spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Setelah Lulus SD Menikah, Potret Getir Sekolah Swasta di Kukar

TENGGARONG – Di RT 11 Kampung Muara Pegah, Kelurahan Muara Kembang, Muara Jawa, Kutai Kartanegara, cuma ada satu sekolah. Namanya SD Swasta Muara Pegah. Para pengajar dan muridnya selalu bergulat dengan keterbatasan.

Pada Senin (4/7/2022), reporter kaltimkece.id jejaring mediakaltim.com mengunjungi SD Swasta Muara Pegah. Di sekolah seluas 30 meter x 50 meter ini terdapat sembilan ruangan. Enam ruangan di antaranya digunakan sebagai kelas. Sisanya untuk ruang kepala sekolah, ruang guru, dan perpustakaan. Sebuah musala tak berfungsi berdiri di sebelah kanan bangunan sekolah.

Ketua RT 11 Muara Pegah, Sudirman, mengatakan, SD tersebut dibangun Total E&P Indonesia yang sekarang berganti nama menjadi Pertamina Hulu Mahakam, perusahaan eksplorasi dan eksploitasi migas. SD Swasta Muara Pegah dimanfaatkan anak-anak dari tiga kampung di Muara Kembang yaitu Muara Pegah, Muara Ulu Kecil dan Muara Ulu Besar.

Selama di SD Swasta Muara Pegah, awak media ini ditemani anak Sudirman, Heldawati (28), yang menjadi guru. Perempuan berkerudung itu menyebut, dari kelas satu sampai kelas enam, ada 28 murid yang bersekolah di SD tersebut. Sedangkan gurunya cuma tiga orang, salah satunya Heldawati. Memang, dulunya ada enam tenaga pendidik, satu kepala sekolah dan lima guru. Namun mereka pindah ke sekolah negeri karena diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

BACA JUGA :  Gandeng Dinkes Kukar, Lapas Tenggarong Skrining 800 Warga Binaan

Menyiasati masalah tenaga pengajar, SD Swasta Muara Pegah kerap dibantu guru dari Desa Handil, Kelurahan Muara Jawa Ilir. Akan tetapi, mereka kerap datang tidak tepat waktu karena masalah transportasi. Untuk bisa sampai Muara Pegah, guru dari Handil menggunakan kapal yang biasanya menjemput mereka antara pukul 8-9 pagi.

“Sebelum guru datang, anak-anak malah bermain di luar kelas,” kata Heldawati yang telah mengajar di SD Swasta Muara Pegah selama 12 tahun sejak 2012.

Kendala lainnya adalah buku. Heldawati mengatakan, sebetulnya ada banyak buku tapi tidak ada pembaruan. “Anak-anak tidak beli buku karena orang tua keberatan dengan harganya yang tidak murah,” sebutnya. Sebagai solusinya, guru dari Handil kerap membawakan buku fotokopian untuk para murid.

Para guru SD Swasta Muara Pegah mengajar semua mata pelajaran. Heldawati mengatakan, pembelajarannya berlangsung dari Senin-Sabtu. Menurut perempuan kelahiran Muara Pegah, 5 Juni 1994, murid-muridnya lemah di bidang teori tapi unggul dalam praktik. Ia pernah menjelaskan soal mangrove tapi tak ada yang paham. “Jika mereka disuruh praktik, mereka langsung mengerti,” urainya.

BACA JUGA :  Kabar Gembira, 4.326 Honorer di Kukar Berpeluang Diangkat Jadi PPPK Tahun Ini

Selepas bersekolah, sambung alumni SD Swasta Muara Pegah itu,  murid biasanya bermain atau berenang. Ada juga yang mencari ikan, udang, atau kepiting bersama orang tuanya. Di Muara Pegah, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.

Heldawati juga mengeluhkan soal pendidikan lanjutan. Tak adanya SMP dan SMA di Muara Pegah membuat sejumlah murid kerap putus sekolah selepas lulus SD. Dari lima murid yang lulus, sebut Heldawati, biasanya hanya tiga orang yang melanjutkan pendidikan. Ini dikarenakan jarak sekolah lanjutan terbilang jauh dari Muara Pegah.

“Setelah lulus SD, banyak yang langsung menikah,” beber mahasiswi yang sebentar lagi diwisuda dari Universitas Terbuka Kaltim itu.

Pembelajaran SD Swasta Muara Pegah juga dibantu Yayasan Biosfer Manusia (Bioma), sebuah organisasi lingkungan non-pemerintah. Sejak beberapa tahun lalu, Bioma mendampingi tiga kampung di Kelurahan Muara Kembang, salah satunya Muara Pegah. Bersama para warga, Bioma aktif membudidayakan mangrove di kampung-kampung tersebut.

Heldawati mengatakan, ketika anggota Bioma berkunjung ke Muara Pegah, mereka akan ikut mengajar di SD Swasta Muara Pegah. Tentu saja materinya tentang mangrove. “Mereka juga memberi kami banyak buku terkait mangrove dan lingkungan,” sebutnya.

BACA JUGA :  Heni Misinem asal Tenggarong Seberang, Kisah Wanita Tangguh di Balik Sukses Usaha Air Sari Tebu

Gaji para guru SD Swasta Muara Pegah berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Heldawati mengaku, mendapat gaji Rp 500 ribu per bulan. Namun waktu pembayarannya tak tentu karena kucuran dana BOS tak terjadwal. Para guru juga mendapat bantuan dari Pos Pengamat Muara Pegah, Pangkalan TNI AL Balikpapan, berupa uang tunai dan sembako. “Saya berharap, fasilitas SD Swasta Muara Pegah bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Keluhan soal minimnya tenaga pengajar SD Swasta Muara Pegah telah diterima Lurah Muara Kembang, Masriansyah. Sebagai tindaklanjutnya, kelurahan meneruskan keluhan tersebut ke Dinas Pendidikan Kukar. “Pihak dinas mengatakan akan ada pengganti tiga orang yang diangkat PPPK itu,” jelasnya.

Masriansyah juga menjelaskan, sejumlah orang tua di kelurahannya masih minim kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Inilah yang menjadi salah satu sebab murid SD Swasta Muara Pegah masih sedikit. “Meski demikian, kami tidak berhenti menyosialisasikan pentingnya pendidikan di tiga kampung kami,” katanya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img