan terhadap Nurhadi, Jurnalis Tempo yang mendapat tindak kekerasan kala melakukan tugas jurnalistiknya di Surabaya pada Sabtu 27 Maret 2021 lalu.
Dalam aksi ini, peserta kompak menyalakan lilin. Ini merupakan bentuk protes dan perlawanan terhadap tindak kekerasan yang menimpa Nurhadi. Yang disinyalir dilakukan oknum kepolisian. Ada makna simbolik dibalik aksi menyalakan lilin itu.
Pesan disampaikan, kendati mengalami penindasan, mereka tak akan diam. Mereka melawan. Laiknya pijar lilin. Sinarnya kecil, namun tetap menerangi. Kecil namun tak gentar melawan penindasan. Oleh siapa pun, termasuk penguasa.
Tak berhenti di situ, peserta juga membentangkan aneka poster yang provokatif. Ini sengaja dilakukan guna membangun kesadaran publik. Bahwa semakin pers ditekan, semakin menunjukkan ada yang tak beres dengan negara. Publik harus dukung jurnalis. Karena jurnalis bekerja, mengabdi hanya untuk publik.
Orasi publik dan pembacaan puisi pun dilakukan. Dalam orasinya, Koordinator Aksi Ismail Usman (28) menyampaikan sejumlah poin tuntukan. Pertama, mendesak kepolisian mengusut tuntas pelaku kekerasan terhadap Nurhadi. Kedua, mengutuk segala bentuk penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalis.
Ketiga, menuntut seluruh pihak menyadari bahwa kerja pers dilindungi konstitusi. Ini sebagaimana termaktub dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999. “Semua mesti sadar bahwa jurnalis bekerja demi kepentingan publik. Pihak manapun tak boleh menghalangi itu,” tegas wartawan Tribun Kaltim itu.
Lebih jauh Ismail mengatakan, aksi solidaritas ini penting dilakukan. Agar menjadi pengingat, bahwasanya apa yang dialami Nurhadi di Surabaya, tak menutup kemungkinan terjadi juga di kota lain di Indonesia. Termasuk di Bontang.
Hal senada juga disampaikan Koordinator Bidang Advokasi Forum Jurnalis Bontang (FJB) Ikwal Setiawan. Dia menyebut, aparat keamanan wajib mengungkap pelaku kekerasan terhadap Nurhadi. Sebab apa yang dilakukan pelaku terhadap Nurhadi jelas merupakan pelanggaran terhadap amanah undang-undang. “Ini adalah wujud nyata kebebasan pers di negeri tidak sedang baik-baik saja,” tegas Ikwal.
Ada pula pembacaan puisi dilakukan. Seperti dilakukan Yahya Yabo (30) jurnalis Publik Khatulistiwa Television (PKTv). Dia bacakan dua puisi karya Sastrawan asal Sulawesi Selatan, Aspar Paturusi. Kedua puisi itu berjudul Tak Ada Tempatmu di Penjara dan Tak Mau Tidur di Penjara. Kedua puisi itu mengisahkan seorang yang berjuang untuk kebebasannya, bertahan dalam lingkungan yang keras dan akhirnya menolak tempat penjara.
Diketahui, aksi ini digelar berkat kerjasama lintas organisasi profesi wartawan. Yakni Forum Jurnalis Bontang (FJB), Aliansi Jurnalis Independen(AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). (rls/bms/red)