spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sengketa Lahan Indexim dan Masyarakat, Agusriansyah Kemukakan Pendapat Pendekatan Intelektualisme

SANGATTA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait permasalahan sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan PT Indexim Coalindo, Senin (10/6/2024) lalu.

Menariknya, dalam RDP itu, salah satu seorang Anggota DPRD Kutim Agusriansyah Ridwan, mengemukakan pendapatnya dengan memakai pendekatan intelektualisme.

Ia menilai, bahwa dalam permasalahan tersebut mengurainya dalam pendekatan aspek kearifan lokal, sosiologis, dan filosofis. Perspektif itu dilakukan untuk memahamkan pihak perusahaan terkait persoalan tersebut.

“Saya mencoba memulai dalam persoalan ini dalam perspektif sosial kemasyarakatan, tidak melihatnya dalam perspektif yuridis. Saya akan masuk dengan pendekatan kearifan lokal, sosiologis, dan filosofis,” ujar Agusriansyah.

Agusriansyah mengatakan, bahwa dalam aspek sosiologis di wilayah aktivitas kerja PT Indexim tersebut ada masyarakat hidup, tumbuh dan berkembang di sana.

Kemudian, dalam pendekatan filosofisnya, masyarakat setempat itu lebih dulu dari pada izin yang perusahaan miliki. Kultur kehidupan, mata pencaharian, itulah yang menjadi struktur masyarakat yang terus-menerus.

Ia merasa bahwa dalam kesempatan itu sangat substansi sekali didiskusikan permasalahan itu, sebab kalau mau mengambil dari sisi yuridis saja lebih baik persoalan tersebut dibawa ke ranah pengadilan.

Tetapi, dengan nada yang mengingatkan, kata Agusriansyah bahwa ke ranah hukum itu tidak akan pernah menguntungkan masyarakat.

“Itu tidak pernah menguntungkan masyarakat karena memang pemilik modal itu bisa menguasai semua sisi kehidupan dunia ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa dalam struktur konstitusi dalam pasal 33 ayat 3 berbunyi, negara boleh mengeluarkan izin kepada korporat manapun untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) di dunia ini. Tetapi dengan catatan sebesar-besarnya itu diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat.

“Artinya ketika ada masyarakat yang terganggu, maka segera diminimalisir diselesaikan tanpa harus berdebat dalam persoalan yuridis,” tuturnya.

Sementara, dalam sisi pertambangan ada 8 poin yang memuat pemukiman pertambangan sebelum perusahaan melakukan aktivitas. Salah satu poin yang disebutkan adalah bagaimana pihak perusahaan menciptakan sebuah iklim yang kondusif.

Namun, peristiwa hari ini yang terjadi antara masyarakat KTH Bina Warga dengan PT Indexim Coalindo itu sudah tidak lagi dalam kategori kondusif, sebab sudah melibatkan kepolisian, TNI, bahkan berpeluang menjadi konflik sosial.

Padahal, jika menilik kembali ke ranah yuridis dengan poin yang berbunyi seperti itu, pihak perusahaan sebenarnya juga sudah cacat hukum aturan.

“Jadi menurut saya perusahaan tidak usah berbicara yuridis di sini, karena tidak semua juga perusahaan lengkap secara yuridis melaksanakan tugas di lapangan,” katanya.

Maka dari itu, pihak perusahaan perlu mencatat dan mengetahui bahwa rapat yang difasilitasi oleh DPRD ini adalah tujuannya mencarikan sebuah solusi jalan keluar, dimana pihak DPRD berada dalam posisi tengah dengan tidak merugikan pihak manapun.

Oleh karenanya, dirapat ini bukan dalam menonjolkan diri siapa yang dalam perkara ini paling benar. Tidak perlu jauh-jauh membahas ke ranah hukum, apalagi mau mengambil langkah-langkah strategis dalam sisi ketahanan negara, ketertiban dan lain sebagainya.

“Saya rasa tidak perlu capek-capek para aparat jika kita ini bisa menemukan solusinya agar mereka pekerjaannya tidak terlalu panjang,” bebernya.

Di samping itu, tadi telah disebutkan juga bahwa ini sudah dilakukan pembayaran wilayah yang mau ditambang. Namun, lucunya tidak melibatkan para petani yang dari awal sudah bermitra.

Ketika itu ditarik dalam hukum pidana, bahwa apa yang telah diperbuat perusahaan bisa dinamakan pengemukakan perbuatan jahat. Bisa saja pandangan tersebut dikatakan bahwa ini adalah permainan antara korporat yang tidak memikirkan kehidupan masyarakat.

Padahal secara regulasi dasar, walaupun masih ada pemenuhan legal standing yang harus dipenuhi dalam rangka kepemilikan lahan. Tetapi paling tidak ada penghargaan diberikan kepada yang mengeluarkan register bahwa ada masyarakat mesti ditolong yang sama-sama lembaga yang harus berkomunikasi.

“Kalau dianalisis betul-betul bahwa pihak Indexim ini benar menggunakan tim analisis seharusnya ini bisa minimalisir persoalan, karena tidak ada yang bisa ditutupi persoalan di negeri ini pak kalau itu baunya busuk,” imbuhnya.

Dan yang perlu juga diketahui, bahwa masyarakat ini ada yang memahami regulasi ada juga yang memahami tentang harga diri, giliran persoalan harga dirinya yang muncul sosialnya. Maka pihak DPRD akan dilibatkan.

“Poin ini saja enda usah terlalu panjang lebar, intinya mumpung ini belum berlanjut ke sisa-sisa lahan berikutnya ini diclearkan dulu, cari solusi nya,” tandasnya.

Terakhir, Agusriansyah menyampaikan rekomendasi saya hari ini diselesaikan terserah apakah ganti rugi atau apa. (Rkt2/Adv)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti