spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sidang Kedua Warga Telemow Kasus Sengketa PT ITCI KU, Penasehat Hukum: Dakwaan JPU Isinya “Gaib”

PENAJAM PASER UTARA – Kasus yang melibatkan empat warga Desa Telemow yang dituduh melakukan pengancaman dan penyerobotan lahan PT International Timber Corporation In Indonesian Kartika Utama (PT ITCI KU) memasuki sidang tahap kedua pada Rabu (26/03/2025). Dalam persidangan kali ini, penasehat hukum terdakwa, Fathul Huda, menegaskan dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak memiliki dasar yang jelas.

Menurut Fathul, dakwaan terkait tuduhan pengancaman dan penyerobotan lahan tidak menggambarkan peristiwa secara terperinci. Ia mengatakan bahwa JPU hanya menjelaskan sebagian dari peristiwa pengancaman yang terjadi selama Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD PPU pada tahun 2023.

“Tadi kita menyampaikan bantahan terkait pengancaman gitu ya. Nah, kita menilai jaksa penuntut umum tidak menguraikan secara jelas gitu ya,” ungkapnya, Kamis (26/3/2025).

Fathul mengatakan pihak JPU tidak menjelaskan peristiwa pengancaman yang seperti apa dan berapa total rangkaian peristiwanya tidak digambarkan dengan jelas dari awal sampai akhir. Namun, pihak JPU hanya menjelaskan sepotong-sepotong saat keluar kata-kata tersebut.

“Dan menurut kami ini hal yang biasa. Kalau kita kayak misal kita kongres kayak gitu ya, ada perdebatan terus ribut-ribut itu hal yang biasa menurut kita kan. Terus kenapa dilaporkan? Ini yang terkait pengancaman,” tambahnya.

Selanjutnya, jika terdapat pernyataan “Aku bunuh, aku matiin kau, atau pecahkan kepala kau” tanpa ada tindakan lanjutan, maka pihaknya menilai hal ini bukan merupakan pengancaman.

“Itu biasa saja gitu. Debat kan biasa. ‘Aku matiin kamu’, biasa juga kita kelahian. Itu adalah dinamika perdebatan. Bahkan kalau di kongres-kongres mahasiswa itu sampai lempar-lemparan kursi, sampai bakar-bakar gedung segala, nggak ada yang dilaporin gitu ya. Jadi ini normal gitu,” jelasnya.

Ia menduga ada peristiwa yang dikarang oleh JPU dalam dakwaannya, salah satunya yang berkaitan dengan terdakwa Saparudin. Ia mengatakan terdakwa dituduh mengeluarkan golok ketika demo di wilayah, yang diklaim oleh PT ITCI KU sebagai HGB.

“Karena kami tidak melihat di BAP, semua BAP, saksi maupun pelapor, yang namanya adalah Nicholay Aprindo Bengngu, yang hari ini juga menjabat sebagai Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM di Kementerian HAM RI,” tambahnya.

Fathul mengatakan Nicholay merupakan bagian dari pelanggar HAM itu sendiri. Ditegaskan, pelapor tidak layak mendapatkan jabatan tersebut dikarenakan jelas tidak ada peristiwa warga membawa golok, di semua BAP. Namun, tiba-tiba muncul di dakwaan.

“Ini gaib, ini dakwaan gaib dari jaksa. Mungkin halu, lagi ngarang begitu. Atau mungkin dapat tekanan dari Hashim atau Prabowo begitu ya. Jadi, dia akhirnya mengarang-ngarang indah supaya orang ini yang penting dijebloskan. Atau, mungkin juga ya sudah lah ala kadarnya, asal gugur kewajiban, selesai disidangkan begitu,” jelasnya.

Lalu, terkait dengan penyerobotan lahan, lanjut Fathul, dalam suratnya Komnas HAM telah jelas mengatakan perihalnya ialah penyelesaian sengketa tanah antar warga Desa Telemow dengan PT ITCI KU.

“Kita bicara sengketa. Kalau sengketa artinya ini perkara berdata, bukan pidana. Terus, kenapa diperkarakan pidana oleh jaksa penutup umum? Terlebih lagi, ya yang melapor siapa?,” tanyanya.

Ia juga menambahkan bahwa semua bukti perlu diuji termasuk pun siapa yang sah memiliki lahan tersebut. Termasuk bagaimana proses penerbitan HGB yang terkesan mengabaikan masyarakat yang bermukim di sana.

“Kemudian ada, belum diuji. Siapa sebenarnya yang sah memiliki di situ? Apakah warga atau PT. ITCI KU? Dan belum diuji juga sebenarnya. HGB itu terbit dengan cara bagaimana? Karena aparat desa aja nggak tahu. Warga di situ juga nggak tahu, di Telemow tuh. HGB ini barang apaan? HGB ini terbit dari mana? Nggak ada yang tahu. Ujug-ujug terbit. Turun dari langit,” tambahnya.

Ia juga menduga pihak ATR/BPN terlibat dalam penerbitan HGB PT ITCI KU. Bahkan, pihaknya mendapatkan bukti bahwa HGB yang terbit di tahun 2017 tersebut merupakan pembaharuan bukan perpanjangan.

“Kalau pembaruan terbit baru. Saksi batasnya tidak ada yang tahu. Pengukuran tidak ada.

Itu ada di putusan PTUN. Tercantum di situ. Aparat desa tidak mengetahui terkait pengukuran. Hanya pengukuran hanya menunjuk patok, habis itu sudah terbit HGB,” tegasnya.

Aksi warga di tengah persidangan. (Nelly/Media Kaltim Network)

Artinya, Fathul menegaskan dua perkara yang dituduhkan kepada Empat Warga Telemow ini tidak berdasar dan kabur. Dikarenakan tidak diuraikan secara lengkap peristiwanya yang berdasarkan unsur-unsur dari pasal yang didakawakan.

“Jadi, di dalam eksepsi ini, kita tidak menilai terbukti atau tidak terbukti. Tapi kita menilai bagaimana dakwahan ini sesuai, menggambarkan peristiwa itu sesuai dengan unsur-unsurnya atau tidak. Itu saja,” jelasnya.

“Tapi kita menilai bahwa dakwaan ini disusun secara cermat, jelas, dan lengkap atau tidak.

Jadi, urai-uraiannya sesuai dengan unsur atau tidak. kami menyimpulkan pertama, ini adalah kasus perdata. Kemudian, ini permasalahan harusnya dibawa ke persidangan perdata, tentunya. Kemudian, ada penggabungan pasal yang tidak saling berkaitan antara penyerobotan lahan dengan penggelapan. Yang itu karakternya semua beda,” tutupnya.

Sementara itu, Tim Media Kaltim di lapangan telah mencoba melakukan upaya konfirmasi kepada pihak JPU. Pihak JPU berlalu melewati jurnalis yang sedang mewawancarai penasehat hukum usai persidangan dan bergegas menuju kantor Kejari PPU yang berdampingan dengan Pengadilan Negeri Penajam.

Setelahnya, tim Media Kaltim coba untuk meminta bertemu dengan JPU atas nama Imam Cahyono dan menemui resepsionis di Kejari PPU. Kami diminta menunggu untuk dikonfirmasi dahulu. Namun, setelah menunggu kurang lebih 10 menit pihak resepsionis mengatakan bahwa JPU berada di kantor Pemkab PPU dikarenakan ada kegiatan.

Kami bergegas menuju kantor Pemkab PPU dan menuju ke lantai 3, namun di sana tidak ada acara sama sekali. Kami mengonfirmasi kepada Satpol PP yang berjaga di Pemkab PPU dan memastikan tidak ada kegiatan juga tidak ada pihak kejaksaan yang datang ke Pemkab PPU.

Upaya konfirmasi melalui telepon juga tidak dijawab oleh pihak JPU dan hanya dijawab oleh Humas Kejaksaan, Marcel. Setelahnya, kami diminta menunggu dikarenakan JPU memiliki agenda rapat zoom dan akan dikabari. Sejak Rabu (26/3/2025) sore sampai Kamis (27/03/2025), pihak JPU dan Kejari PPU tidak memberikan kepastian dari upaya konfirmasi kami. Sehingga dapat disimpulkan pihak JPU masih bungkam terkait persidangan kedua tersebut.

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

62.1k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img